Home / Thriller / THE DEAD WALK / Chapter 21 - Chapter 26

All Chapters of THE DEAD WALK: Chapter 21 - Chapter 26

26 Chapters

Sarang Para Pemburu

Langkah kaki di luar semakin mendekat. Aldric langsung menarik pisau dari sarungnya, sementara Marco menggenggam senjatanya erat-erat. Rhea melirik Wallace dengan tatapan tajam. “Apa mereka tahu kita ada di sini?” Wallace mengangguk pelan. “Mereka tahu.” Aldric merasakan amarah membuncah di dadanya. “Jadi kau benar-benar menjebak kami?” Wallace menghela napas. “Aku tidak punya pilihan.” Sebelum ada yang sempat bereaksi, suara ketukan terdengar dari pintu besi. *Tok... tok... tok.* Diikuti suara berat seseorang dari luar. “Aku tahu kalian di dalam.” Suara itu terdengar serak dan dalam, seperti seseorang yang sudah lama hidup di tengah kekacauan. “Buka pintunya… atau kami akan masuk dengan cara kami sendiri.” Rhea mencengkeram lengan Aldric. “Kita harus pergi sekarang!” bisiknya panik. Tapi sebelum mereka bisa bergerak, suara benturan
last updateLast Updated : 2025-03-26
Read more

KOTA YG HILANG

Angin malam bertiup dingin, membawa aroma busuk yang semakin menusuk hidung. Aldric, Marco, dan Rhea berdiri di tengah jalanan yang gelap. Cahaya bulan samar-samar menerangi bangunan runtuh di sekitar mereka. Dari kejauhan, puluhan sosok berjalan terseok-seok. “Banyak sekali…” gumam Rhea dengan suara gemetar. Aldric menggenggam senjatanya erat-erat. “Kita harus segera pergi dari sini.” Mereka mulai berjalan perlahan, berusaha menghindari perhatian para zombie. Tapi saat mereka berbelok di sebuah gang sempit, mereka melihat sesuatu yang lebih buruk. Sebuah papan besar dengan tulisan pudar: **"SELAMAT DATANG DI RAVENWOOD."** Marco menelan ludah. “Kita di Ravenwood?” Aldric mengangguk pelan. “Ya. Dan itu kabar buruk.” Ravenwood dulunya adalah sebuah kota besar yang dipenuhi gedung pencakar langit. Tapi setelah wabah menyebar, kota ini berubah menjadi neraka
last updateLast Updated : 2025-03-27
Read more

perburuan di kota mati

Langkah-langkah berat menggema di jalanan yang hancur. Dari ujung gang yang gelap, puluhan sosok mulai muncul satu per satu. Mata mereka kosong. Gerakan mereka lamban, tetapi jumlah mereka… terlalu banyak. Marco menggertakkan giginya. “Mereka datang.” Aldric menarik napas dalam-dalam. “Kita harus pergi sekarang.” Mereka bertiga segera berlari ke arah berlawanan, melewati jalanan yang dipenuhi mobil-mobil terbengkalai. Di belakang mereka, gerombolan zombie mulai bergerak lebih cepat. Beberapa dari mereka **berlari.** Rhea melirik ke belakang. “Kenapa mereka bisa berlari?! Sejak kapan?!” Aldric tidak menjawab. Dia tahu jawabannya, tapi dia tidak ingin mengatakannya sekarang. Wabah ini… berevolusi. Zombie tidak lagi sekadar mayat hidup yang berjalan lambat. Beberapa dari mereka menjadi lebih kuat, lebih cepat, dan lebih pintar. Mereka sampai di s
last updateLast Updated : 2025-03-28
Read more

Terowongan kematian

**“LARI!”** Aldric berteriak sekuat tenaga, menarik tangan Rhea dan Marco sebelum makhluk itu menerjang mereka. Mereka bertiga berlari ke dalam stasiun yang gelap, napas memburu, jantung berdegup kencang. Suara langkah kaki berat bergema di belakang mereka. **Makhluk itu mengejar!** Rhea hampir tersandung saat melewati eskalator mati. Marco menariknya. “Jangan berhenti!” Aldric melihat sekeliling. Stasiun ini hancur berantakan, dengan dinding penuh coretan dan bangku yang berserakan. Beberapa kerangka manusia tampak tergeletak di sudut. Tapi mereka tidak bisa berhenti. Di ujung lorong, mereka melihat gerbang besi tua yang setengah terbuka. “Ayo masuk ke sana!” teriak Aldric. Mereka menerobos masuk dan segera menarik gerbang itu hingga tertutup. **BRAK!** Detik berikutnya, sesuatu menghantam gerbang dengan keras. **DUG! DUG! DUG!**
last updateLast Updated : 2025-03-29
Read more

Suara dari kegelapan

**"Kalian… tidak boleh keluar…"** Suara itu menggema di dalam ruangan bawah tanah yang dingin. Aldric, Marco, dan Rhea membeku. **Siapa itu?** Marco menyorotkan senter ke sekeliling ruangan, tapi yang terlihat hanya pipa berkarat dan peralatan tua yang berserakan di lantai. Aldric mengencangkan genggaman pada pisaunya. "Siapa di sana?" Tidak ada jawaban. Hanya suara tetesan air dari langit-langit yang bocor. Rhea berbisik, "Jangan-jangan… ada yang masih hidup di sini?" Marco menggeleng. "Atau sesuatu yang lebih buruk." Mereka melangkah perlahan, mengikuti arah suara. Di sudut ruangan, di antara tumpukan lemari besi tua, ada sebuah **jeruji besi yang mengarah ke ruang bawah tanah lain.** Dan di balik jeruji itu— **Sepasang mata pucat menatap mereka.** Aldric mengangkat senjatanya. "Siapa kau?" Sosok itu bergeser
last updateLast Updated : 2025-03-30
Read more

Asal mula bencana

Aldric, Marco, dan Rhea berdiri diam di depan sel tahanan, menatap pria tua yang kini menjadi satu-satunya sumber jawaban. Asap dari ledakan masih mengepul di udara, dan bau daging terbakar memenuhi ruangan. Aldric menyeka keringat di dahinya. "Baiklah, sekarang katakan padaku... **apa yang sebenarnya terjadi?**" Pria tua itu menarik napas dalam-dalam, matanya yang lelah menatap mereka satu per satu. "Namaku **Dr. Victor Grayson**. Aku salah satu ilmuwan yang dulu bekerja di fasilitas ini," katanya dengan suara serak. Rhea terbelalak. "Ilmuwan? Jadi kau bagian dari—" "Salah satu orang yang bertanggung jawab atas semua ini? Ya." Hening. Aldric mengepalkan tangannya, rasa marah mulai membara di dadanya. Marco melangkah maju, suaranya dingin. "Jelaskan sebelum aku menghancurkan kepalamu sendiri." Dr. Grayson menghela napas panjang. "Baiklah… Aku akan member
last updateLast Updated : 2025-03-31
Read more
PREV
123
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status