Home / Thriller / THE DEAD WALK / Sarang Para Pemburu

Share

Sarang Para Pemburu

Author: Agung Nugraha
last update Last Updated: 2025-03-26 08:15:19

Langkah kaki di luar semakin mendekat.

Aldric langsung menarik pisau dari sarungnya, sementara Marco menggenggam senjatanya erat-erat.

Rhea melirik Wallace dengan tatapan tajam. “Apa mereka tahu kita ada di sini?”

Wallace mengangguk pelan. “Mereka tahu.”

Aldric merasakan amarah membuncah di dadanya. “Jadi kau benar-benar menjebak kami?”

Wallace menghela napas. “Aku tidak punya pilihan.”

Sebelum ada yang sempat bereaksi, suara ketukan terdengar dari pintu besi.

*Tok... tok... tok.*

Diikuti suara berat seseorang dari luar.

“Aku tahu kalian di dalam.”

Suara itu terdengar serak dan dalam, seperti seseorang yang sudah lama hidup di tengah kekacauan.

“Buka pintunya… atau kami akan masuk dengan cara kami sendiri.”

Rhea mencengkeram lengan Aldric. “Kita harus pergi sekarang!” bisiknya panik.

Tapi sebelum mereka bisa bergerak, suara benturan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • THE DEAD WALK   KOTA YG HILANG

    Angin malam bertiup dingin, membawa aroma busuk yang semakin menusuk hidung. Aldric, Marco, dan Rhea berdiri di tengah jalanan yang gelap. Cahaya bulan samar-samar menerangi bangunan runtuh di sekitar mereka. Dari kejauhan, puluhan sosok berjalan terseok-seok. “Banyak sekali…” gumam Rhea dengan suara gemetar. Aldric menggenggam senjatanya erat-erat. “Kita harus segera pergi dari sini.” Mereka mulai berjalan perlahan, berusaha menghindari perhatian para zombie. Tapi saat mereka berbelok di sebuah gang sempit, mereka melihat sesuatu yang lebih buruk. Sebuah papan besar dengan tulisan pudar: **"SELAMAT DATANG DI RAVENWOOD."** Marco menelan ludah. “Kita di Ravenwood?” Aldric mengangguk pelan. “Ya. Dan itu kabar buruk.” Ravenwood dulunya adalah sebuah kota besar yang dipenuhi gedung pencakar langit. Tapi setelah wabah menyebar, kota ini berubah menjadi neraka

    Last Updated : 2025-03-27
  • THE DEAD WALK   perburuan di kota mati

    Langkah-langkah berat menggema di jalanan yang hancur. Dari ujung gang yang gelap, puluhan sosok mulai muncul satu per satu. Mata mereka kosong. Gerakan mereka lamban, tetapi jumlah mereka… terlalu banyak. Marco menggertakkan giginya. “Mereka datang.” Aldric menarik napas dalam-dalam. “Kita harus pergi sekarang.” Mereka bertiga segera berlari ke arah berlawanan, melewati jalanan yang dipenuhi mobil-mobil terbengkalai. Di belakang mereka, gerombolan zombie mulai bergerak lebih cepat. Beberapa dari mereka **berlari.** Rhea melirik ke belakang. “Kenapa mereka bisa berlari?! Sejak kapan?!” Aldric tidak menjawab. Dia tahu jawabannya, tapi dia tidak ingin mengatakannya sekarang. Wabah ini… berevolusi. Zombie tidak lagi sekadar mayat hidup yang berjalan lambat. Beberapa dari mereka menjadi lebih kuat, lebih cepat, dan lebih pintar. Mereka sampai di s

    Last Updated : 2025-03-28
  • THE DEAD WALK   Terowongan kematian

    **“LARI!”** Aldric berteriak sekuat tenaga, menarik tangan Rhea dan Marco sebelum makhluk itu menerjang mereka. Mereka bertiga berlari ke dalam stasiun yang gelap, napas memburu, jantung berdegup kencang. Suara langkah kaki berat bergema di belakang mereka. **Makhluk itu mengejar!** Rhea hampir tersandung saat melewati eskalator mati. Marco menariknya. “Jangan berhenti!” Aldric melihat sekeliling. Stasiun ini hancur berantakan, dengan dinding penuh coretan dan bangku yang berserakan. Beberapa kerangka manusia tampak tergeletak di sudut. Tapi mereka tidak bisa berhenti. Di ujung lorong, mereka melihat gerbang besi tua yang setengah terbuka. “Ayo masuk ke sana!” teriak Aldric. Mereka menerobos masuk dan segera menarik gerbang itu hingga tertutup. **BRAK!** Detik berikutnya, sesuatu menghantam gerbang dengan keras. **DUG! DUG! DUG!**

    Last Updated : 2025-03-29
  • THE DEAD WALK   Suara dari kegelapan

    **"Kalian… tidak boleh keluar…"** Suara itu menggema di dalam ruangan bawah tanah yang dingin. Aldric, Marco, dan Rhea membeku. **Siapa itu?** Marco menyorotkan senter ke sekeliling ruangan, tapi yang terlihat hanya pipa berkarat dan peralatan tua yang berserakan di lantai. Aldric mengencangkan genggaman pada pisaunya. "Siapa di sana?" Tidak ada jawaban. Hanya suara tetesan air dari langit-langit yang bocor. Rhea berbisik, "Jangan-jangan… ada yang masih hidup di sini?" Marco menggeleng. "Atau sesuatu yang lebih buruk." Mereka melangkah perlahan, mengikuti arah suara. Di sudut ruangan, di antara tumpukan lemari besi tua, ada sebuah **jeruji besi yang mengarah ke ruang bawah tanah lain.** Dan di balik jeruji itu— **Sepasang mata pucat menatap mereka.** Aldric mengangkat senjatanya. "Siapa kau?" Sosok itu bergeser

    Last Updated : 2025-03-30
  • THE DEAD WALK   Asal mula bencana

    Aldric, Marco, dan Rhea berdiri diam di depan sel tahanan, menatap pria tua yang kini menjadi satu-satunya sumber jawaban. Asap dari ledakan masih mengepul di udara, dan bau daging terbakar memenuhi ruangan. Aldric menyeka keringat di dahinya. "Baiklah, sekarang katakan padaku... **apa yang sebenarnya terjadi?**" Pria tua itu menarik napas dalam-dalam, matanya yang lelah menatap mereka satu per satu. "Namaku **Dr. Victor Grayson**. Aku salah satu ilmuwan yang dulu bekerja di fasilitas ini," katanya dengan suara serak. Rhea terbelalak. "Ilmuwan? Jadi kau bagian dari—" "Salah satu orang yang bertanggung jawab atas semua ini? Ya." Hening. Aldric mengepalkan tangannya, rasa marah mulai membara di dadanya. Marco melangkah maju, suaranya dingin. "Jelaskan sebelum aku menghancurkan kepalamu sendiri." Dr. Grayson menghela napas panjang. "Baiklah… Aku akan member

    Last Updated : 2025-03-31
  • THE DEAD WALK   Hari dimana dunia berhenti

    Langit mendung, seolah tahu bahwa dunia sudah tidak sama lagi. Jalanan kosong, tak ada suara klakson, tak ada suara orang-orang mengobrol, hanya angin yang berbisik di antara bangunan yang mulai ditinggalkan. Aldric berjalan perlahan di tengah kota yang sekarang lebih mirip kuburan raksasa. Mobil-mobil terbengkalai di jalanan, sebagian masih menyisakan bekas darah yang sudah mengering. Mayat-mayat tergeletak di trotoar, sebagian hancur, sebagian lagi masih utuh, seakan tertidur selamanya. Dulu, dia tidak pernah membayangkan hidup di dunia seperti ini. Dunia tempat manusia lebih takut pada sesamanya daripada pada kematian itu sendiri. Ia merapatkan jaketnya dan meraih pisau berburu yang terselip di ikat pinggangnya. Setiap langkahnya harus hati-hati. Salah sedikit, nyawanya bisa melayang. Tiba-tiba, ada suara dari belakang sebuah mobil yang terguling. *"Kraak... kraak..."*

    Last Updated : 2025-03-03
  • THE DEAD WALK   Orang asing di tengah kematian

    Perempuan itu masih berdiri di tempatnya, matanya menatap Aldric penuh kewaspadaan. Tangannya tetap menggenggam erat besi panjang yang bisa saja ia gunakan untuk menyerang. Aldric paham. Di dunia yang sudah hancur seperti ini, tidak ada yang bisa langsung percaya pada orang asing. "Aku Aldric," ucapnya, berusaha membuat nada suaranya tetap tenang. Perempuan itu tidak segera merespons. Napasnya masih berat, seakan menahan diri untuk tidak langsung melarikan diri atau menyerangnya. "Kalau kamu mau membunuhku, kamu pasti sudah melakukannya," katanya akhirnya. Aldric mengangguk. "Aku cuma cari tempat berlindung. Bukan musuhmu." Perempuan itu mengendurkan sedikit genggamannya pada besi di tangannya, tapi masih tetap berjaga-jaga. "Namaku Lyra," katanya lirih. Aldric mengamati Lyra lebih jelas sekarang. Bajunya kotor dan robek di beberapa bagian. Ada bekas luka di lengannya, tapi tampaknya bukan gigitan zombie. Rambutnya berantakan, dan matanya penuh kelelahan—seperti

    Last Updated : 2025-03-04
  • THE DEAD WALK   Tempat persembunyian

    Langit semakin gelap ketika Aldric dan Lyra menyusuri jalan-jalan yang sepi. Kota yang dulu ramai kini hanya berisi bangunan hancur, kendaraan terbengkalai, dan mayat-mayat yang membusuk di pinggir jalan. Mereka berjalan dengan hati-hati, menghindari zombie yang berkeliaran di kejauhan. "Tempatmu jauh?" tanya Lyra, suaranya pelan. Aldric menggeleng. "Tidak terlalu. Hanya perlu melewati dua blok lagi." Lyra mengangguk. Dia terus berjalan di samping Aldric, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Tiba-tiba, mereka mendengar suara aneh dari sebuah gang kecil di sebelah kanan. *"Grrhh..."* Lyra langsung meraih besi yang tadi ia gunakan sebagai senjata. Aldric juga bersiap dengan pisaunya. Dari dalam gang, muncul seorang pria. Bajunya compang-camping, wajahnya penuh luka. Bukan zombie. Pria itu masih hidup. "Tolong..." suaranya serak. "Jangan... bunuh aku..." Aldric menatapnya tajam. "Kau sendirian?" Pria itu m

    Last Updated : 2025-03-06

Latest chapter

  • THE DEAD WALK   Asal mula bencana

    Aldric, Marco, dan Rhea berdiri diam di depan sel tahanan, menatap pria tua yang kini menjadi satu-satunya sumber jawaban. Asap dari ledakan masih mengepul di udara, dan bau daging terbakar memenuhi ruangan. Aldric menyeka keringat di dahinya. "Baiklah, sekarang katakan padaku... **apa yang sebenarnya terjadi?**" Pria tua itu menarik napas dalam-dalam, matanya yang lelah menatap mereka satu per satu. "Namaku **Dr. Victor Grayson**. Aku salah satu ilmuwan yang dulu bekerja di fasilitas ini," katanya dengan suara serak. Rhea terbelalak. "Ilmuwan? Jadi kau bagian dari—" "Salah satu orang yang bertanggung jawab atas semua ini? Ya." Hening. Aldric mengepalkan tangannya, rasa marah mulai membara di dadanya. Marco melangkah maju, suaranya dingin. "Jelaskan sebelum aku menghancurkan kepalamu sendiri." Dr. Grayson menghela napas panjang. "Baiklah… Aku akan member

  • THE DEAD WALK   Suara dari kegelapan

    **"Kalian… tidak boleh keluar…"** Suara itu menggema di dalam ruangan bawah tanah yang dingin. Aldric, Marco, dan Rhea membeku. **Siapa itu?** Marco menyorotkan senter ke sekeliling ruangan, tapi yang terlihat hanya pipa berkarat dan peralatan tua yang berserakan di lantai. Aldric mengencangkan genggaman pada pisaunya. "Siapa di sana?" Tidak ada jawaban. Hanya suara tetesan air dari langit-langit yang bocor. Rhea berbisik, "Jangan-jangan… ada yang masih hidup di sini?" Marco menggeleng. "Atau sesuatu yang lebih buruk." Mereka melangkah perlahan, mengikuti arah suara. Di sudut ruangan, di antara tumpukan lemari besi tua, ada sebuah **jeruji besi yang mengarah ke ruang bawah tanah lain.** Dan di balik jeruji itu— **Sepasang mata pucat menatap mereka.** Aldric mengangkat senjatanya. "Siapa kau?" Sosok itu bergeser

  • THE DEAD WALK   Terowongan kematian

    **“LARI!”** Aldric berteriak sekuat tenaga, menarik tangan Rhea dan Marco sebelum makhluk itu menerjang mereka. Mereka bertiga berlari ke dalam stasiun yang gelap, napas memburu, jantung berdegup kencang. Suara langkah kaki berat bergema di belakang mereka. **Makhluk itu mengejar!** Rhea hampir tersandung saat melewati eskalator mati. Marco menariknya. “Jangan berhenti!” Aldric melihat sekeliling. Stasiun ini hancur berantakan, dengan dinding penuh coretan dan bangku yang berserakan. Beberapa kerangka manusia tampak tergeletak di sudut. Tapi mereka tidak bisa berhenti. Di ujung lorong, mereka melihat gerbang besi tua yang setengah terbuka. “Ayo masuk ke sana!” teriak Aldric. Mereka menerobos masuk dan segera menarik gerbang itu hingga tertutup. **BRAK!** Detik berikutnya, sesuatu menghantam gerbang dengan keras. **DUG! DUG! DUG!**

  • THE DEAD WALK   perburuan di kota mati

    Langkah-langkah berat menggema di jalanan yang hancur. Dari ujung gang yang gelap, puluhan sosok mulai muncul satu per satu. Mata mereka kosong. Gerakan mereka lamban, tetapi jumlah mereka… terlalu banyak. Marco menggertakkan giginya. “Mereka datang.” Aldric menarik napas dalam-dalam. “Kita harus pergi sekarang.” Mereka bertiga segera berlari ke arah berlawanan, melewati jalanan yang dipenuhi mobil-mobil terbengkalai. Di belakang mereka, gerombolan zombie mulai bergerak lebih cepat. Beberapa dari mereka **berlari.** Rhea melirik ke belakang. “Kenapa mereka bisa berlari?! Sejak kapan?!” Aldric tidak menjawab. Dia tahu jawabannya, tapi dia tidak ingin mengatakannya sekarang. Wabah ini… berevolusi. Zombie tidak lagi sekadar mayat hidup yang berjalan lambat. Beberapa dari mereka menjadi lebih kuat, lebih cepat, dan lebih pintar. Mereka sampai di s

  • THE DEAD WALK   KOTA YG HILANG

    Angin malam bertiup dingin, membawa aroma busuk yang semakin menusuk hidung. Aldric, Marco, dan Rhea berdiri di tengah jalanan yang gelap. Cahaya bulan samar-samar menerangi bangunan runtuh di sekitar mereka. Dari kejauhan, puluhan sosok berjalan terseok-seok. “Banyak sekali…” gumam Rhea dengan suara gemetar. Aldric menggenggam senjatanya erat-erat. “Kita harus segera pergi dari sini.” Mereka mulai berjalan perlahan, berusaha menghindari perhatian para zombie. Tapi saat mereka berbelok di sebuah gang sempit, mereka melihat sesuatu yang lebih buruk. Sebuah papan besar dengan tulisan pudar: **"SELAMAT DATANG DI RAVENWOOD."** Marco menelan ludah. “Kita di Ravenwood?” Aldric mengangguk pelan. “Ya. Dan itu kabar buruk.” Ravenwood dulunya adalah sebuah kota besar yang dipenuhi gedung pencakar langit. Tapi setelah wabah menyebar, kota ini berubah menjadi neraka

  • THE DEAD WALK   Sarang Para Pemburu

    Langkah kaki di luar semakin mendekat. Aldric langsung menarik pisau dari sarungnya, sementara Marco menggenggam senjatanya erat-erat. Rhea melirik Wallace dengan tatapan tajam. “Apa mereka tahu kita ada di sini?” Wallace mengangguk pelan. “Mereka tahu.” Aldric merasakan amarah membuncah di dadanya. “Jadi kau benar-benar menjebak kami?” Wallace menghela napas. “Aku tidak punya pilihan.” Sebelum ada yang sempat bereaksi, suara ketukan terdengar dari pintu besi. *Tok... tok... tok.* Diikuti suara berat seseorang dari luar. “Aku tahu kalian di dalam.” Suara itu terdengar serak dan dalam, seperti seseorang yang sudah lama hidup di tengah kekacauan. “Buka pintunya… atau kami akan masuk dengan cara kami sendiri.” Rhea mencengkeram lengan Aldric. “Kita harus pergi sekarang!” bisiknya panik. Tapi sebelum mereka bisa bergerak, suara benturan

  • THE DEAD WALK   Neraka di bawa tanah

    Aldric membeku di tempat. Di hadapan mereka, puluhan mayat yang berserakan mulai bergerak. Tangan-tangan kurus dengan kulit mengelupas berusaha bangkit, mulut-mulut membusuk terbuka, mengeluarkan geraman mengerikan. “Kita harus keluar dari sini,” bisik Marco, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Rhea menyalakan senter kecilnya dan menyapu ruangan. Tidak ada pintu lain. Satu-satunya jalan adalah kembali ke atas, tapi itu berarti kembali ke tempat para pemburu berada. “Aldric, keputusanmu!” Rhea menarik pisau dari sarungnya, bersiap bertarung jika diperlukan. Aldric berpikir cepat. Jika mereka bertahan di sini, mereka akan dikepung. Jika kembali ke atas, mereka bisa langsung ditembak. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu di sudut ruangan. “Ke sana!” Dia menunjuk ke sebuah lubang ventilasi di sisi kanan ruangan. Besarnya cukup untuk mereka bertiga masuk satu per satu. Tapi sebelum

  • THE DEAD WALK   Perlawanan terakhir

    Aldric menatap sekeliling dengan cepat. Mereka terjebak di tangga darurat. Di atas, para pemburu sudah mengokang senjata. Di bawah, zombie terus bergerak naik, siap merobek daging mereka kapan saja. Tidak ada jalan keluar. “Kalau harus mati, aku ingin membawa satu orang bersama,” gumam Marco sambil mengencangkan genggaman pada parangnya. Rhea menarik napas dalam, masih berusaha berdiri setelah kakinya tertindih zombie tadi. “Kita tidak akan mati di sini.” Aldric mengangguk. “Kita lawan.” Tanpa peringatan, dia meraih sebuah kursi kayu yang terbengkalai di sudut tangga dan melemparkannya ke arah para pemburu. *BRAK!* Salah satu dari mereka kehilangan keseimbangan dan terjatuh menimpa zombie di bawah. Yang lain terkejut. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Marco dan Rhea yang langsung berlari maju. *Tembak!* Dor! Dor! Dor! Peluru menghantam di

  • THE DEAD WALK   Kota yg di kuasai mayat hidup

    *GRAAAAAKKKK!* Suara geraman dari bawah semakin nyaring. Aldric, Rhea, dan Marco menatap jalanan di bawah dengan napas tertahan. Ratusan zombie bergerak lambat, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Tubuh-tubuh membusuk itu berjalan terseok-seok, beberapa menyeret kakinya yang hampir putus. Marco menelan ludah. “Aku lebih baik ditembak daripada jatuh ke bawah sana.” “Kita tidak boleh membuat suara,” bisik Rhea. Mereka bertiga merangkak di atas atap, berusaha tidak menimbulkan bunyi sekecil apa pun. Namun… *Brak!* Sebuah batu lepas dari tepi atap dan jatuh ke jalanan. Suara itu menggema di antara bangunan-bangunan kosong. Seluruh zombie di bawah serentak menoleh. Kemudian— *GRAAAAAHHHH!* Mereka mulai berlari. Aldric membeku. “Sejak kapan mereka bisa berlari?!” “LARI!” Rhea menarik tangan mereka. Mereka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status