Home / Thriller / THE DEAD WALK / Neraka di bawa tanah

Share

Neraka di bawa tanah

Author: Agung Nugraha
last update Last Updated: 2025-03-25 08:15:03

Aldric membeku di tempat.

Di hadapan mereka, puluhan mayat yang berserakan mulai bergerak. Tangan-tangan kurus dengan kulit mengelupas berusaha bangkit, mulut-mulut membusuk terbuka, mengeluarkan geraman mengerikan.

“Kita harus keluar dari sini,” bisik Marco, keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Rhea menyalakan senter kecilnya dan menyapu ruangan. Tidak ada pintu lain. Satu-satunya jalan adalah kembali ke atas, tapi itu berarti kembali ke tempat para pemburu berada.

“Aldric, keputusanmu!” Rhea menarik pisau dari sarungnya, bersiap bertarung jika diperlukan.

Aldric berpikir cepat. Jika mereka bertahan di sini, mereka akan dikepung. Jika kembali ke atas, mereka bisa langsung ditembak.

Tiba-tiba, dia melihat sesuatu di sudut ruangan.

“Ke sana!”

Dia menunjuk ke sebuah lubang ventilasi di sisi kanan ruangan. Besarnya cukup untuk mereka bertiga masuk satu per satu.

Tapi sebelum
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • THE DEAD WALK   Sarang Para Pemburu

    Langkah kaki di luar semakin mendekat. Aldric langsung menarik pisau dari sarungnya, sementara Marco menggenggam senjatanya erat-erat. Rhea melirik Wallace dengan tatapan tajam. “Apa mereka tahu kita ada di sini?” Wallace mengangguk pelan. “Mereka tahu.” Aldric merasakan amarah membuncah di dadanya. “Jadi kau benar-benar menjebak kami?” Wallace menghela napas. “Aku tidak punya pilihan.” Sebelum ada yang sempat bereaksi, suara ketukan terdengar dari pintu besi. *Tok... tok... tok.* Diikuti suara berat seseorang dari luar. “Aku tahu kalian di dalam.” Suara itu terdengar serak dan dalam, seperti seseorang yang sudah lama hidup di tengah kekacauan. “Buka pintunya… atau kami akan masuk dengan cara kami sendiri.” Rhea mencengkeram lengan Aldric. “Kita harus pergi sekarang!” bisiknya panik. Tapi sebelum mereka bisa bergerak, suara benturan

    Last Updated : 2025-03-26
  • THE DEAD WALK   KOTA YG HILANG

    Angin malam bertiup dingin, membawa aroma busuk yang semakin menusuk hidung. Aldric, Marco, dan Rhea berdiri di tengah jalanan yang gelap. Cahaya bulan samar-samar menerangi bangunan runtuh di sekitar mereka. Dari kejauhan, puluhan sosok berjalan terseok-seok. “Banyak sekali…” gumam Rhea dengan suara gemetar. Aldric menggenggam senjatanya erat-erat. “Kita harus segera pergi dari sini.” Mereka mulai berjalan perlahan, berusaha menghindari perhatian para zombie. Tapi saat mereka berbelok di sebuah gang sempit, mereka melihat sesuatu yang lebih buruk. Sebuah papan besar dengan tulisan pudar: **"SELAMAT DATANG DI RAVENWOOD."** Marco menelan ludah. “Kita di Ravenwood?” Aldric mengangguk pelan. “Ya. Dan itu kabar buruk.” Ravenwood dulunya adalah sebuah kota besar yang dipenuhi gedung pencakar langit. Tapi setelah wabah menyebar, kota ini berubah menjadi neraka

    Last Updated : 2025-03-27
  • THE DEAD WALK   perburuan di kota mati

    Langkah-langkah berat menggema di jalanan yang hancur. Dari ujung gang yang gelap, puluhan sosok mulai muncul satu per satu. Mata mereka kosong. Gerakan mereka lamban, tetapi jumlah mereka… terlalu banyak. Marco menggertakkan giginya. “Mereka datang.” Aldric menarik napas dalam-dalam. “Kita harus pergi sekarang.” Mereka bertiga segera berlari ke arah berlawanan, melewati jalanan yang dipenuhi mobil-mobil terbengkalai. Di belakang mereka, gerombolan zombie mulai bergerak lebih cepat. Beberapa dari mereka **berlari.** Rhea melirik ke belakang. “Kenapa mereka bisa berlari?! Sejak kapan?!” Aldric tidak menjawab. Dia tahu jawabannya, tapi dia tidak ingin mengatakannya sekarang. Wabah ini… berevolusi. Zombie tidak lagi sekadar mayat hidup yang berjalan lambat. Beberapa dari mereka menjadi lebih kuat, lebih cepat, dan lebih pintar. Mereka sampai di s

    Last Updated : 2025-03-28
  • THE DEAD WALK   Terowongan kematian

    **“LARI!”** Aldric berteriak sekuat tenaga, menarik tangan Rhea dan Marco sebelum makhluk itu menerjang mereka. Mereka bertiga berlari ke dalam stasiun yang gelap, napas memburu, jantung berdegup kencang. Suara langkah kaki berat bergema di belakang mereka. **Makhluk itu mengejar!** Rhea hampir tersandung saat melewati eskalator mati. Marco menariknya. “Jangan berhenti!” Aldric melihat sekeliling. Stasiun ini hancur berantakan, dengan dinding penuh coretan dan bangku yang berserakan. Beberapa kerangka manusia tampak tergeletak di sudut. Tapi mereka tidak bisa berhenti. Di ujung lorong, mereka melihat gerbang besi tua yang setengah terbuka. “Ayo masuk ke sana!” teriak Aldric. Mereka menerobos masuk dan segera menarik gerbang itu hingga tertutup. **BRAK!** Detik berikutnya, sesuatu menghantam gerbang dengan keras. **DUG! DUG! DUG!**

    Last Updated : 2025-03-29
  • THE DEAD WALK   Suara dari kegelapan

    **"Kalian… tidak boleh keluar…"** Suara itu menggema di dalam ruangan bawah tanah yang dingin. Aldric, Marco, dan Rhea membeku. **Siapa itu?** Marco menyorotkan senter ke sekeliling ruangan, tapi yang terlihat hanya pipa berkarat dan peralatan tua yang berserakan di lantai. Aldric mengencangkan genggaman pada pisaunya. "Siapa di sana?" Tidak ada jawaban. Hanya suara tetesan air dari langit-langit yang bocor. Rhea berbisik, "Jangan-jangan… ada yang masih hidup di sini?" Marco menggeleng. "Atau sesuatu yang lebih buruk." Mereka melangkah perlahan, mengikuti arah suara. Di sudut ruangan, di antara tumpukan lemari besi tua, ada sebuah **jeruji besi yang mengarah ke ruang bawah tanah lain.** Dan di balik jeruji itu— **Sepasang mata pucat menatap mereka.** Aldric mengangkat senjatanya. "Siapa kau?" Sosok itu bergeser

    Last Updated : 2025-03-30
  • THE DEAD WALK   Asal mula bencana

    Aldric, Marco, dan Rhea berdiri diam di depan sel tahanan, menatap pria tua yang kini menjadi satu-satunya sumber jawaban. Asap dari ledakan masih mengepul di udara, dan bau daging terbakar memenuhi ruangan. Aldric menyeka keringat di dahinya. "Baiklah, sekarang katakan padaku... **apa yang sebenarnya terjadi?**" Pria tua itu menarik napas dalam-dalam, matanya yang lelah menatap mereka satu per satu. "Namaku **Dr. Victor Grayson**. Aku salah satu ilmuwan yang dulu bekerja di fasilitas ini," katanya dengan suara serak. Rhea terbelalak. "Ilmuwan? Jadi kau bagian dari—" "Salah satu orang yang bertanggung jawab atas semua ini? Ya." Hening. Aldric mengepalkan tangannya, rasa marah mulai membara di dadanya. Marco melangkah maju, suaranya dingin. "Jelaskan sebelum aku menghancurkan kepalamu sendiri." Dr. Grayson menghela napas panjang. "Baiklah… Aku akan member

    Last Updated : 2025-03-31
  • THE DEAD WALK   misi bunuh diri

    Matahari baru saja terbit ketika Aldric dan timnya bersiap. Mereka berdiri di luar gedung, memeriksa senjata dan perlengkapan sebelum memulai perjalanan ke fasilitas NovaGen. Kota itu kini dipenuhi zombie, dan misi ini bisa jadi perjalanan terakhir mereka. Marco memasukkan peluru ke dalam magasin senapannya. "Jadi, kita benar-benar mau melakukan ini?" Aldric mengangguk. "Tak ada pilihan lain." Dr. Grayson mengaktifkan tablet kecilnya, menunjukkan peta digital. "Fasilitas NovaGen ada di pusat kota. Kita bisa mengambil jalur belakang melalui terowongan bawah tanah. Itu jalur **paling aman**, tapi tetap berisiko." Rhea menatap peta dengan cemas. "Berapa banyak zombie di sana?" Dr. Grayson menghela napas. "Tak terhitung. Dan bukan cuma zombie biasa... di dekat laboratorium, ada kemungkinan kita akan bertemu dengan **subjek eksperimen NovaGen.**" Marco mengerutkan dahi. "Subjek eksperimen? Maksudmu...

    Last Updated : 2025-04-02
  • THE DEAD WALK   moster di kegelapan

    Makhluk itu **melesat** ke arah Aldric dengan kecepatan yang tidak wajar. Refleks, Aldric menjatuhkan diri ke samping. **CLETAR!** Cakar tajam monster itu menggores dinding beton, meninggalkan bekas **dalam** seolah-olah baja hanya kertas baginya. Marco mengangkat shotgun-nya. **DOOR!** Peluru meledak di tubuh makhluk itu, tapi **tidak berpengaruh.** “ASTAGA! Ini sialan apaan?!” Marco mundur dengan wajah panik. Dr. Grayson berteriak, “Itu bukan zombie biasa! Itu hasil eksperimen NovaGen! Tubuhnya telah dimodifikasi dengan mutasi regeneratif!” Makhluk itu menoleh ke arah mereka. Matanya **hitam legam**, kulitnya abu-abu pucat dengan urat-urat gelap menjalar di seluruh tubuhnya. Aldric mengangkat pistolnya. “Jadi, bagaimana cara membunuhnya?” “Pasti ada titik lemahnya!” Dr. Grayson merogoh tasnya, mencari sesuatu. Monster itu menggeram. **Dan kali ini, ia menyerang Rhea.**

    Last Updated : 2025-04-03

Latest chapter

  • THE DEAD WALK   Hari setelah neraka

    Langit pagi itu seperti lembaran kain kelabu—lelah, dingin, dan hampa. Setelah bertahun-tahun hidup dalam kegelapan peperangan dan kejar-kejaran dengan kematian, dunia terasa... sunyi. Bukan damai, hanya sunyi. Dan itu lebih menakutkan daripada ledakan bom.Kaela duduk di tepi reruntuhan markas pusat. Tangannya masih gemetar, bukan karena takut, tapi karena beban. Ia memandangi puing-puing menara Null yang kini jadi abu. Elio duduk di sampingnya, mencoba mengikat kembali perban di lengan kirinya yang robek.“Rasanya aneh,” kata Elio lirih. “Kita masih hidup.”Kaela mengangguk pelan. “Iya. Tapi berapa lama lagi dunia bisa tetap begini?”Tidak ada jawaban. Di kejauhan, anak-anak bermain di antara puing-puing seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Mereka tertawa, berlarian, mencoba meniru suara laser atau tiruan zombie. Dunia memang cepat lupa... atau mungkin berusaha melupakan.Vian datang membawa dua cangkir kopi hangat. Satu dia lempar ke

  • THE DEAD WALK   Di balik api dan baja

    Cahaya dari ledakan membuat bayangan mereka menari di antara reruntuhan. Pasukan kecil Kaela langsung bergerak dalam formasi menyebar. Di tengah hujan api dan suara derit logam yang melengking, mereka tidak lagi melawan makhluk-makhluk mengerikan dari laboratorium, tapi musuh yang lebih dingin, lebih presisi—**cyborg** hasil rekayasa Null.“Jangan sampai mereka mendekat ke tongkat!” Kaela berteriak, menebas satu cyborg dengan parang berujung arus listrik buatan Jonas.Ledakan granat asap mengaburkan pandangan, dan di sela-sela kepulan abu, Elio melompat dari puing ke puing, menembakkan peluru berlapis EMP ke arah kepala-kepala logam itu. “Mereka bisa mati, cuma lebih susah dibikin nyesel!”“Rhea, temukan jalur masuk ke menara!” teriak Kaela sambil menangkis serangan pisau plasma yang hampir menebas lehernya.“Aku butuh waktu tiga menit!” jawab Rhea sambil menekan tombol perangkat di pergelangan tangannya.“Lu punya dua!”Sementara itu, Vian memimpin dua orang lainnya ke sisi barat men

  • THE DEAD WALK   MEREKA DATANG

    Angin pagi membawa kabut tipis ke sekitar kamp yang baru mereka rebut. Para mantan tahanan mulai membersihkan area, membakar baju-baju dan simbol milik ‘Pemurni’. Meski tubuh mereka kelelahan, mata-mata itu menyimpan cahaya baru—cahaya harapan.Di tengah-tengah kesibukan itu, Kaela duduk bersila di dekat api unggun kecil, menggenggam sisa-sisa peta yang sudah lusuh. Di sebelahnya, Vian mengunyah kacang kering dan menatap langit."Berapa hari lagi ke Zona Omega?" tanya Vian, pelan.Kaela menarik napas dalam. "Tiga hari jalan kaki. Tapi itu kalau nggak ada gangguan. Gue yakin mereka bakal ngejar.""Pemurni?"Kaela menggeleng. "Yang lebih bahaya."Mata Vian menyipit. "Kayak... zombie yang bisa lari?""Enggak. Ini lebih gila. Mereka manusia. Tapi... nggak sepenuhnya."Sebelum Vian sempat bertanya lagi, suara langkah cepat menghampiri mereka. Jonas, napasnya memburu, matanya panik."Ada yang datang dari hutan utara. Elara lihat pergerakan. Gak banyak. Tapi cepat dan senyap."Vian langsung

  • THE DEAD WALK   manusia yg mengintai

    Angin malam menyelinap masuk melalui celah-celah dinding beton tua, membawa aroma lembab dan besi karat. Ruangan tempat mereka berlindung tak lebih besar dari garasi kecil, penuh dengan kabel-kabel tua dan panel kendali yang mati. Tapi untuk malam itu, tempat itu adalah surga.Elio menempelkan telinganya ke dinding. Ia mendengar suara samar—seperti langkah kaki, tapi terlalu ringan untuk zombie.Kaela menatapnya, paham tanpa perlu kata. Ia mengangkat telunjuk, memberi isyarat agar yang lain tetap diam.Tak lama kemudian, terdengar ketukan. Bukan ketukan zombie. Ketukan tiga kali, jeda, lalu dua ketukan cepat. Seperti kode.“Siapa itu?” Kaela mendekat ke pintu besi, bicara setenang mungkin.“Teman,” jawab suara laki-laki dari balik pintu. “Nama gue Vian. Sendirian. Gak bersenjata.”Semua saling berpandangan. Elara mengangguk pelan. Kaela membuka pintu dengan hati-hati, mengarahkan senjata kecil ke celahnya.Seorang pria dengan rambut awut-awutan dan pakaian yang kotor berdiri di sana.

  • THE DEAD WALK   jalan gelap menuju cahaya

    Air menetes dari langit-langit terowongan. Bau lembap dan logam karatan memenuhi udara. Kaela memimpin di depan, menyorotkan senter kecil yang remang, menyusuri jalan sempit yang dulunya saluran air bersih.Di belakangnya, Rhea terus menoleh ke belakang. Gemuruh langkah kaki masih terdengar samar. “Mereka ngejar... Mereka terus ngejar.”“Fokus,” kata Jonas, mencoba menjaga suara tetap rendah. “Kita harus cari pintu keluar sebelum mereka sempat ngepung kita di sini.”“Terowongan ini ada tiga percabangan,” bisik Rhea sambil melihat layar peta dari perangkat digitalnya yang mulai berkedip karena baterai lemah. “Kita ambil yang tengah, kemungkinan besar tembus ke sungai kota.”“Dan kalau salah?” Elio bertanya sambil memegang erat tas peralatan di punggungnya.Kaela menoleh, wajahnya tegas. “Berarti kita semua mati.”Mereka terus berjalan. Air makin dalam. Suara di belakang semakin dekat. Elara meraih pelatuk senjatanya, berjaga.Langkah mereka terhenti saat mendapati pintu besi besar deng

  • THE DEAD WALK   Markas yg terlambat di selamatkan

    Pagi di luar sana tidak lagi berarti sinar matahari yang hangat. Di dunia yang telah dilahap kehancuran, pagi hanyalah tanda waktu yang terus berjalan, membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.Mereka tiba di markas cadangan: sebuah bunker militer tua di bawah reruntuhan kota Althea. Dindingnya dari baja tebal, beberapa lorong masih aktif dengan lampu darurat yang berkedip pelan. Semuanya tampak… terlalu tenang.“Gue nggak suka suasananya,” gumam Jonas, tangan tak pernah jauh dari senjatanya.Kaela mengetik kode pada panel keamanan. Pintu terbuka, memperlihatkan koridor dalam bunker yang panjang dan remang. Mereka masuk satu per satu, langkah pelan, hati-hati, suara sepatu menggema.“Menurut data lama, markas ini seharusnya masih steril. Belum ada catatan kontaminasi,” ujar Rhea, menatap peta digital di tangannya.“Seharusnya,” ulang Elio lirih. “Tapi kita udah tahu, ‘seharusnya’ sering nggak berlaku lagi sekarang.”Merek

  • THE DEAD WALK   Mutasi kedua

    Langit pagi di luar reruntuhan kota gelap seperti menjelang badai, padahal belum genap pukul delapan. Awan menggulung pekat, seperti menyimpan sesuatu yang lebih mengerikan daripada sekadar hujan.Elara menatap ke belakang. Asap dari laboratorium tua masih menjulang tinggi, tapi tak ada lagi ledakan, tak ada lagi cahaya.“Dia benar-benar mengorbankan diri,” gumamnya pelan.Jonas, dengan chip Alpha-3 kini disimpan dalam tabung khusus di ranselnya, mengangguk sambil mengecek senjatanya. “Dan dia percaya sama kita. Jadi kita gak boleh nyia-nyiain itu.”Mereka tak bisa kembali ke markas lama—jalanannya tertutup reruntuhan dan zombie mulai bermunculan dari bawah tanah. Mereka menuju timur, ke satu-satunya tempat yang mungkin bisa membaca data di chip: *Stasiun Eden-9.*Kaela mempercepat langkahnya. “Kalau mutasi kedua itu beneran muncul... kita harus buru-buru. Virus tipe pertama aja udah kayak neraka. Gimana yang kedua?”“Mutasi yang

  • THE DEAD WALK   Rahasia hidup

    Langkah kaki mereka bergema di lorong bawah tanah yang berliku dan gelap. Hanya lampu dari senter kecil dan pantulan cahaya dari lensa kacamata milik tim LUX yang jadi satu-satunya penerang.Elara terus berjalan di samping perempuan berambut merah itu—yang akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai Kaela, mantan ahli biokimia dari LUX Corporation sebelum dunia runtuh."Aku tahu nama LUX udah kayak mitos sekarang," kata Kaela. "Tapi dulu, kami bukan hanya korporasi. Kami yang memetakan ulang DNA manusia... dan virus.""Jadi kalian yang nyiptain virus ini?" Dima memotong tajam.Kaela menatap ke depan. "Tidak. Kami yang menemukan... dan berusaha menghancurkannya. Tapi orang-orang di atas kami—para elite—mereka punya rencana lain."Jonas mencibir. "Rencana yang bikin dunia kayak neraka gini?"Kaela menoleh pelan. "Bukan cuma dunia. Mereka ingin menciptakan spesies baru. Manusia 2.0. Tapi gagal total."Langit-langit lorong berge

  • THE DEAD WALK   Evolusi gelap

    Malam itu seperti mimpi buruk yang hidup. Elara menginjak pedal gas sekuat tenaga, membuat mobil melaju kencang menabrak apapun yang menghalangi. Sosok-sosok aneh berlarian di sekitar mereka—bukan zombie biasa, lebih gesit, lebih lincah… dan lebih pintar.“Gue nggak ngerti,” kata Jonas sambil menarik napas terengah-engah, matanya menatap ke luar jendela. “Sejak kapan zombie bisa kayak gitu? Kayak… nunggu, ngintai, terus nyerbu bareng-bareng?”“Mereka bukan zombie biasa,” gumam Elio pelan, wajahnya masih pucat. “Itu… mutasi. Mereka berevolusi.”“Evolusi?” tanya Rhea.“Elio benar,” timpal Elara. “Sistem tubuh mereka pasti berubah karena paparan virus bertahun-tahun. Apalagi di atas sini, terkena sinar matahari, udara bebas, dan mungkin... bahan-bahan kimia yang nggak kita tahu. Mereka adaptasi. Mungkin ini tahap berikutnya dari infeksi.”Mobil berhenti setelah mereka merasa cukup jauh dari tempat itu. Mereka parkir di terowongan jalan tol y

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status