Semua Bab Terpaksa Aku Menjadi Orang Ketiga: Bab 11 - Bab 15

15 Bab

Menjelaskan dengan jelas.

"Sikapmu dan Samudra aneh, kalian seperti orang asing, padahal pernah berteman. Mungkinkah, ada perasaan yang kalian sembunyikan?" "Atau mungkin, kamu main hati dengan Samudra di belakang Arfan?" Deghh..... Satu sudut bibir Mas Ammar tertarik membentuk senyum tipis. Senyum yang ibarat sebuah belati tajam yang kembali memberi sayatan di hatiku yang penuh luka. Seburuk itukah aku di matanya? Bermain hati dengan dua pria. Ya Tuhan.... rasanya aku ingin sekali tertawa. Bagaimana bisa aku menjalin hubungan dengan pria lain jika hatiku sudah tertambat pada dirinya sejak pertama melihatnya melakukan kegiatan bakti sosial di panti asuhan tempat tinggal Raline. "Kenapa tersenyum?" tanya Mas Ammar menatapku dengan dahi berkerut. "Aku merasa lucu," "Apa yang lucu? Pertanyaanku? Ahhhh...... harusnya aku tidak bertanya seperti itu. Karena jawabannya sudah jelas, kamu berpacaran dengan Arfan tapi memiliki perasaan juga pada Samudra." "Perasaan?" Kutatap bola mata pekat itu dala
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-13
Baca selengkapnya

Mengiba demi keselamatan Bunda Laila.

[Waktumu tinggal satu hari. Jika sore nanti belum ada kabar baik dari Ammar. Maka akan ada kabar duka yang masuk ke ponselmu.] Astaghfirullah,..... Bergegas aku bangkit, dengan menahan sakit aku berjalan terpincang-pincang keluar kamar untuk mengejar Mas Ammar. "Mas," panggilku pada pria yang baru menapaki anak tangga pertama. Kupercepat langkahku agar tak kehilangan kesempatan untuk bicara padanya. Aku tidak yakin bisa berbicara dengan pria berstatus suamiku itu jika melewatkan siang ini. Hubungan kami yang tidak harmonis membuatnya jarang pulang. Entah tidur dimana pria itu. Kadang samai berhari-hari tidak pulang. "Eh....." Karena buru-buru dan lupa jika kaki kiriku masih sakit, q terpelesat dan tubuhku jatuh ke depan. Reflek aku menutup mata. "Akh...." Brugh..... Tubuh menabrak benda keras. Namun terasa tidak begitu sakit. Selain itu ada aroma maskulin yang menguar dan masuk ke dalam indra penciumanku.Begitu aku membuka mata, ternyata aku berada dalam pelu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

Kedatangan tamu.

"Nyonya Ana, ada tamu." "Iya ini aku," katanya berjalan mendekat dengan senyum yang tak luntur dari wajah cantiknya."Kamu gak amnesia kan? Astaga..... lihat kondisimu." Kekasih Mas Ammar itu menutup mulutnya dengan tangannya sendiri. "Mas Ammar benar-benar keterlaluan," katanya lagi sambil memeriksa tubuhku. "Ya Tuhan... pasti sangat sakit kan? Makanya kamu itu jangan buat Mas Ammar marah. Susah payah aku membujuknya untuk tidak menyalahkan kamu atas perjodohan kalian. Tapi kamu malah bikin masalah dengan menunjukkan foto kami ke mamanya Mas Ammar," tambahnya mengoceh tanpa sadar dengan situasinya. Apa dia tidak sadar kedatangannya kesini akan membuat murka Mama Rosa. Bibi mungkin bisa aku larang untuk melapor pada Oma Rumana, tapi Pak Yanto. Dia adalah orang suruhan Mama Rosa yang kapan saja bisa melapor pada mama mertuaku itu. "Ana, kok kamu diam saja sih? Nggak suka aku datang?" "Bukan begitu." Aku jadi serba salah. "Untuk apa kamu kesini? Mas Ammar sudah berangkat kerja,"
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-14
Baca selengkapnya

Terpaksa berbohong

"Kenapa kamu bisa terluka seperti ini?" tanya Oma Rumana begitu kami duduk di sofa ruang tengah. "Samudra bilang kamu mengalami gegar otak ringan dan sempat koma beberapa jam?" lanjutnya yang cukup membuatku terkejut. Dari mana Samudra tahu? Tidak mungkin Bibi atau Mad Ammar yang memberitahunya. Mungkinkah adik iparku itu bertanya pada dokter yang merawatku? Ah.... tidak mungkin. "Ana, kok diam? Jawab pertanyaanku," Oma menepuk lenganku pelan. "Iya Oma. Itu... Saya terpeleset di tangga saat mau ke kamar. Saya jatuh dan kepala saya membentur lantai," jawabku berbohong. Bukan atas perintah Mas Ammar, tapi inisiatifku sendiri. Karena aku tidak ingin kejadian itu menjadi pemetik kemarahan Oma Rumana kepada Mas Ammar. Lagi pula aku juga tidak yakin Oma dan Mama Rosa akan percaya dengan ceritaku jika aku mengatakan yang sebenarnya. "Kenapa kamu sampai terpeleset?" tanyanya lagi seolah belum puas dengan jawabanku. Matanya menatapku penuh selidik. "Sore itu saya buru-buru
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya

Gadis introvert.

Hari ini aku sudah mulai kembali masuk kuliah. Seperti sebelum-sebelumnya, aku selalu berangkat sebelum Mas Ammar keluar dari kamarnya. Yaitu, tepat pukul 6 pagi. Begitu aku keluar, sopir sudah stanby di samping mobil yang sudah terparkir di depan teras rumah. "Makasih Pak," ucapku saat pak sopir membukakan pintu. Perlahan mobil pun meninggalkan pelataran rumah dan setengah jam berlalu, mobil pun sudah sampai di parkiran kampus. Aku turun setelah mengucap terima kasih pada pak sopir dan menyuruhnya pulang. Masuk kelas dan mengikuti pelajaran setelahnya ke perpustakaan menunggu kelas berikutnya. Setiap hari hanya begitu saja yang kulakukan di kampus ini.sejak kematian Arfan. Jika dulu ada Arfan yang mengajak ke kantin untuk makan atau sekedar jajan sembari menunggu kelas kini aku hanya seorang diri, duduk di meja paling pojok perpustakaan. Sibuk dengan tumpukan buku dan tugas kuliah. Selain Arfan dan Raline aku memang tidak memiliki teman dekat lain. Dulu di sekolah aku m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status