Semua Bab Rental Pacar Gratis Cinta: Bab 21 - Bab 30

35 Bab

Bibir Rasa Es Krim

Apa ini yang dimaksud poliamori? Apa benar Baron dan Simon menganggap Jazz sebagai pacar mereka? Relationship macam apa ini? Mungkin hanya candaan, begitulah Jazz menanggapi ucapan lelaki itu. Setelah memilih beberapa pakaian, mereka keluar mencari sesuatu yang manis. Simon membelikan ice cream cone sesuai permintaanku, rasa matcha, sementara dia memilih rasa dark chocolate. Simon mengajak Jazz duduk di taman belakang mall. Matahari sore menyelinap di antara dedaunan, menciptakan permainan cahaya dan bayangan yang hangat. Lelaki itu menggenggam tangan Jazz, jemarinya yang panjang dan kuat melingkar dengan lembut. "Es krimnya enak?" tanyanya, matanya menatap dengan senyum menggoda. Jazz mengangguk, lidahnya menjilat sisa es krim matcha yang menempel di bibir. "Enak. Kamu suka dark chocolate?" "Suka," jawabnya, matanya menatap bibir Jazz yang berlumuran es krim. "Kamu tahu tidak, ada yang lebih manis dari ini?" Perempuan di depannya tertawa kecil, tahu ke mana arah pembi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Salah Paham

Simon duduk gelisah di sofa, sesekali melirik jam dinding. Aroma kopi yang baru diseduh dan sandwich yang sudah ditata rapi di meja makan, seolah tak mampu meredakan ketegangan yang mencengkeram hatinya. Ia sudah menunggu hampir satu jam. Setiap suara langkah di lorong apartemen membuatnya berharap, namun selalu berujung pada kekecewaan. Kejadian di mall tadi, masih terus membebani pikirannya. Ia tahu, keakrabannya dengan Jazz telah menimbulkan salah paham, dan ia harus meluruskan semuanya. Pintu apartemen akhirnya terbuka, Baron masuk dengan wajah lelah. Simon segera berdiri, menyambut kedatangan kekasihnya. "Sim?" suara Baron terdengar datar, tanpa ekspresi. "Kamu masih di sini?" "Aku ingin bicara, Kai," kata Simon, berusaha menahan getar dalam suaranya. "Tentang di mall tadi..." "Tidak perlu dijelaskan," potong Baron, melepaskan kaos dan meletakkannya di sandaran kursi. "Aku sudah melihatnya." Simon merasakan darahnya berdesir. Ia tahu, kata-katanya tidak akan mudah dit
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-22
Baca selengkapnya

Misi Jazz : Lelaki Psikopat

Sebuah pesan notifikasi masuk dari Ai personal assistant Faux Love. Hai, Jazz! Jangan lupa hari ini ada jadwal kencan paket standar dengan klien bernama Hans, di depan minimarket Alimart, jam satu siang. Jazz berdiri gelisah di depan gerbang mall. Matanya menyapu kerumunan orang, mencari sosok yang dijanjikan. Lima menit berlalu, kemudian sepuluh. Tepat saat Jazz hendak mengirim pesan, sebuah suara lembut memanggil namanya. "Jazz?" Ia menoleh. Seorang lelaki, tinggi, memakai kaos biru, dengan senyum tipis berdiri di belakangnya. Matanya menatap perempuan itu dengan teduh. "Hans?" Jazz memastikan. "Ya. Maaf membuatmu menunggu." Hans tersenyum lagi, kali ini lebih lebar. "Jadi, mau ke mana kita?" Hans mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Dibukanya, dan Jazz terkejut melihat sepasang borgol perak berkilauan. "Pakai ini," kata Hans, menyodorkan borgol itu. "Apa?" Jazz mundur selangkah. "Untuk apa?" "Agar kita tidak terpisah," jawab Hans, matanya menatap lu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Penyelamatan Heroik

Tidak mudah untuk dipercaya, lelaki berwajah manis ini, seorang psikopat. Jazz bukanlah kali pertama talent yang ia sewa sebagai pacar, sudah tiga kali ia melakukan, tetapi tidak pernah bersikap kurang ajar seperti ini. Hasrat ketertarikannya muncul saat pertama kali melihat Jazz di foto talent aplikasi Faux Love. Wajahnya cantik dan lugu, dia bisa menebak kalau perempuan itu seorang people pleasure. Hans memutuskan untuk memilih Jazz, menjadi boneka satu harinya. Hans membawa Jazz ke sebuah restoran jepang. Mereka duduk di pojok, jauh dari keramaian. Hans memesan berbagai sushi dan sashimi, sementara Jazz hanya menatap piringnya dengan tatapan kosong. "Kenapa tidak dimakan?" tanya Hans, suaranya lembut. Jazz menggeleng. "Aku tidak lapar." "Ayolah, sayang. Kau harus makan." Hans menyuapkan sebuah sushi penuh wasabi ke mulut Jazz. Perempuan itu menelan makanan itu dengan enggan, tiba-tiba ia ingin muntah merasakan sensasi lidah terbakar dan mati rasa. Lelaki itu tertawa m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-23
Baca selengkapnya

Staycation Ke Bali

Jazz meringkuk di sudut kamar apartemennya, selimut tebal menutupi tubuhnya yang gemetar. Bayangan mata Hans yang dingin dan tatapan psikopatnya terus menghantuinya. Kejadian mengerikan kemarin, masih terpatri jelas di benaknya. Ia merasa kotor, ketakutan, dan sendirian. Pekerjaan sebagai pacar sewaan yang selama ini ia jalani tiba-tiba terasa begitu berbahaya. Baron merasa khawatir melihat kondisi kekasihnya. Ia tahu, trauma yang dialami Jazz bukan sekadar ketakutan biasa. Ada luka mendalam yang menganga, luka yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan kata-kata penghiburan. Jazz seperti anak kucing yang ketakutan, bersembunyi dari dunia luar yang terasa begitu mengancam. "Jazz, aku tahu kamu takut. Tapi kamu tidak bisa terus seperti ini," kata Baron lembut, meraih tangan Jazz yang dingin. Jazz menepis tangan Baron, air matanya mengalir deras. "Aku tidak mau bertemu siapa pun. Aku takut..." Baron menghela nafas, hatinya perih melihat perempuan itu menjadi begitu rapuh. Ia tahu,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

Tombak dan Buah Bilberry

Jazz mengenakan gaun tidur satin berwarna merah marun. Gaun itu terasa begitu lembut di kulitnya, lekuk tubuhnya terlihat jelas dan indah. Matanya menangkap bayang Baron sedang duduk di balkon, menikmati pemandangan laut malam sambil meminum beer. "Indah sekali," kata Baron, tanpa menoleh. "Sini, kamu harus lihat." Jazz berjalan mendekati Baron dan berdiri di sampingnya. Ia sengaja berdiri sedikit lebih dekat dari biasanya, agar kekasihnya itu bisa mencium aroma parfumnya. Baron mengendus aroma parfum Jazz dan tersenyum. "Aroma apa ini? Wanginya enak," kata Baron, menatap Jazz dengan tatapan yang intens. "Parfum baru," jawab Jazz, berusaha terdengar santai. Baron menatap Jazz dari atas ke bawah. Menangkap sebuah jebakan, sepertinya perempuan itu sedang berusaha menggodanya. Ia bahkan sengaja tidak mengenakan bra, agar siluet tonjolan tubuhnya terlihat lebih jelas. "Kamu terlihat... seksi," kata Baron, suaranya berbisik. Jazz tersenyum tipis. "Benarkah? Mungkin karena suasana B
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

Surfing

"Mau surfing? Cuacanya bagus hari ini," tanya Baron berdiri di depan jendela, memandang ke langit yang biru. Mentari pagi di Pantai Nusa Dua mulai merangkak naik, memancarkan kehangatan yang lembut. Baron, dengan papan selancarnya di bawah lengan, menoleh ke arah Jazz yang masih terpaku di bibir pantai. "Ayo, Jazz! Ombaknya sedang bagus-bagusnya." Jazz, yang mengenakan rash guard berwarna biru laut, mengangguk ragu. Ini adalah kali pertamanya mencoba surfing, dan rasa gugup bercampur antusiasme memenuhi benaknya. Baron, yang telah beberapa kali berselancar di pantai, tampak lebih percaya diri dan santai. Mereka berdua berjalan menuju tengah pantai, di mana ombak mulai pecah. Baron memberikan beberapa instruksi dasar kepada Jazz, tentang cara mendayung, berdiri di atas papan, dan menjaga keseimbangan. "Ingat, Jazz, jangan melawan ombak. Ikuti arusnya, dan nikmati sensasinya," kata Baron, matanya berbinar-binar. Jazz mencoba mengikuti arahan Baron, mendayung dengan sekuat tenaga s
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Baca selengkapnya

Jadi Aku Pacar Siapa?

Adegan dewasa apa yang baru saja dilihatnya? Jazz membeku di depan pintu kamar hotel, jantungnya berdegup tak karuan. Meski remang-remang, ia tahu persis apa yang sedang dilakukan Baron dan Simon di balik selimut itu. Ini adalah pertama kalinya Jazz melihat adegan seperti itu, dilakukan sesama lelaki. Perasaan aneh bercampur aduk di dalam hatinya. Ada rasa penasaran yang tak bisa dipungkiri, tetapi juga rasa jijik dan tidak percaya. Yang lebih mengejutkan lagi, Simon juga ada di sana. Jadi dia, sosok yang membuat Baron meninggalkannya tadi? Jazz merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin masuk ke kamar, tetapi ia takut mengganggu sepasang kekasih itu. Ia melirik jam tangannya. Setelah tiga puluh menit berlalu, Jazz merasa cukup tenang untuk masuk ke kamar. Ia membuka pintu perlahan-lahan dan mengintip ke dalam. Ia lega karena tidak melihat Baron dan Simon di tempat tidur. Mungkin mereka sudah selesai dan sedang beristirahat di tempat lain. Jazz berjalan menuju
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Baca selengkapnya

Jari Lincah Simon

Semakin larut, Jazz mulai merasa kantuk menyerang. Ia menguap beberapa kali, dan matanya terasa berat. Ia melirik ke arah tempat tidur, satu-satunya tempat untuk beristirahat di kamar itu. Namun, ia merasa canggung untuk tidur di sana, mengingat ada Baron dan Simon. "Sini, Jazz," katanya, sambil menepuk sisi kosong ranjang. "Tidurlah di sampingku." Jazz berbaring di samping Simon, merasa nyaman dengan kehangatan tubuhnya. Simon memeluknya erat, menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. "Tidurlah, Jazz," bisik Simon, suaranya menenangkan. "Aku akan menjagamu." Jazz mengangguk, lalu memejamkan matanya. Tapi tiba-tiba Baron masuk ke kamar dengan handuk melingkari pinggangnya. Ia melihat Jazz dan Simon berpelukan, seketika wajahnya berubah tegang. "Jazz, kemarilah," kata Baron, suaranya terdengar memerintah. "Kamu tidur di sisi ini, di sebelahku." Jazz membuka matanya, merasa bingung dan sedikit kesal. Ia tidak mengerti mengapa Baron bersikap begitu posesif. Ia sudah merasa nyaman d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-26
Baca selengkapnya

Sena Jatuh Cinta

Silau yang mengintip dari jendela kamar, membuat Jazz terbangun. Bingung, ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk. Ia terkejut mendapati dirinya tidur di antara Baron dan Simon. Ia tidur di lengan Simon, namun tangan Baron juga melingkar posesif di pinggangnya. Ia lupa sejenak bahwa semalam mereka bertiga tidur bersama. Saat ingatannya kembali, Jazz merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia merasa aneh dan malu, namun ada sensasi geli yang tak bisa ia pungkiri. Ia menggerakkan tubuhnya perlahan, mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka tanpa membangunkan keduanya. Namun, pergerakannya membangunkan Baron. Pria itu membuka matanya, menatap Jazz dengan senyum hangat. "Selamat pagi, sayang," bisiknya, lalu mencium bibir Jazz sekilas. Jazz tersentak, terkejut dengan ciuman tiba-tiba itu. Ia menatap Baron dengan bingung, lalu melirik ke arah Simon yang menggeliat, baru bangun tidur. Jazz tampak canggung dan salah tingkah. Baron, yang menyadari p
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-27
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status