Semua Bab Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir: Bab 21 - Bab 28

28 Bab

Bab 21

Taufik mulai merasa bahwa satu-satunya cara untuk menghindari konflik berkepanjangan dengan ibunya, Loren, adalah dengan menghilang dari kehidupannya untuk sementara waktu. Dia telah mengetahui sejauh mana Loren berusaha mengendalikan hidupnya, menyebarkan gosip dan bahkan mengancam Ernita. Baginya, ini sudah terlalu jauh. Oleh karena itu, dia mengambil keputusan drastis, menutup perusahaannya, menjual rumahnya, dan meninggalkan kota ini.Namun sebelum melangkah lebih jauh, Taufik memastikan segala urusan administrasi dan keuangan terselesaikan. Dia tidak ingin meninggalkan masalah atau utang yang bisa membawanya kembali ke kota ini. Dengan bantuan pengacara kepercayaannya, ia mulai mencari pembeli untuk perusahaan dan rumahnya. Beberapa minggu kemudian, seorang investor asing tertarik membeli perusahaannya dengan harga yang cukup tinggi. Tanpa banyak pikir, Taufik menyetujui penawaran tersebut.Setelah penjualan selesai, ia mendiskusikan keputusannya dengan Tia dan Ernita. Tia, yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-03
Baca selengkapnya

Bab 22

Hari-hari di kota baru itu terasa berbeda bagi Ernita. Udara lebih segar, suasana lebih tenang, dan yang paling penting, tidak ada gosip yang menyudutkannya seperti di tempat lama. Rumah yang kini mereka tinggali memiliki pekarangan kecil yang dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Ernita setiap pagi menyiram bunga sambil menggendong salah satu bayi kembar, sementara yang satunya masih tertidur pulas di dalam rumah. Senyum di wajahnya kembali tumbuh. Untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa damai.Dan di sisi lain, Taufik mulai menjalani peran barunya sebagai pebisnis yang membangun segalanya dari nol. Dia telah menjual perusahaannya yang lama ke tangan orang asing, juga rumah mewah yang dulu menjadi tempat tinggalnya. Sekarang di kota baru ini, ia membeli sebuah bangunan kecil yang kemudian direnovasi menjadi kantor baru. Dengan modal pengalaman dan reputasi yang sudah menempel kuat pada dirinya, Taufik tidak membutuhkan waktu lama untuk menarik perhatian pebisnis lokal.Dia mulai meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-04
Baca selengkapnya

Bab 23

Pagi itu, sinar matahari menyelinap lembut di balik tirai rumah bernuansa coklat kayu yang kini menjadi tempat tinggal baru bagi Taufik, Ernita, Tia, dan dua bayi kembar. Rumah dua lantai itu dikelilingi taman kecil dan suasana lingkungan yang sepi serta asri. Aroma tanah pagi dan semilir angin yang membawa suara burung-burung menjadikan pagi-pagi mereka terasa begitu damai.Ernita duduk di kursi goyang yang berada di dekat jendela ruang keluarga. Di pangkuannya, salah satu dari si kembar tengah menyusu dengan tenang. Bayi satunya masih tertidur di ranjang kecil yang diletakkan tak jauh darinya. Ernita mengenakan daster sederhana berwarna biru muda, wajahnya bersih tanpa polesan apa pun, namun tetap memancarkan keteduhan.Tak lama kemudian, Tia datang membawa secangkir teh hangat."Mbak, tehnya ya. Saya taruh di sini," ucap Tia sambil tersenyum, meletakkan cangkir di meja kecil di samping kursi Ernita."Terima kasih, Mbak Tia. Kamu sudah masak pagi ini?" tanya Ernita lembut."Sudah, M
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

Bab 24

Pagi itu udara masih sejuk ketika Hesti membuka jendela kamarnya. Matahari baru saja menyinari atap-atap rumah, sementara embun pagi masih bergelayut di dedaunan. Ia mengusap perutnya yang mulai sedikit membuncit, wanita itu tengah hamil dua bulan, dan ini adalah momen yang ditunggunya sejak lama. Hesti ingin memastikan janin dalam kandungannya tumbuh sehat. Maka pagi itu, dengan wajah penuh semangat, ia menghampiri Gudel yang masih duduk santai di sofa ruang tengah sambil memegang ponsel."Mas," panggil Hesti lembut. "Hari ini kita ke rumah sakit, ya. Aku sudah buat janji sama dokter kandungan jam sepuluh."Gudel mendongak sejenak. Ia mengangguk kecil, namun ekspresi wajahnya berubah ragu. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menatap Hesti dengan sedikit gelisah."Sayang, aku kayaknya nggak bisa menemani kamu hari ini," ucap Gudel. "Aku ada urusan penting."Hesti mengerutkan kening. "Urusan penting? Apa nggak bisa ditunda? Ini cek kandungan pertama kita lho, Mas. Kamu kan sud
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-07
Baca selengkapnya

Bab 25

Satu minggu berlalu sejak perdebatan sengit antara Hesti dan Gudel. Ketegangan tak juga mereda, bahkan semakin memburuk. Hesti yang sedang hamil dua bulan tampak semakin murung, sering menangis diam-diam di kamar, dan kehilangan selera makan. Wajahnya yang dulu berseri kini tampak pucat dan lelah.Pagi itu, Hesti terbangun dengan perut yang terasa nyeri. Ia menggigil di ranjang, menahan sakit yang datang tiba-tiba seperti gelombang yang menyerang bertubi-tubi. Gudel masih tertidur di sofa ruang tamu, tak menyadari istrinya yang sedang menahan derita di kamar.Tak kuat menahan rasa sakit, Hesti bangkit perlahan, berjalan tertatih keluar kamar dan memanggil suaminya. "Mas ... Mas Gudel ...." Suaranya lirih nyaris tak terdengar.Gudel membuka matanya malas. "Apa sih, pagi-pagi begini udah berisik aja," gerutunya, lalu bangkit dengan wajah kesal. Saat melihat wajah pucat Hesti yang nyaris roboh di ambang pintu, ia segera sadar ada sesuatu yang tidak beres. "Kamu kenapa?""Perutku sakit, M
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-08
Baca selengkapnya

Bab 26

Sejak peristiwa keguguran itu, dunia Hesti seperti runtuh. Bukan hanya karena kehilangan calon buah hati, tetapi juga karena kehilangan tempat untuk merasa aman dan dicintai. Ia tidak bisa melupakan perlakuan kasar Gudel, suaminya, yang tanpa empati membandingkannya dengan wanita lain di tengah luka hatinya. Belum lagi sindiran menyakitkan dari mertuanya yang datang seolah hanya untuk menyalahkan, bukan menghibur.Hari-hari berikutnya menjadi penderitaan panjang bagi Hesti. Ia merasa asing di rumah yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung. Gudel memang sudah mulai menunjukkan sedikit perhatian setelah dokter menyarankan perawatan, tapi bagi Hesti semua sudah terlambat. Hatinya sudah telanjur retak. Kepercayaan dan cintanya pada Gudel telah tercabik oleh ucapan dan sikap yang sulit dilupakan.Pada suatu pagi yang tenang, saat Gudel pergi bekerja, Hesti mengepak barang-barangnya. Dia tidak membawa banyak. Hanya beberapa baju, dokumen penting, dan secuil harapan untuk bisa sembuh dar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Bab 27

Sudah hampir dua bulan Loren kehilangan jejak anak semata wayangnya, Taufik. Selama itu pula ia merasa hidupnya kosong. Rumah besar yang dulu ramai kini terasa hampa, sepi dan membosankan. Sejak kepergian Taufik, tidak ada lagi suara tawa bayi kembar yang sering membuatnya kesal namun diam-diam ia rindukan. Tidak ada pula wajah dingin Taufik yang penuh teka-teki, atau sapaan sopan Ernita yang membuatnya ingin marah tanpa sebab.Loren telah mengerahkan berbagai cara untuk melacak keberadaan anaknya. Ia menyuruh orang suruhan menyelidiki segala kemungkinan: dari alamat rumah kontrakan hingga menelusuri relasi bisnis Taufik yang lama. Namun semua nihil. Rumah telah dijual, perusahaan telah berpindah tangan ke orang asing yang bahkan mengaku tak tahu ke mana pemilik sebelumnya pergi."Gila! Ke mana dia membawa semua orang itu?!" teriak Loren kesal pada suatu sore, membanting ponsel ke sofa empuk di ruang tamu. Helen hanya bisa duduk diam, menatap ibunya dengan sorot khawatir."Mungkin Kak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 28

Hari itu, setelah menjalani serangkaian pertemuan bisnis yang melelahkan, Taufik pulang lebih awal dari biasanya. Matahari mulai condong ke barat, menyisakan cahaya keemasan yang menari-nari di sela dedaunan. Sesampainya di rumah, langkahnya terhenti di depan pintu belakang yang terbuka. Pandangannya langsung tertuju pada taman kecil di belakang rumah.Di sana, Ernita duduk di bangku kayu panjang, menggendong Arkaf di tangan kanan dan Asrul di pangkuan kiri. Kedua bayi itu tampak nyaman dalam pelukannya, tertawa kecil saat Ernita bernyanyi dengan lembut sambil menggoyang-goyangkan tubuh mereka perlahan. Senyum hangat terpancar dari wajah Ernita, begitu tenang, begitu penuh kasih. Pemandangan itu menusuk hati Taufik dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan.Selama ini, Ernita memang sudah seperti ibu bagi anak-anaknya. Ia merawat dengan sepenuh hati, tanpa pamrih, dan selalu hadir dalam setiap kebutuhannya. Tak sekalipun Ernita mengeluh. Bahkan saat Taufik tengah disibukkan dengan uru
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status