Home / Romansa / JODOHKU GURU GALAK / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of JODOHKU GURU GALAK: Chapter 101 - Chapter 110

123 Chapters

101. Puing Harapan

"Papi, maaf ...."Suara Adhinata terdengar bergetar. Dia berdiri di depan Haidar, di bawah langit yang masih diseliputi asap tipis dari sisa puing-puing kebakaran semalam. Aroma hangus dan udara pengap mengisi setiap helaan napas. Adhinata menunduk, wajahnya penuh beban.Ya, yang tadi datang ke ruang rapat adalah Haidar, ayah Adhinata."Aku mengecewakan," lirih Nata kemudian. Menunduk  penuh sesal.Haidar mengangkat pandangannya dari puing-puing di depannya, lalu menatap sang putra. Sosok pria paruh baya dengan garis-garis tegas di wajah itu mendekat, tangan terlipat di dada. Tidak ada kemarahan dalam tatapannya, meskipun Adhinata jelas bersiap menerima ledakan."Kamu bilang apa? Mengecewakan?" Haidar mengulang kata-kata itu, nadanya rendah, penuh kendali. "Dari mana kamu mendapatkan pemikiran seperti itu?"Adhinata mendongak perlahan, matanya yang memerah karena kurang tidur bertemu dengan tatapan ayahnya. "Aku gagal, Papi. Aku
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

102. Ketika Cinta Harus Dilegalkan

Adhinata dan Nadira serempak menoleh ke arah suara yang tiba-tiba muncul. Haidar berdiri di ambang pintu dengan tangan diselipkan di saku celana. Pria paruh baya itu memandang mereka dengan ekspresi yang sulit ditebak—tidak sepenuhnya serius, tapi juga tidak sepenuhnya santai."Papi?" Suara Adhinata pecah dalam keheningan. Ia dengan cepat duduk tegak, melepaskan pelukan pada Nadira, yang kini wajahnya memerah seperti tomat matang.Haidar melangkah masuk, menutup pintu perlahan. Suara derit pintu yang nyaris tak terdengar terasa lebih menegangkan daripada kata-kata. "Tenang saja," ujar Haidar dengan nada datar. "Papi hanya mampir untuk memastikan keadaan kalian."Nadira menunduk, menatap tangan yang saling menggenggam di pangkuannya. Adhinata menggigit bibirnya, berusaha menata pikiran."Papi seharusnya istirahat. Kenapa malah ke sini?" Adhinata mencoba mengalihkan. Ia berdiri dari ranjang, mendekati ayahnya.Haidar menyeringai tipis. "Seh
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

103. Perasaan yang Tak Terbendung

"Kita sudah sampai, Nadira."Suara Adhinata memecah keheningan di dalam mobil. Nadira yang sejak tadi menyandarkan kepalanya di kursi mengerjap pelan, mencoba mengusir rasa kantuk."Kita sudah sampai," ulang  Adhinata dengan suara lembut.Gadis itu menoleh ke luar, mendapati gerbang besar rumahnya sudah terbuka lebar. Pak Supri berdiri di sana dengan senyum ramah sambil mengangguk sopan ke arah mereka."Selamat datang, Non Nadira. Akhirnya pulang juga, ya," sapa Pak Supri hangat.Nadira membalas dengan senyum tipis. "Terima kasih, Pak Supri."Adhinata melajukan kendaraan, memasuki halaman. Memarkirkan mobil dengan hati-hati, lalu mematikan mesin. Ia berbalik, menatap Nadira yang masih mengenakan sabuk pengaman. "Tunggu sebentar," ucapnya pelan.Sebelum Nadira sempat menolak, Adhinata sudah membungkuk mendekat, tangan terampilnya melepas sabuk pengaman dengan satu gerakan halus. Nadira mengangkat pandang, dan tanpa sengaj
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

104. Sah di 30-12-2024

Hari itu, ruang tamu rumah Pak Wirawan terasa penuh meski hanya ada segelintir orang. Nadira duduk di sudut sofa dengan wajah menunduk. Tangannya yang gemetar memilin ujung baju.Di sisi lain, Adhinata duduk di single sofa. Punggungnya tegap, tetapi matanya memperlihatkan kelelahan. Ia mengusap wajahnya sekali, lalu melirik ke arah ayahnya, Haidar, yang berdiri di samping Pak Wirawan."Pak Wirawan." Suara Haidar terdengar tenang, tetapi tegas, "saya tahu ini mendadak, tetapi melihat situasi yang terjadi, kami rasa ini keputusan terbaik. Adhinata bertanggung jawab untuk ini."Pak Wirawan tidak langsung menjawab. Ia menatap Nadira yang masih terdiam. Ada gurat kebingungan, marah, dan cemas di wajah pria tua itu. Ia sudah kehilangan istri sejak lama, dan kini harus menghadapi kenyataan bahwa anak gadisnya yang masih remaja harus menikah.Jujur saja, dulu dia memang jarang menunjukkan perhatian pada putrinya. Namun, kasih sayang seorang ayah tak perna
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

105. Izin Wali Murid

Pagi itu, kelas XI IPS 4 penuh dengan riuh rendah suara siswa yang bercanda, bercengkerama, atau sekadar mengobrol ringan. Masih suasana liburan, tetapi mereka diminta datang karena adanya pengumuman dari pihak sekolah.Suasana yang tercipta, seperti hari sekolah biasanya. Namun, ada yang berbeda di hati Nadira. Dia duduk di bangkunya dengan pandangan sesekali melirik ke arah pintu, ia merasa perutnya seperti diaduk. Bukan rasa takut yang melanda, melainkan canggung yang tak berkesudahan.Pintu kelas terbuka perlahan. Sosok tinggi dengan kemeja putih yang digulung hingga siku dan celana kain hitam masuk dengan langkah santai. Adhinata Rahagi—guru matematika, wali kelas, sekaligus ... ah, suaminya. Pikiran itu membuat wajah Nadira memerah seketika."Selamat pagi, semuanya," sapa Adhinata sambil meletakkan setumpuk kertas di meja guru. Suaranya tidak dingin seperti biasa, tetapi kali ini hangat dan penuh wibawa."Pagi, Pak Nata!" sahut serentak selu
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

106. Resolusi Tahun Baru

Nadira masuk ke kamarnya dengan langkah terburu, lalu menutup pintu perlahan. Ia bersandar di pintu, menarik napas panjang. Wajahnya masih merah, entah karena malu atau gugup."Aduh ... kenapa aku jadi begini? Habis nikah malah jadi sering salah tingkah." Nadira berbicara sendiri sambil sesekali menggigit bibir bawahnya. "Kenapa rasanya canggung sekali kalau ada dia?"Ia berjalan pelan ke arah ranjang, lalu duduk di tepinya sambil memandangi selebaran yang baru ditandatangani oleh Adhinata. Sekilas ia teringat tatapan suaminya tadi—hangat, penuh arti, tapi juga menggoda."Aduh, Mas Nata. Kenapa Mas harus seperti itu sih? Senyum sedikit saja bikin aku salah tingkah. Gimana bisa bersikap biasa kalau kamunya terus-terusan menggoda?" Nadira menggumam pelan, menutupi wajah dengan kedua tangan.Pasalnya, Adhinata yang dulu itu jarang sekali tersenyum. Namun, semenjak sah kemarin, wajah pria itu jadi kaya akan ekspresi. Nadira jadi kikuk sendiri.Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Nadira
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

107. Tahun Baru, Hidup Baru

"Selamat malam, Istri Tercinta."Suara berat tetapi lembut milik Adhinata memecah kesunyian kamar Nadira.Nadira yang sedang merapikan gaun midi biru tua miliknya, menoleh ke arah pintu. Di sana, Adhinata berdiri dengan jas semi-formal berwarna navy, dipadukan kemeja putih tanpa dasi. Penampilannya begitu elegan namun tetap terkesan santai. Nadira memandangi pria itu sesaat, lalu menunduk, menyembunyikan senyum malu."Selamat malam, Suami Tercinta," jawab Nadira pelan sambil melangkah mendekat.Mata Adhinata menelusuri penampilan Nadira dengan penuh kekaguman. Gaun midi yang Nadira kenakan menampilkan kesederhanaan sekaligus keanggunan. Potongannya sederhana, dengan lengan setengah panjang dan rok yang jatuh tepat di bawah lutut. Rambutnya disanggul rendah, menyisakan beberapa helai yang membingkai wajahnya."Kamu cantik sekali malam ini," puji Adhinata tanpa ragu, membuat Nadira merona."Mas juga, tampan sekali," sahut Nadira sambil mengusap jemari sendiri.Adhinata tersenyum, lalu m
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

108. Perjalanan Cinta

Hari berganti begitu cepat. Hingga tiba saatnya mereka melakukan karya wisata sekolah.Suasana hari itu penuh semangat, mengawali keberangkatan tur sekolah menuju Bali. Para siswa bersorak riang saat mereka menaiki bus pariwisata yang telah diparkir di halaman sekolah.Nadira memilih duduk di jok belakang, dekat jendela, tempat favoritnya karena bisa melihat pemandangan sepanjang perjalanan.Namun belum lama ia duduk, Faiz, sang ketua kelas yang baru masuk bis, mendekatinya sambil membawa tas. "Nadira, gue duduk sini, ya."Nadira membuka mulut hendak menjawab, tetapi suara tegas terdengar dari belakang."Faiz, kamu pindah ke tengah. Sebagai ketua kelas, kamu punya tanggung jawab membantu guru mengawasi teman-teman. Itu jok tengah masih kosong, kamu di sana saja biar lebih mudah mengawasi teman di depan dan belakang sekaligus," ujar Adhinata, sang wali kelas, yang tiba-tiba berdiri di belakang barisan kursi.Faiz tertegun sesaat, lalu berusaha membantah. "Lah, Pak. Masa lagi tour gini
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

109. Lautan Asmara

Udara pagi yang segar menyapa mereka saat rombongan bus memasuki pelabuhan untuk menyeberang ke Pulau Bali. Suara debur ombak yang tenang terdengar jelas ketika siswa-siswa turun dari bus untuk sejenak meluruskan kaki.Nadira menggeliat pelan, berusaha menyesuaikan tubuhnya yang sedikit pegal karena perjalanan panjang. Ia menyadari kepalanya masih bersandar di bahu Adhinata. Dengan cepat, Nadira menegakkan tubuhnya sambil melirik sekitar. Ia lega tak ada yang memperhatikan mereka.Adhinata menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Tidurmu nyenyak, Nona?" godanya.Nadira mendesah, lalu berdiri. "Pak, fokus dulu ke murid-murid, jangan sibuk menggoda aku terus."Adhinata terkekeh, lalu melangkah keluar bus untuk membantu guru pendamping lainnya mengatur siswa. Nadira memperhatikan dari jauh, senyumnya muncul tanpa ia sadari. Meski hubungan mereka dirahasiakan, Nadira tak bisa menyangkal betapa perhatian Adhinata selalu membuatnya merasa istimewa.Setelah semua siswa berkumpul di pelabuhan, w
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

110. Teman Sekamar

Langit cerah menyambut rombongan saat bus pariwisata akhirnya berhenti di pelataran hotel. Para siswa bersorak kecil, sebagian langsung mengintip keluar jendela, tak sabar melihat suasana Bali yang dijanjikan akan menjadi pengalaman tak terlupakan.Namun, antusiasme itu segera diredam oleh suara tegas Adhinata yang berdiri di bagian depan bus dengan clipboard di tangannya."Duduk dulu," katanya, "Dengarkan baik-baik instruksi saya."Para siswa yang semula gaduh langsung duduk kembali. Adhinata memandangi mereka satu per satu, memastikan semuanya memperhatikan."Kalian akan turun dan masuk ke hotel dengan tertib. Setelah mendapatkan kunci kamar, kalian diminta untuk segera meletakkan barang-barang kalian di kamar masing-masing. Jangan lama-lama. Setelah itu, kumpul di ruang makan hotel, kita makan bersama sebelum melanjutkan perjalanan ke lokasi wisata pertama."Siswa-siswa itu mulai tampak tenang, tetapi Adhinata melanjutkan dengan nada lebih serius. "Pastikan kalian membawa barang-ba
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more
PREV
1
...
8910111213
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status