All Chapters of Pembalasan Untuk Keluarga Suamiku Yang Toxic: Chapter 21 - Chapter 30

34 Chapters

Bab, 21.

Winda dengan bangganya bergelayut manja di lengan Seno, apa dia kurang waras? Apa dia tidak punya rasa malu di tonton di khalayak ramai, bahkan yang dia dekati bukan suaminya melainkan Abang ipar sendiri.Matanya sempat melirik ke arahku dengan bangganya menjulurkan lidah padaku, aku yang sudah tersulut emosi menahan amarah, bergegas mendekati, tak lupa gunting ku ambil di saku celanaku. Tanpa pikir panjang rambut panjangnya yang menjuntai lurus berwarna pirang ku pangkas dengan gesit di depan umum. Rambut yang sudah terpotong kulempar kasar ke wajahnya, terlihat sudah rambut pendeknya yang tak beraturan."Dasar! Pelakor gatal! Apakah Rahmat kurang memberimu jatah?! Sampai-sampai Abang ipar sendiri di embat," ujarku di depan semua orang sampai terperangah, termasuk yang punya PT Abadi yang ikut hadir di depan."Heh! Jaga mulutmu!" teriak Mas Seno menunjuk ke arahku, sudah tampak wajahnya memerah panik."Kenapa?! Takut? Takut kelakuan bejat kalian terbongkar? Sudah terbongkar Seno, ta
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

Bab, 22

"Maaf, apa betul bentuk jari kananmu, seperti ini?" tanya Pak Gibran dengan raut wajah heran, sembari mengangkat jari jemariku, yang memang jari jempol dan jari telunjuk menyatu."E--e betul, Pak ini sejak saya lahir, sudah begini, kata pengasuh di panti asuhan." Aku menarik tanganku cepat rasa malu tersirat di wajahku, semua orang tertuju padaku."Panti asuhan? Kamu tinggal di sana?" pertanyaan Pak Gibran membuat aku semakin bimbang sekaligus terheran mengapa sedetail itu menanyakanku."Iya, Pak, saya dari bayi di asuh di sana, kata pengasuh di panti asuhan, sejak bayi saya ditinggalkan di depan pintu panti asuhan, Pak.""Apa nama, panti asuhannya kalau saya boleh tahu?" tanyanya lagi lalu Riko berdehem membuat Pak Gibran mengalihkan pandangan ke semua orang."Kalian minta tanda tangan dengan Riko saja, saya ada perlu sedikit dengan anak ini," titah Pak Gibran lalu semua karyawan berpindah tempat ke Riko.Aku melipir ke tepi tempat yang sedikit lapang dari mereka, kulirik sekilas Rin
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more

Bab, 23.

Mobil terparkir di depan sebuah rumah mewah cat berwarna putih, Pak satpam segera membukakan pintu pagar, aku terpana melihat halamannya yang cukup luas di tanam berbagai buah-buahan.Tubuh kekar body guard yang sering ku dengar di TV, berdiri menyambut kedatangan kami."Aku kira ada hajatan atau syukuran, ya Rin, tetapi kenapa tampak sepi, kita hanya yang datang."Aku tampak terheran-heran melihat tidak ada tamu yang datang."Mungkin hanya kita saja yang di undang," jawab Ririn sembari menuntun anakku masuk sedangkan aku masih terbengong melihat rumah bak pesis istana megah, yang seumur hidup baru kali ini aku tapaki.Setelah masuk ke dalam ruangan diriku lebih terpaku lagi melihat isi rumah Pak Gibran, Ririn, Dimas tampak terkagum-kagum. Riko mempersilahkan kami duduk di sofa ruang tamu yang sangat empuk"Kalian tunggu di sini, dulu saya permisi ke dalam menemui Pak Gibran," ujar Riko lalu pergi ke belakang."Mimpi apa kita semalam, ya, Din! Datang ke rumah orang kaya. Bos atasan kit
last updateLast Updated : 2025-02-20
Read more

Bab, 24.

"I--itu punyaku waktu masih bayi," celetukku ingin meminta yang di bawa asisten rumah tangga di rumah ini.Bagaimana tidak switer yang dibuat dengan benang wol dirajut menggunakan tangan, serta kalung yang bermotif huruf D, terbuat dari manik-manik kecil, benda itu sengaja aku tinggalkan di panti asuhan, sekarang berada di sini."Ini, benar switer punya kamu? Tak sengaja aku menyuruh Wati membawa kenangan masa kecilmu dulu." Pak Gibran berbicara lalu mendadak menangis tergugu."Eh, Pak. Kenapa? Ada apa?" tanya Riko mulai panik dengan sikap Pak Gibran."Wati?! Apa betul kau yang menemukan Dinda waktu masih bayi di depan pintu panti asuhan kala waktu masih hujan?!" Pak Gibran tak mempedulikan ucapan Riko. Tangannya memegang dada, sembari terus menatap Mak Wati serius."I--iya, betul, pada waktu itu memang aku menemukan Dinda di saat malam pada waktu hujan." Mak Wati tergagap sekilas menatap wajahku sendu."Bearti, selama ini dugaanku benar, hmmm, maafkan ayahmu ini, Nak." Pak Gibran me
last updateLast Updated : 2025-02-21
Read more

Bab, 25.

Sejak kejadian itu aku akhirnya, tinggal di rumah mewah yang tak pernah aku duga, sebelumnya, aku tidak lagi bekerja menjadi karyawan sawit, malah menggantikan ayahku untuk menerima laporan, tetapi bisa saja tidak turun secara langsung ke lapangan. Namun, aku terasa jenuh berdiam diri tak ada teman di rumah, Bagas sudah di bawa oleh ayahku sekitar dua minggu yang lalu ke luar negeri. Bagas akan bersekolah di sana di sekolah terkenal dengan biaya yang mahal, ayahku semua yang handle. Sudah aku bicarakan pada ayahku, Bagas itu tidak pernah duduk di bangku SD, bagaimana dia sekolah sedangkan umurnya sudah sepuluh tahun lebih. "Tenang, dia akan ikut tes pribadi di sana, diajari berhitung serta membaca sampai bisa," ujar ayahku sehingga aku merasa tenang, semoga Bagas menjadi anak yang membanggakan orang tua nantinya. *** Banyak sepasang mata melihat perubahan diriku yang berubah drastis, mata mereka jelalatan melirik dari atas sampai bawah, Ririn tersenyum memanggilku setelah aku men
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

Bab, 26.

Asisten rumah di rumah tangga ini nampak tergopoh-gopoh berlari ke arahku. Diriku yang sedang sibuk mencatat semua gaji karyawan sawit lantas mendongak cepat."Non! Di luar temen, Non datang," celetuk Bik Surti sembari badan membungkuk."Suruh mereka masuk, Bik. Antar mereka dekat kolam renang temuin saya." Aku bergegas melangkah ke belakang setelah menyuruh Bik Surti memanggil mereka kembali masuk.Bik Surti pun mengangguk cepat, berbalik badan dan aku pun ikut meninggalkannya."Din, rupanya kau di sini, pake acara suruh, nemuin kamu di sini segala." Ririn cemberut masam sembari meletakkan tas besarnya dengan sembarang asal."Suamimu, mana? Kok nggak diajak di sini, Rin?" tanyaku lalu mengambil tas jinjing milik Ririn dan meletakkannya di meja yang tak jauh dari kolam renang."Ada, tuh lagi duduk di sofa ruang tamu, lagi males dia ke sini, Din. Enak banget, ya, jadi konglomerat kayak kamu, ketemu orang tua dapet warisan pula, eh mumpung kau sedang banyak duit kenapa nggak diceraikan
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more

Bab, 27.

Rupanya Bagas dan ayahku yang datang dengan Riko yang menjadi teman seharian sekaligus sopir ayahku. Terlihat Bagas begitu riang, serta kulit terlihat bersih dan badan berisi."Bu, kok nggak nyambut kedatangan kami di pintu." Bagas nampak cemberut dengan bibir mengerucut masam."Anak pintar, ibumu itu mungkin capek." Tawa Ayah terdengar terkekeh seraya mengusuk kepala Bagas dengan gemas."Bagaimana dengan sekolahmu di sana, Nak?" tanyaku sedikit ingin tahu tentang keseharian Bagas gimana sekolah di sana."Alhamdulilah, sekolahnya di sana lancar tidak ada kendala apapun, berhitung serta membaca, alhamduliah sudah bisa dia." Ayahku yang menyahut, tersirat rasa bangga pada cucunya."Masya Allah! Alhamdulilah, Nak. Ibu bangga padamu, semoga kau nanti menjadi anak yang sukses, ya, rajin-rajin saja belajar, kalau capek jangan lupa istirahat." Ucap syukur tiada henti terlontar di mulutku, cukup lama aku memeluk tubuhnya yang sekarang gemuk berisi.Kulirik sekilas Riko yang sedari tadi diam t
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab, 28.

Mobil terparkir rapi di depan rumah, Ibu mertuaku, eh hampir lupa wanita itu sudah aku anggap mantan mertuaku, tak sudi rasanya memanggil dengan sebutan itu lagi mengingat masa laluku yang begitu pahit bersama anaknya.Terlihat pintu rumah, bahkan jendela semua tertutup tak ada tanda-tanda kehidupan serta aktivitas di rumah ini."Kayaknya, mereka sudah tidak tinggal di sini lagi, deh. Din," ujar Ririn sembari terjingkat-jingkat karena kotoran ayam banyak tergeletak di teras.Pandanganku terlempar ke samping rumah, yang terdapat telaga kecil untuk mengambil air, di sana saksi kejadian naas yang dialami anakku Mona, yang pelakunya ayahnya sendiri."Akan aku buat hidup ayahmu sengsara, Nak." Aku membatin dalam hati, jujur hatiku sakit, air mataku menetes."Eh! Dinda mau cari, Marni, ya. Mereka tidak lagi tinggal di sini, rumah ini sudah mereka jual." Tiba-tiba datang tetangga samping rumah ini sembari matanya tiada henti menatapku."Hah! Jual?! Tinggal di mana mereka sekarang?" tanya Rir
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab, 29.

Tubuh Mas Seno menggeliat, bangun mengucek mata, tak lama itu matanya tiada henti tanpa berkedip menatapku."Noh! Anak kesayangan Ibu, tidur mulu kerjaannya, apa nggak malu apa hidup begini, nggak kerja!" cerocos Cantika, tiada henti mencemooh Mas Seno, sembari kedua tangan bersedekap di dada."Kamu bisa diam, nggak, Can? Ini ada tamu, tolong hargai," timpal Ibu lalu melempar senyum manis ke arahku.Baru kali ini aku melihat dia tersenyum padaku, mungkin taktik dia setelah aku berubah, seperti ini."Seno, Dinda mau bicara sesuatu denganmu, lekas sana cuci muka dulu." Suara ibu mertuaku tampak lembut jikalau berbicara dengan Mas Seno."Eh! Kamu, Din! Mau jemput aku, ya?" tanyanya dengan mata berbinar, aku melirik ke wajah Winda terlihat kusut masam."Tidak! Aku ke sini cuma hanya minta tanda tanganmu untuk cerai! Jikalau kau tak datang di persidangan tak masalah, aku anggap cerai ini secara ghaib," celetukku dengan jijik menatap sok baiknya ini.Dulu kemana dia, tak pernah memperlakuka
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab, 30.

"Tidak bisa begitu dong, Bu Marni, yang berbuat jahat harus dipenjara, biarpun keluarga sekalipun!" bentak Ririn Tak terima."Aku mohon, Din jangan penjarakan aku, apa kau tak kasihan dengan Ibu dan adikku?" Mas Seno menangis bersimpuh di kakiku.Aku yang terasa mulai naik pitam menendang dada Mas Seno hingga terjengkang wakaupun sudah tumbang masih tetap ingin meraih kedua kakiku."Apa kau, tak tahu malu, hah?! Memang kau manusia paling munafik yang aku temui dimuka bumi ini?! Kau bilang minta kasihan sama Ibu dan adikmu, tetapi kenapa kau tak merasa kasihan sedikit pun terhadap anak kandungmu wahai Seno yang terhormat?!" Aku benar-benar berbicara kasar di depan mukanya, aku tak peduli berapa banyak air liur yang muncrat mengenai wajahnya.Air mataku luruh bak menganak sungai, kalau mengingat ada hukum di dunia ini sudah aku habisi tubuhnya dengan melempar ke kandang harimau, mungkin binatang pun tak mau memakan manusia kejam melebihi iblis, seperti dia. "Aku, tahu aku salah aku khi
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status