All Chapters of Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan : Chapter 41 - Chapter 50

57 Chapters

Bab 41

Prosesi pemakaman Ayah mertua berjalan dengan lancar, satu-satu warga mulai meninggalkan makam dan kembali ke rumah masing-masing. Ceramah singkat Ustad Zulkifli membuat semua yang mendengar nya bersedih karena Ystad Zulkifli cukup dekat dengan Abah. Ustad Zulkifli juga mengatakan jika Abah adalah orang yang baik. Aku adalah salah satu orang yang sangat kehilangan Abah. Jika mungkin orang tuaku tak tahu tentang hal ini, mungkin aku masih merahasiakan nya hingga sekarang. Aku masih berdiri di sini menunggu ibu yang masih duduk di depan kuburan Abi yang masih basah. Wangi bunga Kamboja tercium hingga Indera penciumanku. Cuaca mendung seolah ikut berduka seperti hati kami saat ini. Rintik hujan mulai turun perlahan. Angin bertiup lembut membuat udara menjadi lebih dingin. Aku merapikan jilbab ku yang tertipu angin yang dingin. Dela dan Dira juga duduk mendampingi ibu di pusara Abi. Sedangkan Mas Dimas duduk di satu sisinya. Dari setelah Abi meninggal, aku melihat Ibu tak pernah b
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

Bab 42

Sudah seminggu kepergian Abah, selama tujuh hari pula aku berada di sana. Ibu yang memintaku untuk tetap tinggal. Walaupun sebenarnya aku sudah tak ingin bertemu dengan Mas Dimas lagi. Bertemu dengannya membuat hatiku luka, teringat akan perlakuan yang ia berikan padaku, namun saat aku menatap matanya, tak ku pungkiri rasa itu masih bersemayam di dada. Setelah kepergian Abah, Ibu sering merenung sendiri sambil memandang foto Abah yang terpajang di dinding. Aku menghampiri ibu yang sedang duduk di ruang tamu. Ibu memperbaiki duduknya dan mengusap air mata yang mengalir. Menyembunyikan kesedihannya. “Sunyi, sepi sekali.. Setelah tak ada Abah. Biasanya dia akan duduk di kursi ini sambil mengaji atau membaca kitab, “ ucap Ibu dengan suara serak. Aku hanya dia mendengar kan ibu. “Biasanya dia akan meminta Ibu untuk memijit kakinya yang sering kebas dan mati rasa. Abah terlalu cepat pergi, namun hati Ibu sudah ikhlas, Ibu sudah Ridho, “ ungkap Ibu dengan suara bergetar. Aku tak mampu
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

Bab 43

“Kamu....?? “ Aku kaget saat tidur tiba-tiba Barra yang menemukan Dompetku waktu itu, sudah ada di depanku. “Ya, saya Barra, Mbak masih ingat??” Tanya Barra. Aku mengangguk sambil mengusap air mataku. “Boleh aku duduk? “ tanyanya sambil tersenyum tipis padaku. Aku mengangguk. Pria yang berpenampilan urakan ini menghela nafas keras. “Cuacanya mendung ya?” ucapnya membuka suara. Ia menengadah ke langit dan kemudian menoleh ke arahku. “Kamu tahu saya paling tidak suka jika sudah mendung seperti ini, “ ujarnya tanpa ku tanya. Orang ini semakin menambah masalahku saja. “Saya nggak nanyak! “ ucapku ketus. Pria itu tertawa. “Saya hanya ingin memberitahu,” Ujarnya sambil tertawa kecil. “Saya nggak butuh! “ jawabku ketus. Ia hanya tertawa dan menghela nafas kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi taman. Entah kenapa tawa pria ini membuat aku kesal mendengarnya. “Terkadang kita harus melewati masalah-masalah yang besar terlebih dulu, agar kita dapat menemukan kedamaian dan keba
last updateLast Updated : 2025-03-13
Read more

Bab 44

“Mbak Naya...? “ Terdengar suara berat di ujung sana. Suara berat yang aku kenal betul itu. Siapa lagi yang memanggilku Mbak Naya dengan suara bariton itu. Preman licik. “Ada apa? “ tanyaku ketus. “Em, hanya ingin tahu kabar Mbak Naya aja, apa kabar Mbak?? “ tanyanya di seberang sana dengan nada lembut namun berat. “Buruk.” “Oh ya? Kalau boleh tahu kenapa bisa diceritakan?! Mungkin...siapa tahun aku punya solusinya.“ Preman sialan ini semakin ingin tahu saja tentang kehidupan ku membaut aku kesal dan pikiranku bertambah ruet. Aku menarik nafas dan mulia “Oke dengar ya Pak Preman yang terhormat. Hubungan kita sudah selesai saat anda sudah mengembalikan dompet saya yang terjatuh saat itu. Saya sudah mengucapkan terima kasih. Jadi saya rasa anda tak perlu lagi mencampuri kehidupan ku. Hapus nomor ponselku dikarenakan anda mengambilnya tanpa izin.” “Emang salah ya? Saya hanya ingin berteman dengan kamu, “ Ungkapnya masih saja belum menyerah. “Saya tidak butuh punya teman prema
last updateLast Updated : 2025-03-14
Read more

Bab 45

Langit mendung seperti hatiku saat ini, cuaca dingin menusuk kulit, mediasi dilakukan sore ini. Aku harus mengikuti prosedur yang telah dilakukan. Mediator akan berusaha mendamaikan kami agar tak berpisah. Itu mau Mas Dimas, itu pun bukan kemauannya yang sesungguhnya. Ada maksud tertentu di belakangnya. Aku sedang menunggu Mas Dimas di ruangan media, bolak balik ke ke pengadilan memang menyita waktu dan menguras energiku. Mediator dari pengadilan juga sudah hadir. Tapi Mas Dimas belum juga terlihat. “Jika Pak Dimas tidak hadir, mediasi akan kita tunda besok, “ ungkap Bu Wiwi. “Kita tunggu sebentar lagi ya Bu.. “ ungkapku cemas. “Baiklah.. “ Bu Wiwi menaikkan kaca matanya dan kembali menunggu. Beberapa saat kemudian Mas Dimas tiba dengan mengenakan kemeja hitam dan celana jeans. Ia terlihat rapi dan juga berpenampilan menarik, sayangnya kelakuan Mas Dimas tak sebanding dengan penampilan luarnya. Aku duduk di ruang mediasi, menatap Mas Dimas dengan perasaan campur aduk. Aku
last updateLast Updated : 2025-03-15
Read more

Bab 46

Seketika Barra yang aku kirimkan sebuah pesan langsung menghubungi aku. “Halo Naya.. Kamu baru saja mengirimkan pesan padaku kan? “ tanyanya dengan semangat yang membara. “Ya.”“Oke-oke. Aku mau, nanti kita makan ya?”“Baik, tapi setelah itu hubungan kita selesai. “ “Oke. Sesuai kesepakatan! “ ungkap Barra di ujung sana. Aku menutup sambungan telepon dari Bara. Sebenarnya aku tak ingin bertemu lagi dengan Barra, tapi demi memenuhi janjiku, agar Bara tak menganggu ku lagi. “Kamu mau kemana Nay? “ tegur Mama. “Aku keluar sebentar ya Ma. Cari angin! “ “Besok kan kamu sidang, lebih baik persiapkan mental dan tenaga untuk menghadapi hari esok, “ ucap Mama. Ia keberatan jika aku pergi. “Hanya sebentar Ma, aku pengen makan di luar, sumpek sekali rasanya di rumah terus, “ ucapku membuat alasan. Tentu saja aku tak mengatakan pada Mama jika aku akan bertemu dengan Barra nanti Mama malah memarahiku. Mama pikir aku cewek ganjen yang belum cerai sudah cari yang lain. Padahal kenyataan nya
last updateLast Updated : 2025-03-16
Read more

Bab 47

Aku kini berada di ruangan sidang, mengambil nafas berkali-kali agar tak gugup. Saat berada di kursi ini rasanya aku tak bisa bernafas dengan benar. Jantungku berdetak lebih cepat tak berirama. Tapi aku masih berusaha untuk tenang. Mama masih setia menemaniku untuk menghadiri sidang. Dialah yang selalu setia menyemangati anak satu-satunya. Karena Mama aku bisa berdiri di sini, menghadapi proses sidang yang melelahkan ini. “Kamu bisa Naya.. Kamu bisa, setelah ini kamu akan hidup lebih baik lagi, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, hidup tenang bersama Mama dan Papa, “ ucap Mama. “Nanti suatu saat Allah akan beri ganti yang lebih baik, “ ucap Mama. Aku terhenyak saat tiba-tiba Mas Dimas melangkah masuk ke ruang sidang, ternyata dia hadir. Entah apa yang ia rencanakan, aku tak tahu. Apakah mungkin dia akan menceraikan aku tanpa mempersulit prosesnya? Mustahil. Mas Dimas duduk di samping ku dan menyapaku dengan senyuman nya. Aku hanya menganggukkan kepala saja. Pak Hakim mulai
last updateLast Updated : 2025-03-17
Read more

Bab 48

“Bara?! “ gumamku. Si preman itu datang dengan gaya khas pakaiannya. Ia berdiri di sampingku sambil menatap sang Hakim. “Untuk menghadirkan saksi, penggugat harus melaporkan sebelum sudang di mulai minggu depan. Untuk hari ini sidang ditutup! “ pak Hakim mengetuk palu dan meninggalkan ruangan sidang. Sidang hari ini pun berakhir. Aku menatap tajam Mas Dimas yang ada di sampingku. Apa yang diinginkan Mas Dimas, padahal dia tak ingin bercerai? Tapi mengapa dia memfitnah ku?? “Mau apa sih Mas? Ingin merusak nama baikku, agar nama kita sama-sama jelek di mata orang iya? “ Mbak Rere memegang bahuku, begitu juga dengan Mama ikut menenangkan aku. Tapi kesabaranku terhadap Mas Dimas sudah tak bisa aku tahan lagi. “Sebelum palu diketuk oleh Hakim, kamu masih istri aku Naya! Bisa-bisanya kamu menemui preman itu!” “Mas, aku ketemu dia hanya sekedar makan saja, sama saat aku bertemu dengan Egi, kamu nggak pernah marah! Kenapa kamu malah memfitnah aku yang bukan-bukan?!“ “Fitnah katamu
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

Bab 49

~Ruangan persidangan~ Aku duduk di ruang sidang, menunggu kedatangan ibu mertuaku. Sebentar lagi sidang akan segera dimulai. Sebelum itu Barra sudah memberikan keterangan sebagai saksi, jika hubungan kami hanya sekedar kenalan biasa. Itu pun karena Barra menemukan dompetku. Aku menunggu ibu mertuaku, yang juga akan menjadi saksi dalam sidang ini. Aku tahu bahwa ibu mertuaku akan menyatakan bahwa Mas Dimas adalah seorang gay dan Mas Dimas tetap pada pendirian nya. Waktu itu, ibu ragu untuk datang ke persidangan ini karena ia malah memihak padaku, bukan pada anaknya. Bagaimana perasaan Mas Dimas jika ia tahu ibu datang untukku, bukan untuknya. Beberapa saat kemudian ibu tiba bersama Dela dan Dira. Mas Dimas agak kaget saat melihat keluarga nya datang. Ia sampai berdiri dan langsung menemui ibu. Aku juga menghampiri ibu dan mengalaminya. “Alhamdulillah.. Ibu hadir, do’akan Bu, agar Naya dan aku tak jadi bercerai, “ ucap Mas Dimas sambil melirikku. Ibu tak memberikan tanggapan
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 50

“Naya?? “ panggil Mas Dimas, membuat aku menoleh padanya. “Ya? “ Ia tertawa getir dan menatapku dengan mata berkaca-kaca. “Entah ucapan apa yang tepat aku katakan padamu, mengucapkan selamat karena kita telah bercerai atau apa, aku ngak tahu, “ ucapnya sambil tertawa kecil. “Terima kasih atas semua yang telah kamu berikan Mas, baik itu kasih sayang walaupun hanya sekejap, uang, kemewahan, juga luka yang sempat kau torehkan. Aku lega akhirnya aku bisa bercerai denganmu, walaupun sebenarnya jauh di lubuk hatiku, aku masih mencintai kamu, Mas, “ ucapku dengan perasaan yang campur aduk, seolah kata-kata ini keluar dari hati. Aku hanya tak ingin lagi bersitegang dengan Mas Dimas di saat terakhir begini. Tak ku pungkiri ada rasa sedih di hati ini, namun ini adalah jalan takdir yang harus aku pilih. “Boleh aku memelukmu untuk terakhir kalinya? “ Pinta Mas Dimas dengan suara serak. Aku tersenyum dan mengangguk. Mas Dimas memelukku erat dan mengusap punggungku lembut. “Maafkan aku
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more
PREV
123456
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status