All Chapters of Wanita Dambaan Sang Billionaire: Chapter 81 - Chapter 90

114 Chapters

81. Yang biasa terjadi

“Aku ingin kalian berpisah” Dylan menyatakan dengan nada mutlak. “Untuk sementara.”Selena tersentak. “Daddy—”“Tidak.” suara Matthias memotong dengan tajam, matanya menatap Dylan dengan intensitas berbahaya. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”Dylan menatap balik tanpa gentar. “Kau tidak punya pilihan” katanya dingin. “Selena bukan hanya milikmu. Dia anakku.”Selena menatap kedua pria itu dengan hati berdebar. Matthias, yang begitu protektif dan penuh obsesi. Dylan, yang tidak akan mundur demi keselamatannya.“Kau tahu apa yang terjadi pada ayahmu saat ini?” Dylan berucap pada MatthiasMatthias menyeringai “Itu tak ada hubungannya dengan hubunganku dan Selena”Dylan menghela napas “Mereka menargetkanmu” UcapnyaMatthias mendengus sinis. “Dan kapan itu akan terjadi? Seminggu? Sebulan? Setahun?
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

82. Pilihan Selena

Dylan mengamati putrinya yang berada dalam gendongan Matthias dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia lalu menghela napas panjang. “Bawa dia ke kamar” perintahnya singkat. “Dia pasti syok.”Matthias tak menunggu perintah kedua. Dengan mudah, ia mengangkat tubuh Selena dalam gendongannya, lalu melangkah masuk ke kamar miliknya, bukan kamar yang Selena tempati dengan Lumia“Hah....” Dylan menghela napas panjang. Matanya melirik pria yang masih sekarat di kursi, lalu meraih kembali pisaunya. “Sekarang” gumamnya dengan suara rendah dan penuh ancaman, “mari kita selesaikan urusan kita.”Disisi lain, Matthias menutup pintu dengan kakinya, membawa Selena ke tempat tidur. Ia dengan hati-hati meletakkan tubuhnya di atas kasur, menatap wajahnya yang pucat dengan sorot mata kelam.Jemarinya menyentuh pipi Selena yang dingin. “Kau terlalu rapuh untuk dunia ini, Princess…” gumamnya pelan.
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

83. Ungkapan Seorang Ayah

Selena berusaha bersikap santai saat mereka sarapan bersama. Wanita itu berusaha melupakan apa yang dilihatnya semalam, hal itu karena dia tak ingin membuat interaksinya dengan Daddynya menjadi canggung, terlebih ada mommynya.Selena tak tahu jika selama ini Mommy dan Daddynya bekerja sama dalam menghilangkan ancaman yang datang kepada keluarga mereka.Namun, sekeras apa pun Selena mencoba bersikap normal, Matthias tetap bisa membaca kegelisahannya. Mata abu-abu pria itu mengawasi setiap gerak-geriknya—cara tangannya gemetar sedikit saat menuangkan kopi, bagaimana ia tampak lebih diam dari biasanya, bahkan senyum kecil yang dipaksakannya terasa begitu kosong di mata Matthias.Dylan, di sisi lain, tampak seperti biasanya. Pria itu menyeruput kopinya dengan tenang, sesekali melirik putrinya yang jelas-jelas masih terguncang.Namun apa yang tampak dipermukaan jelas berbeda dengan apa yang hatinya rasakan sebagai seorang ayah‘kau tak bisa
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more

84. Return (21+)

Sebuah jet pribadi dari Winston Airlines sudah menunggu di landasan. Warna hitam elegannya memantulkan cahaya matahari sore, tampak mencolok di antara pesawat lain.Dylan dan Lumia berdiri di depan tangga jet, siap untuk pergi. Dylan melirik putrinya yang berdiri di samping Matthias, tangan Selena terkepal di sisi tubuhnya, seolah menahan sesuatu.Matthias berdiri tegak di sampingnya, ekspresinya tenang, tetapi matanya mengawasi setiap gerakan Dylan dan Lumia dengan seksama.Lumia mendekati Selena lebih dulu, menarik putrinya ke dalam pelukan hangat. “Jaga dirimu baik-baik, Sayang.” Suaranya lembut, tetapi ada ketegasan di dalamnya. “Selena tersenyum kecil. “Aku akan jaga diri baik-baik, mom, tak perlu khawatirkan aku, sebalinya Mommy juga jaga diri, jangan sampai sakit” Ucap SelenaLumia menatap putrinya lekat, kemudian mengelus pipinya dengan penuh kasih. “Mommy akan merindukanmu”Mereka berdua te
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more

85. Pagi yang manis

Selena tersenyum menatap pemandangan sempurna didepannya.Tubuh tegap seorang pria yang atletis, bahunya tegap dan berotot dengan pinggang yang cukup ramping. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela menyoroti garis punggungnya, membuat Selena terdiam sesaat, mengagumi siluet pria itu.Matthias berdiri di depannya, hanya mengenakan handuk dipinggangnya.Tanpa berpikir panjang, Selena melangkah lebih dekat dan melingkarkan tangannya di pinggang Matthias, memeluknya dari belakang. Ia menyandarkan kepalanya di punggung pria itu, menghirup aroma khas yang begitu familiar—kombinasi kopi, sabun, dan sesuatu yang hanya bisa ia kaitkan dengan Matthias.“kau terbangun karena aku tak disampingmu, Princess?”“Hmm” Selena menjawab dengan gumaman, tangannya bergerak meraba otot perut Matthias dan dia bisa merasakan otot itu tegang“Kau sadar dengan yang kau lakukan, Princess?” gumam Matthias, suaranya terdengar ser
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

86. Irritating

Matthias mengerutkan kening, menatap rak di depannya dengan ekspresi bingung yang jarang terlihat di wajahnya. Berbagai merek dan jenis barang wanita yang berjejer rapi, masing-masing dengan deskripsi yang nyaris terdengar seperti kode rahasia baginya.Night use, panjang, dan bersayap… Itulah permintaan Selena dan nampaknya butuh waktu agak lama untuk Matthias menemukannya.Matthias menghela napas, mengangkat satu kemasan, lalu membaca keterangannya dengan serius. ‘Super ultra slim, wing, 29 cm’.Oke… ini mungkin yang dimaksud Selena. Atau bukan?Dia mengambil satu lagi. ‘Overnight, extra dry, 35 cm, heavy flow’.‘Kenapa banyak sekali pilihannya? Kenapa ini lebih sulit daripada memilih senjata?’ Sialnya lagi, Matthias lupa membawa handphone untuk menghubungi Selena dan menanyakan merek apa yang wanitanya itu biasa gunakan“Walton”Matthias menatap pria yang paling tak ia su
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more

87. Aku marah!

"Sampai kapan kau bermain peran menggelikan ini, Parker?" Ucapnya lalu pintu tertutup, menyisakan Stevan yang membeku didalam liftUntuk beberapa saat tatapan Stevan menajam, ada kegilaan yang terlihat disana sebelum akhirnya dia terkekeh kerasSuara tawanya menggema di dalam ruang lift yang sempit. Wajah hangatnya kini berganti menjadi aesuatu yang lebih gelap, lebih berbahaya. Senyumannya tidak lagi tampak ramah—melainkan penuh dengan sesuatu yang Matthias pasti akan kenali jika dia melihatnya.Obsesi.Stevan menyandarkan kepalanya ke dinding lift, menghela napas panjang sebelum terkekeh sekali lagi. “Ah, Walton… Kau benar-benar membuat ini semakin menyenangkan.”Denting lembut menandakan lift sampai di lantainya. Saat pintu terbuka, Stevan melangkah keluar dengan santai, memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Namun, tatapannya tetap tajam, penuh dengan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.&l
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

88. Mulai bergerak

Mobil Matthias memasuki sebuah pekarangan halaman luas saat pagar besi hitam itu terbuka. Lampu-lampu pilar yang berjajar di sepanjang jalan masuk menerangi malam, menampilkan kemegahan arsitektur klasik dengan sentuhan modern dari mansion yang berdiri megah di depannya.Begitu mesin dimatikan, Matthias keluar dari mobil tanpa terburu-buru. Seorang pelayan segera menghampiri, membukakan pintu, tetapi Matthias hanya mengangguk kecil sebelum melangkah masuk ke dalam rumah. Suara langkah sepatunya menggema di lantai marmer yang mengilap“Tuan Walton” seorang pria yang sudah cukup berumur menyambutnya dengan postur tegapMatthias mengangguk “Halland sudah datang?” tanyanyaSmith, pria yang menjawab sebagai kepala pelayan itu mengangguk “Tuan Halland sudah menunggu Anda diruang kerja, Tuan”Matthias tidak membuang waktu. Dengan langkah mantap, ia berjalan melewati lorong panjang yang diterangi lampu gantung kristal, m
last updateLast Updated : 2025-03-12
Read more

89. Bertindak bodoh

Selena uring-uringan, selain karena dia tak memiliki kelas ataupun karena datang bulan tetapi juga karena Matthias tak ada di apartemen. Selena hanya duduk di ruang tamu sambil menonton televisi dengan cemilanDia menghela napas panjang, memeluk bantal sofa sambil menatap layar televisi dengan malas. Acara yang diputar bahkan tidak menarik perhatiannya sedikit pun. Yang ada di kepalanya sekarang hanya satu hal—atau lebih tepatnya, satu orang.Matthias.Pria itu pergi tanpa banyak penjelasan setelah menerima telepon. Tidak ada kata-kata manis seperti biasa, tidak ada ciuman sekilas di keningnya, hanya sebuah kalimat singkat, “Aku harus pergi sebentar.”Sebentar?Sudah hampir lima jam sejak ia pergi.Selena mengerucutkan bibirnya, melempar bantal ke samping, dan bangkit dari sofa. Ia berjalan ke dapur, membuka kulkas, lalu menutupnya kembali setelah menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang benar-benar ingin ia makan.Sel
last updateLast Updated : 2025-03-13
Read more

90. Pulau terpencil

"Bodoh! Bisa-bisanya pengawal seperti kalian kehilangan wanitaku" Matthias menghajar dua pria yang ditugaskannya sebagai pengawal SelenaMatthias tidak menahan amarahnya. Tinju kerasnya menghantam wajah salah satu pengawal, membuat pria itu jatuh tersungkur ke lantai dengan darah mengalir dari sudut bibirnya.Satu pria lagi mencoba berbicara, tetapi sebelum dia sempat membuka mulut, pukulan Matthias yang berikutnya mendarat tepat di rahangnya, membuatnya terhuyung ke belakang."Bodoh!" geram Matthias. Napasnya berat, matanya berkilat dengan kemarahan yang begitu pekat. "Kalian hanya punya satu tugas—mengawasi Selena! Dan kalian bahkan tidak bisa melakukan itu?!"Kedua pria itu tidak berani membela diri. Mereka tahu bahwa kesalahan seperti ini tidak bisa dimaafkan.Halland berdiri di sisi ruangan, tidak ikut campur. Dia tahu jika Matthias sedang seperti ini, lebih baik membiarkannya melampiaskan amarah dulu sebelum berbicara logis.Matt
last updateLast Updated : 2025-03-13
Read more
PREV
1
...
789101112
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status