Home / Rumah Tangga / Mertua Masa Gini? / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Mertua Masa Gini?: Chapter 21 - Chapter 30

44 Chapters

Nggak boleh protes!

šŸ’Aisyah menyiapkan bekal untuk Raja, walau masih dua tahunan usianya lalu bersekolah, Daffa tetap meminta Raja bawa bekal sendiri. Kotak makan dimasukan ke dalam tas kecil berbentuk pesawat. Raja baru bangun tidur digendong Daffa yang hendak berangkat kerja. "Jumat besok ada kegiatan berkunjung ke sea world, aku cuti jadi bisa temani Daffa. Kamu di sini aja." Raja dipangku duduk di kursi meja makan. Aisyah mengangguk patuh, ia berdiri di dekat bak cuci piring. "Sarapan Raja mana?" Daffa melempar pandangan tajam. Aisyah lupa. Ia menepuk keningnya, lalu mengeluarkan bubur ayam buatannya dari microwave. Raja suka karena rasanya gurih kaldu sapi. Aisyah memasak sejak pukul tiga. "Ini, Mas." Aisyah meletakkan mangkuk bentuk anak singa warna orange. Raja pindah duduk di kursi kusus bayi, Daffa menyuapi Raja sambil menikmati sarapannya yang ia beli sendiri setiap malam. Aisyah bagaimana? Tetap berdiri memperhatikan, belum makan. Hanya minum teh. "Kamu bisa siapin baju Raja untuk hari
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Stalking Henggar

šŸ’Mobil sedan melaju pelan setelah mendekati satu bangunan ruko di kawasan perumahan kalangan menengah ke atas. Keempat wanita paruh baya saling melempar pandangan ke arah bangunan berlantai dua dengan desain modern minimalis mediterania. "Ini kantornya, Ndis?" celetuk Yunni. "Iya kayaknya," sahut Gendis seraya melongok ke arah luar dari balik kaca mobil. Tangannya masih memegang kemudi, tubuhnya condong ke depan juga. "Terus, kita ngapain? Ndis, kalau suami dan anakku tau, bisa diomelin aku? Pergi lama-lama," keluh Soraya. Gendis menoleh ke belakang. "Nanti aku yang ngomong sama suami dan anak-anakmu," sewotnya. Lain dengan Endah yang oke oke aja, apalagi jika izin perginya dengan Gendis, pasti semua aman terkendali. "Tujuan kamu apa sih, Ndis. Kalau emang Henggar tulus dan sayang sama Kirana, kenapa kamu nggak restuin?" Soraya mau memperjelas tujuan mereka memata-matai Henggar. Gendis menyandarkan tubuh pada jok mobil yang diduduki, jemarinya mengetuk kemudi seraya berpikir
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Dapur darurat

šŸ’Tengah malam terdengar kegaduhan saat hujan lebat datang melanda. Agung membangunkan Gendis yang pulas tertidur di sampingnya. "Apa, sih, Yahhh," keluh Gendis karena mengantuk luar biasa. Jam menunjukan angka dua dini hari."Ibuuu! Banjirrr!" teriak Nanda. "Ayahhh! Buruan keluar!" sambungnya. Gendis membuka mata lebar, ia lihat-lihatan dengan suaminya. Agung berjalan ke jendela, melihat ke arah luar rumahnya. Jalanan mulai tergenang air. "Beneran banjir, Yah?" Gendis ikut mengintip. Benar saja, warga sudah ramai keluar rumah, air menggenang semata kaki tapi berjalan pelan. Buru-buru keduanya keluar kamar. Nanda dan Kirana sudah berdiri di depan pagar rumah menggunakan payung. Dua jam berlalu, listrik tak padam, hal itu membuat warga tak terlalu panik. Jam empat pagi, hujan juga berhenti, menyisakan dinginnya air juga angin. "RT sebelas sampai tiga belas kerendem, Gung," ujar Samsudin, tetangga sebelah kanan persis. "Pak RW udah info buat kasih tau warga yang bisa bantu evakuas
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Relawan komplek

šŸ’"Bu, udah, lah, Bu," tegur Kirana dari arah belakang. Sontak Gendis menoleh, ia letakkan ember di bawah dengan raut wajah kesal. Bu Sukun basah kuyup, ia marah-marah dan akan memperkarakan masalah ini. Gendis berkacak pinggang, "apa! Lapor polisi! Lapor! Banyak saksi yang lihat kelakuan kamu dan denger ocehanmu! Lagian polisi kayak nggak ada kerjaan lain urus perkara begini! Kamu berubah Bu Sukun! Udah ditegur Pak RW dan warga, masih wataknya nggak berubah!" Bu Sukun dan Gendis saling lempar tatapan penuh emosi. Kirana menenangkan Gendis lagi, akhirnya Bu RW meminta Bu Sukun pergi saja dengan baik-baik. Setelah biar kerok pergi, Kirana baru memperkenalkan Henggar ke Gendis. Henggar mengernyit, "kayaknya, saya pernah lihat Ibu, belum lama ini?" tukasnya. Ya iyalah, kemarin kan ke kafe yang sama. "Ah, salah lihat kali," kilah Gendis. "Mau makan? Ambil di sana ya, udah disiapin, kok. Ayah sama Nanda udah makan, Kak?" ujar Gendis mengalihkan obrolan. Yuni, Endah dan Soraya berbali
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Kartu keluarga dan CV Henggar

šŸ’Kejadian banjir selesai. Kegiatan bersih-bersih komplek juga sudah dikerjalan gotong royong. Kehidupan kembali normal, bahkan hati seorang ayah seperti Agung. Saat ia berangkat kerja bersama Kirana, keduanya terlibat percakapan serius di dalam mobil. "Henggar ...," jedanya. Kirana menoleh ke Agung dengan cepat. "Nggak ke rumah? Udah seminggu dari terakhir ketemu." Kirana terkekeh, "kenapa, Yah. Kangen?" ledeknya. Agung menggeleng tapi raut wajahnya menunjukkan ia tak sebal lagi. "Ayah mau minta Henggar ke rumah? Buat apa?" Kirana cukup terkejut dengan pertanyaan ayahnya itu. "Ya, biar makin kenal aja. Kalian udah lama dekat? Apa udah naik ke level selanjutnya?" Kirana lagi-lagi tersenyum. "Apa Ayah percaya kalau Kiran bilang udah jadian?" "Nggak," ujar Agung cepat. "Tuh, tau. Kiran mana mungkin sih, Yah, jalan tanpa ACC orang tua. Nggak mau ambil resiko Ibu ngomel terus sepanjang hari dari senin sampe minggu." Agung membenarkan dengan anggukan kepala. "Dari pada mantan kam
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Pengaruh Kirana

šŸ’Henggar duduk menatap kedua adiknya yang sengaja ia ajak bertemu di satu kedai kopi rekomendasi Kirana karena tempatnya tak begitu ramai lalu lalang orang di hari kerja. Tak bisa berkata apa-apa lagi, Henggar menahan kesal karena dua adiknya tak mau membantu mengurus mamanya yang sakit. "Mas Henggar kan tau gue sibuk, kerjaan gue sebagai manajemen tim nasional nggak akan cocok waktunya buat urus Ibu," keluh Kelana, adik laki-lakinya. "Gue juga, Mas. Mas Henggar tau gue banyak tawaran show sekarang semenjak masuk agencynya Mbak Judid. Gue lagi proses buat ajang asia bahkan internasional. Nggak akan bisa fokus urus Mama, Mas. Apa nggak bisa cari perawat?" usul Andini, adik perempuannya. "Mama, yang lahirin kalian, lho. Kalian nggak pernah kasih perhatian semenjak milih keluar dari rumah, hidup sendiri. Kalian pikir Mama mau jauh dari kalian? Seminggu sekali juga nggak ada kalian hubungi Mama atau Papa," tegas Henggar dengan kedua mata melotot walau suaranya terdengar pelan. Meja
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

Daffa main tangan

šŸ’Tropi dengan gelar suami terbodoh pantas diberikan kepada Daffa. Lelaki itu ternyata sedang mengawasi Yasmin yang membawa Raja menghabiskan waktu liburan sekolah selama dua minggu di rumahnya. Sebelum ini terjadi, Daffa dan Yasmin memang beberapa kali bertemu untuk membahas Raja, bukan hal lain. Akan tetapi, Daffa masih tenggelam dalam masa lalunya. Yasmin sendiri sudah bahagia dengan suami baru, jika memang karena dirinya Daffa jadi sedikit 'gila' ya ... Yasmin minta maaf. Lagi pula semua pilihan, menurutnya. Bolak balik Kirana menelpon Daffa tapi selalu diabaikan. Daffa yang sabtu itu tidak bekerja, membuntuti Yasmin bersama suami baru membawa Raja bermain di playground yang ada di mal. Daffa mau memastikan anaknya gembira. Hanya dari jauh, Daffa melihat jika Raja memang tak boleh dipisahkan dari ibu kandungnya walau Aisyah juga menyayangi Raja begitu tulus. Kepalanya seperti baru dipukul dengan teflon andalan Gendis, Daffa ingat tentang Aisyah yang sejak dua hari lalu cekco
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

Sendirian

šŸ’"B-bu ...," sapa Aisyah gugup. Ia salim punggung tangan Gendis yang sudah berdandan cantik centar membahana sengan kemeja bunga-bunga setaman. "Mana Daffa?" Pertanyaan super malas yang Aisyah harus jawab. "Ibu mau kemana?" Aisyah coba mengalihkan. "Jalan-jalan, dong. Sama grup PKK RW. Kereta jam enam lima belas, dari pada telat, Ibu lebih baik sampai duluan. Sekarang masih jam lima kurang, kamu mau kemana?!" Gendis itu tidak bisa dibohongi. Apalagi seketika sorot matanya menajam menatap ke wajah menantunya. Aisyah juga memakai baju ala kadarnya alias hanya celana training dan kaos rumahan. Membawa tas berisi pakaian juga dompet. Tak bisa berkutik. Kepala Aisyah tertunduk pelan. Gendis merangkul Aisyah, ia bawa ke mushola di dalam stasiun. Tangis Aisyah pecah dalam pelukan mertuanya. Gendis bukan hanya sedih, tapi marah berlipat-lipat kepada putra sulungnya. Ketegaran Gendis dibutuhkan Aisyah, ia menangkup wajah basah menantunya. "Tunggu di sini, Ibu pesan tiket kereta tambah
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Sesi curhat Daffa

šŸ’Senin pagi, Gendis dan Agung sudah menjemput Daffa di unit apartemen. Daffa memakai kaos kerah dipadu celana panjang santai, bahkan memakai sandal. "Bener-bener wis koyo wong ilang akal, Bang ... Bang ... elinggg," umpat Gendis kesal. Ia menggamit lengan Daffa saat berjalan ke arah lift menuju ke bawah. Sudah seperti takut Daffa kabur. Agung gemas juga, ia jitak kepala anaknya dari belakang yang hanya bisa mengaduh sambil mengusap kepalanya pelan. "Kamu tuh, kalau Ibumu ngomong dengerin. Kalau dikasih tau, jalanin, bukan malah lawan. Kualat begini, kan, Bang," jeda Agung saat sudah berada di dalam lift. "Kalau kantor tempatmu kerja tiba-tiba pecat kamu apa nggak makin ruwet?" sambungnya."Udah, Yah. Kita cuci otak dan pikiran Daffa ke psikiater. Kalau nggak mempan, Ibu yang cuci sendiri pake mesin cuci sekalian!" Masih bernada tinggi, Daffa diam tak mau membantah. Di mobil, Gendis lagi-lagi memberi wejangan. "Nanti cerita semuanya, kamu itu butuh wadah untuk curhat, Bang. Mau k
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Live streaming

šŸ’Kehamilan Adinda sudah masuk bulan ke empat. Acara pengajian diadakan di rumah orang tuanya, Gendis dan keluarga hadir ke sana. Suasana penuh kehangatan, Raffa beruntung mendapatkan mertua yang keduanya dokter tapi tidak sombong. Bahkan, setiap minggu membuka praktek di klinik samping rumahnya secara gratis! Mau orang berduit atau nggak, semua dilayani maksimal. "Kenapa lo, Bang?" Raffa duduk di samping Daffa yang terus diam sejak acara dimulai hingga berakhir di jam empat sore itu. "Kepikiran Aisyah," tukas Daffa. Raffa tertawa sinis tak lupa menggeleng heran. "Aneh?" sinis Daffa. "Iya, lah. Obat dari psikiater manjur berarti, lo bisa sadar." Raffa meregangkan tubuh dengan mengangkat kedua tangan ke atas. "Udah cari kemana dia? Nggak tanya Bu Laras atau Mbak Nilam?" usul Raffa. Daffa segera menolak cepat, bisa kacau jika keluarga istrinya tau kondisi rumah tangganya. "Ya mana mungkin juga, sih, Aisyah bakal jujur bilang pernikahan lo berdua itu aneh." Raffa bersedekap, ia mena
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more
PREV
12345
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status