Share

Dapur darurat

Author: Rianievy
last update Last Updated: 2025-01-17 07:06:13

šŸ’

Tengah malam terdengar kegaduhan saat hujan lebat datang melanda. Agung membangunkan Gendis yang pulas tertidur di sampingnya.

"Apa, sih, Yahhh," keluh Gendis karena mengantuk luar biasa. Jam menunjukan angka dua dini hari.

"Ibuuu! Banjirrr!" teriak Nanda. "Ayahhh! Buruan keluar!" sambungnya. Gendis membuka mata lebar, ia lihat-lihatan dengan suaminya. Agung berjalan ke jendela, melihat ke arah luar rumahnya. Jalanan mulai tergenang air.

"Beneran banjir, Yah?" Gendis ikut mengintip. Benar saja, warga sudah ramai keluar rumah, air menggenang semata kaki tapi berjalan pelan.

Buru-buru keduanya keluar kamar. Nanda dan Kirana sudah berdiri di depan pagar rumah menggunakan payung.

Dua jam berlalu, listrik tak padam, hal itu membuat warga tak terlalu panik. Jam empat pagi, hujan juga berhenti, menyisakan dinginnya air juga angin.

"RT sebelas sampai tiga belas kerendem, Gung," ujar Samsudin, tetangga sebelah kanan persis. "Pak RW udah info buat kasih tau warga yang bisa bantu evakuas
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Relawan komplek

    šŸ’"Bu, udah, lah, Bu," tegur Kirana dari arah belakang. Sontak Gendis menoleh, ia letakkan ember di bawah dengan raut wajah kesal. Bu Sukun basah kuyup, ia marah-marah dan akan memperkarakan masalah ini. Gendis berkacak pinggang, "apa! Lapor polisi! Lapor! Banyak saksi yang lihat kelakuan kamu dan denger ocehanmu! Lagian polisi kayak nggak ada kerjaan lain urus perkara begini! Kamu berubah Bu Sukun! Udah ditegur Pak RW dan warga, masih wataknya nggak berubah!" Bu Sukun dan Gendis saling lempar tatapan penuh emosi. Kirana menenangkan Gendis lagi, akhirnya Bu RW meminta Bu Sukun pergi saja dengan baik-baik. Setelah biar kerok pergi, Kirana baru memperkenalkan Henggar ke Gendis. Henggar mengernyit, "kayaknya, saya pernah lihat Ibu, belum lama ini?" tukasnya. Ya iyalah, kemarin kan ke kafe yang sama. "Ah, salah lihat kali," kilah Gendis. "Mau makan? Ambil di sana ya, udah disiapin, kok. Ayah sama Nanda udah makan, Kak?" ujar Gendis mengalihkan obrolan. Yuni, Endah dan Soraya berbali

    Last Updated : 2025-01-17
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Kartu keluarga dan CV Henggar

    šŸ’Kejadian banjir selesai. Kegiatan bersih-bersih komplek juga sudah dikerjalan gotong royong. Kehidupan kembali normal, bahkan hati seorang ayah seperti Agung. Saat ia berangkat kerja bersama Kirana, keduanya terlibat percakapan serius di dalam mobil. "Henggar ...," jedanya. Kirana menoleh ke Agung dengan cepat. "Nggak ke rumah? Udah seminggu dari terakhir ketemu." Kirana terkekeh, "kenapa, Yah. Kangen?" ledeknya. Agung menggeleng tapi raut wajahnya menunjukkan ia tak sebal lagi. "Ayah mau minta Henggar ke rumah? Buat apa?" Kirana cukup terkejut dengan pertanyaan ayahnya itu. "Ya, biar makin kenal aja. Kalian udah lama dekat? Apa udah naik ke level selanjutnya?" Kirana lagi-lagi tersenyum. "Apa Ayah percaya kalau Kiran bilang udah jadian?" "Nggak," ujar Agung cepat. "Tuh, tau. Kiran mana mungkin sih, Yah, jalan tanpa ACC orang tua. Nggak mau ambil resiko Ibu ngomel terus sepanjang hari dari senin sampe minggu." Agung membenarkan dengan anggukan kepala. "Dari pada mantan kam

    Last Updated : 2025-01-18
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Pengaruh Kirana

    šŸ’Henggar duduk menatap kedua adiknya yang sengaja ia ajak bertemu di satu kedai kopi rekomendasi Kirana karena tempatnya tak begitu ramai lalu lalang orang di hari kerja. Tak bisa berkata apa-apa lagi, Henggar menahan kesal karena dua adiknya tak mau membantu mengurus mamanya yang sakit. "Mas Henggar kan tau gue sibuk, kerjaan gue sebagai manajemen tim nasional nggak akan cocok waktunya buat urus Ibu," keluh Kelana, adik laki-lakinya. "Gue juga, Mas. Mas Henggar tau gue banyak tawaran show sekarang semenjak masuk agencynya Mbak Judid. Gue lagi proses buat ajang asia bahkan internasional. Nggak akan bisa fokus urus Mama, Mas. Apa nggak bisa cari perawat?" usul Andini, adik perempuannya. "Mama, yang lahirin kalian, lho. Kalian nggak pernah kasih perhatian semenjak milih keluar dari rumah, hidup sendiri. Kalian pikir Mama mau jauh dari kalian? Seminggu sekali juga nggak ada kalian hubungi Mama atau Papa," tegas Henggar dengan kedua mata melotot walau suaranya terdengar pelan. Meja

    Last Updated : 2025-01-19
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Daffa main tangan

    šŸ’Tropi dengan gelar suami terbodoh pantas diberikan kepada Daffa. Lelaki itu ternyata sedang mengawasi Yasmin yang membawa Raja menghabiskan waktu liburan sekolah selama dua minggu di rumahnya. Sebelum ini terjadi, Daffa dan Yasmin memang beberapa kali bertemu untuk membahas Raja, bukan hal lain. Akan tetapi, Daffa masih tenggelam dalam masa lalunya. Yasmin sendiri sudah bahagia dengan suami baru, jika memang karena dirinya Daffa jadi sedikit 'gila' ya ... Yasmin minta maaf. Lagi pula semua pilihan, menurutnya. Bolak balik Kirana menelpon Daffa tapi selalu diabaikan. Daffa yang sabtu itu tidak bekerja, membuntuti Yasmin bersama suami baru membawa Raja bermain di playground yang ada di mal. Daffa mau memastikan anaknya gembira. Hanya dari jauh, Daffa melihat jika Raja memang tak boleh dipisahkan dari ibu kandungnya walau Aisyah juga menyayangi Raja begitu tulus. Kepalanya seperti baru dipukul dengan teflon andalan Gendis, Daffa ingat tentang Aisyah yang sejak dua hari lalu cekco

    Last Updated : 2025-01-19
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Sendirian

    šŸ’"B-bu ...," sapa Aisyah gugup. Ia salim punggung tangan Gendis yang sudah berdandan cantik centar membahana sengan kemeja bunga-bunga setaman. "Mana Daffa?" Pertanyaan super malas yang Aisyah harus jawab. "Ibu mau kemana?" Aisyah coba mengalihkan. "Jalan-jalan, dong. Sama grup PKK RW. Kereta jam enam lima belas, dari pada telat, Ibu lebih baik sampai duluan. Sekarang masih jam lima kurang, kamu mau kemana?!" Gendis itu tidak bisa dibohongi. Apalagi seketika sorot matanya menajam menatap ke wajah menantunya. Aisyah juga memakai baju ala kadarnya alias hanya celana training dan kaos rumahan. Membawa tas berisi pakaian juga dompet. Tak bisa berkutik. Kepala Aisyah tertunduk pelan. Gendis merangkul Aisyah, ia bawa ke mushola di dalam stasiun. Tangis Aisyah pecah dalam pelukan mertuanya. Gendis bukan hanya sedih, tapi marah berlipat-lipat kepada putra sulungnya. Ketegaran Gendis dibutuhkan Aisyah, ia menangkup wajah basah menantunya. "Tunggu di sini, Ibu pesan tiket kereta tambah

    Last Updated : 2025-01-20
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Sesi curhat Daffa

    šŸ’Senin pagi, Gendis dan Agung sudah menjemput Daffa di unit apartemen. Daffa memakai kaos kerah dipadu celana panjang santai, bahkan memakai sandal. "Bener-bener wis koyo wong ilang akal, Bang ... Bang ... elinggg," umpat Gendis kesal. Ia menggamit lengan Daffa saat berjalan ke arah lift menuju ke bawah. Sudah seperti takut Daffa kabur. Agung gemas juga, ia jitak kepala anaknya dari belakang yang hanya bisa mengaduh sambil mengusap kepalanya pelan. "Kamu tuh, kalau Ibumu ngomong dengerin. Kalau dikasih tau, jalanin, bukan malah lawan. Kualat begini, kan, Bang," jeda Agung saat sudah berada di dalam lift. "Kalau kantor tempatmu kerja tiba-tiba pecat kamu apa nggak makin ruwet?" sambungnya."Udah, Yah. Kita cuci otak dan pikiran Daffa ke psikiater. Kalau nggak mempan, Ibu yang cuci sendiri pake mesin cuci sekalian!" Masih bernada tinggi, Daffa diam tak mau membantah. Di mobil, Gendis lagi-lagi memberi wejangan. "Nanti cerita semuanya, kamu itu butuh wadah untuk curhat, Bang. Mau k

    Last Updated : 2025-01-20
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Live streaming

    šŸ’Kehamilan Adinda sudah masuk bulan ke empat. Acara pengajian diadakan di rumah orang tuanya, Gendis dan keluarga hadir ke sana. Suasana penuh kehangatan, Raffa beruntung mendapatkan mertua yang keduanya dokter tapi tidak sombong. Bahkan, setiap minggu membuka praktek di klinik samping rumahnya secara gratis! Mau orang berduit atau nggak, semua dilayani maksimal. "Kenapa lo, Bang?" Raffa duduk di samping Daffa yang terus diam sejak acara dimulai hingga berakhir di jam empat sore itu. "Kepikiran Aisyah," tukas Daffa. Raffa tertawa sinis tak lupa menggeleng heran. "Aneh?" sinis Daffa. "Iya, lah. Obat dari psikiater manjur berarti, lo bisa sadar." Raffa meregangkan tubuh dengan mengangkat kedua tangan ke atas. "Udah cari kemana dia? Nggak tanya Bu Laras atau Mbak Nilam?" usul Raffa. Daffa segera menolak cepat, bisa kacau jika keluarga istrinya tau kondisi rumah tangganya. "Ya mana mungkin juga, sih, Aisyah bakal jujur bilang pernikahan lo berdua itu aneh." Raffa bersedekap, ia mena

    Last Updated : 2025-01-21
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Perkara Investasi

    šŸ’"Makanya, mulai sekarang kalau Ibu kasih tau dengerin. Jangan ngeyel lagi, Bang. Kamu anak pertama tapi kelakuan kayak anak bungsu. Berubah, ya. Kasihan Raja kalau lebih bangga sama Papa sambungnya ketimbang kamu." Gendis membantu Daffa memakai kemeja kerja. Ringisan Daffa mewakilkan jika bahunya masih terasa sakit. "Kita cari Aisyah kemana, Bu? Ibu bisa tau gugatan lanjut dari mana?"Aduh! Kacau. Gendis harus cari alasan kuat. "Jadi ... pengacaranya Aisyah ke rumah. Pikirnya kamu di rumah Ibu, semalam datangnya. Ayahmu juga ketemu. Lha dikasih tau kalau gugatan sudah berlanjut, surat panggilan sidang nanti dikirim. Pengacaranya itu bahas harta gono gini. Ya, Ibu sama Ayah mana tau, kan. Jadi nanti pengacara itu mau ketemu kamu." Gendis memasang kancing kemeja sambil ketar ketir. "Aisyah punya uang buat bayar pengacara?" Yah, pertanyaan menjebak. Gendis harus hati-hati. "Mungkin. Kita kan nggak tau istrimu dapat uang dari mana. Pake penyangganya lagi, Bang. Kamu kerja naik tak

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Kesabaran Aisyah

    šŸ’Mengubah sifat manusia itu tidak akan semudah diharapkan. Tiga bulan tinggal bersama mertua, Aisyah dan Daffa masih berada di kondisi yang sama. Ditambah lagi Gendis setiap saat bisa dikatakan selalu bawel tentang banyak hal yang membuat Aisyah mulai tak bisa bergerak bebas. Pagi itu ia bangun lebih awal karena harus mandi besar setelah melayani Daffa malamnya. Daffa tidak kasar atau tergesa-gesa sehingga kandungan Aisyah aman-aman saja. Masih memakai handuk di kepala untuk mengeringkan rambut, Aisyah ingin memasak bekal Daffa kerja. Sedangkan untuk sarapan suaminya terbiasa hanya menikmati bubur gandum, susu dan roti selai kacang karena tak ada waktu jika sarapan berat. Ia harus naik kereta paling pagi sampai ke Bogor. Hal itu sudah dilakukan tiga bulan ini semenjak masa dinas di kota itu entah kepastian berakhirnya kapan. Aisyah menuang air panas ke dalam mangkuk berisi bubuk gandum, diaduk sebentar sebelum ditambah madu dan potongan buah pisang. Setelahnya diletakkan di mej

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Dituduh aji mumpung

    šŸ’Kadar hemoglobin Aisyah rendah, hal itu yang menyebabkan ia jatuh pingsan. Hamil muda memang seringnya banyak yang mendadak darah rendah. Infusan dipasang di punggung tangan sebelah kiri. Aisyah masuk kamar rawat bersebelahan dengan kamar Adinda. Perlahan, ia membuka mata. Didapati Daffa duduk di samping ranjang sedang menatapnya intens. "A-ku, pingsan?" lirihnya parau. Daffa hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Oh," sambungnya lirih, lantas membuang pandangan ke arah lain. Ditatap seperti itu oleh Daffa rasanya hati Aisyah ketar ketir. "Hemoglobin kamu rendah, masa sampai enam. Kamu nggak minum vitamin dari dokter?" tegur Daffa. "Minum, kok. Kamu aja yang nggak pernah tau." Aisyah menjawab dengan takut-takut tapi jujur. "Semua marahin aku, Syah." Hela napas panjang terdengar, membuat Aisyah mau tak mau menoleh ke arah suaminya. "Mereka bilang aku nggak becus jadi suami, cuek ke kamu."Emang gitu, kan? Baru sadar kamu! batin Aisyah dongkol. "Ibu Laras tau kamu dirawat. Ibu

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Adinda melahirkan, Aisyah pingsan

    šŸ’Menyambut kelahiran cucu pasti keluarga senang, ya walau ada juga keluarga yang menganggap hal itu biasa saja. Gendis menyuruh suami bibi yang bekerja di rumah memindahkan barang Kirana ke kamar Nanda, lalu mengganti dengan beberapa barang kepunyaan Aisyah dan Daffa yang dibawa dari apartemen. "Bu, hari ini nggak masak, kan?" tukas bibi. "Nggak usah, Bi. Beli aja atau nanti saya minta karyawan rumah makan antar. Bibi lihat Aisyah kemana?" Sedari tadi Gendis memang tak lihat menantunya itu. "Aisyah ke rumah lama, katanya mau lihat aja."Gendis menghela napas panjang, ia tau Aisyah sedih karena rumah itu sudah dibeli orang lain. Laras minta menetap di kota pelajar bersama Nilam, lebih tenang katanya. "Mau saya susulin, Bu?" usul bibi. "Nggak usah. Biarin aja." Gendis memantau suami bibi menggeser meja rias sedangkan bibi merapikan pakaian Daffa dan Aisyah ke dalam lemari. Kirana yang kini tinggal di rumah Henggar bersama kedua mertuanya terlihat disambut dengan baik. Kirana te

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Tak bisa memahami

    šŸ’"Yakin mau ikut pindah?" Saat berjalan kaki dengan menenteng bubur ketan hitam, Daffa kembali memastikan kesiapan Aisyah. "Aku bisa aja lama di sana." Aisyah menoleh sejenak sebelum kembali menatap jalanan sepi di depannya. "Mas Daffa nggak suka aku ikut? Bukannya istri harus setia temani suaminya dinas kemanapun? Ya, kecuali kalau kamunya emang nggak mau karena bisa bebas.""Bebas maksudnya?" Daffa menghentikan langkah kakinya. Aisyah memijat pelipisnya sejenak sebelum berkata-kata. "Gini, Mas. Kita sama-sama tau kalau pernikahan ini karena Ibu. Bukan karena perasaan masing-masing kita. Mas Daffa sikapnya juga aneh, punya istri kayak nggak punya. Oke nggak apa-apa kalau emang kamu belum ada perasaan ke aku, tapi kenapa kamu hamilin aku?" tatap nanar Aisyah. Daffa diam saja. "Nggak bisa jawab apa nggak mau jawab apa emang aku dijadiin pelampiasan aja?" Aisyah lanjut berjalan, meninggalkan Daffa yang masih diam mematung. "Syah, aku juga bingung sama perasaan aku!" ujar Daffa sed

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Ngidam

    šŸ’Pernikahan Kirana dan Henggar tinggal menghitung hari. Keluarga Daffa masih tidak tau jika Aisyah hamil. Rahasia itu tetap tersimpan rapat padahal Kirana gatal ingin membeberkan. "Mas Daffa, besok bisa temenin cek kandungan?" Aisyah menatap penuh kepasrahan. Sorot matanya sayu karena tau jawabannya Daffa apa. "Yah, besok, ya. Aku harus urus cuti dan kerjaan mau nggak mau dikejar. Kamu sendiri aja kayak biasanya bisa, kan? Aku transfer uangnya." Daffa meraih ponsel yang tergeletak di meja makan apartemen, tapi gerakannya ditahan Aisyah dengan tangan. "Nggak usah, Mas. Masih banyak uang dari kamu. Cukup. Mmm, kalau sekarang temenin aku beli makan malam sate padang di depan, mau?" Aisyah mencoba lagi. Daffa menatap sendu lalu menunjuk laptop yang menyala. "Oh, banyak ya kerjaannya. Yaudah nggak apa-apa, aku beli sendiri. Tadi Yasmin telepon, kasih tau kalau Raja nanti langsung ke tempat acara Kirana aja. Nggak bisa kalau nginep karena ada les piano sama renang." Aisyah meraih dom

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Pelantikan ketua PKK

    šŸ’ Agung sampai hampir tersedak saat Gendis cerita keributannya dengan Bu Sukun di tempat penjual bahan brokat dan kain. Sambil membersihkan tetesan kopi yang jatuh di celana pendek santainya dengan tisu, Agung menatap takjub karena istrinya tampak tenang. "Bu, kamu sama Bu Sukun nggak bisa akur sebentar? Ya memang, warga tau siapa dia apalagi banyak yang bilang suka omongin tetangga melulu."Gendis berdecak, "akur sama orang yang lidahnya enteng buat omongin si A, B, C muter lagi begitu-begitu aja nggak bisa dong, Yah. Sesekali kasih pelajaran! " Kalimat penuh penekanan itu dirasa ada benarnya. "Aku udah pernah tegur Pak Sukun, tapi dia nggak bisa apa-apa kecuali pasrah."Gendia tertawa meremehkan. "Itulah, Yah. Kalau suami apa-apa iya aja ke istrinya. Cuma dipake buat jadi sapi perah. Bu Sukun kalau suaminya nggak kasih apa yang dia mau, kan, suka cerita ke Bu Bagiyo sambil melas-melas nangis kayak hidupnya paling menderita sejagad raya. Habis itu, Bu Bagiyo nanti kasih salam tem

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Peraturan Gendis terbaru

    šŸ’Bukannya Aisyah tak suka rumah tangganya diketahui mertua, tapi rasanya ia mulai sedikit risih. Gendis baik, mertua yang sayang tanpa pandang bulu mau itu anak kandung atau menantu. Bahkan, kucing buluk tak terurus aja, Gendis bisa bawa ke petshop, dirawat sampai sehat setelah itu bebas diadopsi pencinta kucing tanpa minta dibayar apapun. Daffa sudah pernah bilang, urusan rumah tangganya biar urusan pribadi, jangan sampai orang tua tau. Maunya begitu, tapi tampaknya sinyal Gendis terlalu kuat. "Kok bengong?!" Kirana melambaikan tangan di depan wajah Aisyah. Aisyah menatap, "Kirana, boleh, ya, aku bener-bener minta ke kamu Ibu jangan tau kalau Mas Daffa begini dan aku hamil." "Iya, tapi kamu juga usaha terus sampai Bang Daffa luluh, Syah. Dia suamimu. Aku yakin Yasmin udah dia lupain, cuma emang Abangku itu lagi kedistraksi entah dengan apa. Bisa aja kerjaan. Dia pingin kejar karir." Kirana mencoba memberi pandangannya. Aisyah tersenyum tipis, ia patenkan untuk bisa membuat suam

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Ketahuan Kirana

    Gendis bukannya ingin ikut campur tangan urusan anak dan menantu, hanya saja memang ia tak suka jika ada permasalahan tapi dirinya tak tau. Pada dasarnya, ia mau keluarganya selalu dalam keadaan baik-baik saja walau ia turut campur. "Bu, Dinda malah jadi repotin Ibu kalau begini," desah Adinda tak enak hati. Gendis menggeleng, ia bersikeras meminjamkan satu mobil miliknya untuk Raffa dan Adinda. "Mama Dinda mau bantu, Dinda tolak, Bu," lanjutnya. "Terserah. Pokoknya Ibu nggak mau menantu dan cucu Ibu kesusahan apalagi karena ulah anak Ibu. Raffa bikin emosi aja." Gendis memangku bantal sofa. Dari arah kamar, Agung keluar membawa kunci mobil dan STNK. "Ini, Raf," ujarnya meletakkan kunci mobil. "Jangan nyusahin istri dan anakmu. Niatmu baik tapi caramu salah. Bikin malu Ayah dan Ibu," ketus Agung tak kalah gregetan. Raffa setengah hati, tapi terpaksa menerima kunci mobil sedan merah milik Gendis, jika mobil Agung dipakai bekerja sehari-hari. "Nah, mumpung lagi kumpul. Kiran mau bah

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Jual asset, mau tak mau.

    "Kamu ngapain?" Raffa mengucek matanya karena baru bangun tidur. Ia mendapati Adinda duduk di meja makan, padahal masih jam empat subuh. Raffa biasa olahraga sebelum sholat, hanya olahraga kecil di teras depan rumah. "Mantau trafic orang-orang yang mau lihat mobilku. Siapa tau ada yang mau beli, Raf." Adinda meneguk susu hamil buatannya. Mug warna merah muda sudah beberapa waktu ini menjadi kesayangannya. "Kamu serius mau jual mobil?" Raffa tak percaya, dengan wajah bantal juga rambut acak-acakkan, ia duduk di kursi bersebelahan dengan istrinya yang lekat menatap laptop. Adinda menjawab dengan anggukan. "Harus cepat laku. Aku pusing sama semua tagihan-tagihan kamu." Raffa mendesah, bersandar lemah pada kursi meja makan yang diduduki. Ia jadi tak enak sendiri dengan istrinya, hadiah mobil itu Raffa berikan begitu ikhlas walau harus mencicil karena memang istrinya butuh dan suka. Akan tetapi baru beberapa bulan digunakan kini harus dijual. "Nggak usah, lah, sampai jual asset, Nda.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status