Share

Sendirian

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-20 06:52:18

šŸ’

"B-bu ...," sapa Aisyah gugup. Ia salim punggung tangan Gendis yang sudah berdandan cantik centar membahana sengan kemeja bunga-bunga setaman.

"Mana Daffa?" Pertanyaan super malas yang Aisyah harus jawab.

"Ibu mau kemana?" Aisyah coba mengalihkan.

"Jalan-jalan, dong. Sama grup PKK RW. Kereta jam enam lima belas, dari pada telat, Ibu lebih baik sampai duluan. Sekarang masih jam lima kurang, kamu mau kemana?!"

Gendis itu tidak bisa dibohongi. Apalagi seketika sorot matanya menajam menatap ke wajah menantunya. Aisyah juga memakai baju ala kadarnya alias hanya celana training dan kaos rumahan. Membawa tas berisi pakaian juga dompet.

Tak bisa berkutik. Kepala Aisyah tertunduk pelan. Gendis merangkul Aisyah, ia bawa ke mushola di dalam stasiun.

Tangis Aisyah pecah dalam pelukan mertuanya. Gendis bukan hanya sedih, tapi marah berlipat-lipat kepada putra sulungnya. Ketegaran Gendis dibutuhkan Aisyah, ia menangkup wajah basah menantunya.

"Tunggu di sini, Ibu pesan tiket kereta tambah
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Sesi curhat Daffa

    šŸ’Senin pagi, Gendis dan Agung sudah menjemput Daffa di unit apartemen. Daffa memakai kaos kerah dipadu celana panjang santai, bahkan memakai sandal. "Bener-bener wis koyo wong ilang akal, Bang ... Bang ... elinggg," umpat Gendis kesal. Ia menggamit lengan Daffa saat berjalan ke arah lift menuju ke bawah. Sudah seperti takut Daffa kabur. Agung gemas juga, ia jitak kepala anaknya dari belakang yang hanya bisa mengaduh sambil mengusap kepalanya pelan. "Kamu tuh, kalau Ibumu ngomong dengerin. Kalau dikasih tau, jalanin, bukan malah lawan. Kualat begini, kan, Bang," jeda Agung saat sudah berada di dalam lift. "Kalau kantor tempatmu kerja tiba-tiba pecat kamu apa nggak makin ruwet?" sambungnya."Udah, Yah. Kita cuci otak dan pikiran Daffa ke psikiater. Kalau nggak mempan, Ibu yang cuci sendiri pake mesin cuci sekalian!" Masih bernada tinggi, Daffa diam tak mau membantah. Di mobil, Gendis lagi-lagi memberi wejangan. "Nanti cerita semuanya, kamu itu butuh wadah untuk curhat, Bang. Mau k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Syukuran = berbagi

    šŸ’"BURUAAANNN!" teriak Gendis, wanita berusia lima puluh tahun berdiri berkacak pinggang di ruang tamu rumah dengan empat kamar."Ya ampun, Bu ... sabarrrr!" balas Nanda, anak keempatnya yang masih SMA kelas dua.Grabak grubuk heboh di dalam rumah pasti terdengar setiap harinya. Tanpa terkecuali!"Bu, santai sedikit, lah," bisik Agung, suaminya sembari menepuk bahu Gendis."Ssstt! Diem, kamu, Yah! Anak-anak kalau nggak diteriakin leletttt kayak siput! Kamu ke mobil duluan aja," perintah Gendis."Pake mobil yang mana, Bu?" Agung menghadap ke gandungan kunci kendaraan tergantung rapi."Truk pasir aja!" sahutnya enteng masih menatap empat anaknya yang mondar mandir, ada yang ambil sepatu, dandan tipis-tipis di meja makan, minum kopi sambil sisiran. Rame pokoknya rameee!Agung hanya bisa tertawa pelan lantas berjalan ke garasi setelah membawa kunci."Abang Daffa! Mana topi toganya! Buruan itu kopi habisin! Yang mau wisuda geraknya lambat banget! Hih!" kesal Gendis seraya menghampiri Daf

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Kacamata orang lain

    šŸ’"Siapa yang belum masukin baju ke mesin cuciii!" teriak Gendis dari belakang rumah, tepatnya tempat jemuran dan cuci baju.Nanda lompat dari atas kasur, ia buka keranjang baju kotor. Sudah kosong. Aman .... Ia lantas membuka pintu kamar, masuk tanpa mengetuk ke kamar Raffa."Bang Raffa! Baju lo!" pelotot Nanda."Udah kaleee, lo lihat noh keranjang baju, kosong. Bang Daffa kayaknya, langganan bikin alarm Ibu bunyi." Raffa sedang bermain gitar akustik sambil duduk di depan meja belajarnya."Okeh!" Nanda berjalan ke keranjang baju kotor lainnya masih di kamar Raffa karena Daffa satu kamar dengan adiknya itu."Bener, Bang. Abang lo keterlaluan. Sekarang kemana Bang Daffa?!" Nanda bersiap membawa keranjang baju kotor ke belakang."Ke rumah Yasmin. Eh, Nda, bilang Ibu ... restuin aja Abang kita, Bang Daffa juga udah karyawan tetap kan. Feeling gue nggak enak.""Maksudnya?" Nanda membopong keranjang baju kotor dengan tenang."Intinya, Bang Daffa bego kalau udah bucin. Kirana kemana?""Kak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Bahan gosip

    šŸ’"Makanya, saya juga kaget. Kok mendadak banget tau-tau siraman si Daffa." Bu Sukun, warga di ujung jalan yang memang doyan ghibahin tetangga berbisik-bisik dengan temannya saat berjalan kaki hendak menuju ke rumah Gendis.Kurang dari satu bulan persiapan selesai. Tentu saja buru-buru sebelum perut Yasmin nantinya semakin membesar.Gendis sangat menjaga nama baik keluarganya. Tak mengapa ia dan Agung menanggung semua biaya pernikahan.Tenda terpasang apik nuansa warna abu-abu muda dan putih. Di depan rumah ada janur kuning hingga hiasan anyaman dari daun kelapa.Tetangga satu RT diundang acara siraman. Esok hari akad nikah lalu resepsi siang harinya.Seragam keluarga dipilih Gendis warna ungu tua. Gendis begitu cantik dengan sanggul khas jawa, dua anak perempuannya juga berdandan yang sama.Daffa sudah bersiap keluar dari dalam rumah menuju ke tempat siraman yang ada di halaman rumah.Pemandu acara mulai memandu, Daffa berjalan keluar dari dalam rumah didamping ketiga adiknya. Ia ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Sidak

    šŸ’6 bulan setelah Daffa menikah, putra sulungnya itu jarang ke rumah Gendis. Hanya dua kali dan itu membuat Gendis mulai gemas."Yah, aku mau ke rumah Daffa," pamitnya saat Agung hendak berangkat kerja."Mau ngapain?" Agung sudah berjalan ke teras rumah diikuti Gendis yang tampak rapi."Pingin aja." Jawaban Gendis tak bisa meruntuhkan kecurigaan Agung. Kedua mata menyipit ke arah sang istri. "Iya, iya ... mau cek aja apa mereka baik-baik aja. Kandungan Yasmin juga udah delapan bulan, kan? Dari acara nujuh bulanan kemarin, nggak ada kabar. Mana kita nggak diundang," geram Gendis."Yaudah, lah, Bu ... mungkin Yasmin mau sama keluarganya." Agung membuka pintu mobil."Ya nggak bisa, lah. Itu kan juga cucuku!" protes Gendis tersinggung."Terus kamu ke sana naik apa?" Agung sudah bersiap menghidupkan mesin mobil."Taksi aja, biar cepet. Dari sana mampir ke toko, mau meeting launching menu baru." Gendis menyalim punggung tangan Agung, dibalas Agung mencium kening istrinya."Hati-hati, Yah!"

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Enggan membantu

    šŸ’"Ibu kamu kenapa sampai begini ke aku, Daf? Apa hidup kita selalu diawasi Ibu?" Keluh kesah dilontarkan Yasmin. Keduanya berdiri berhadapan."Niat Ibu baik, Yasmin. Cuma memang Ibu orangnya begitu, kamu juga nggak mau coba dekati Ibu, kan? Padahal semua ini Ibu yang siapin."Yasmin tertawa miris, "jadi karena Ibu udah fasilitasi semua, sampai urusan di dalam kamar diatur juga?! Ya nggak gitu, Daf. Aku nggak mau, ya, Ibu ke sini lagi. Terserah kamu mau marah apa nggak. Aku lama-lama kesel sama Ibu!" Nada bicara Yasmin meninggi. Ia masuk ke dalam kamar, meninggalkan Daffa dalam kebingungan.Kenapa Yasmin begini setelah nikah? Apa karena hormon ibu hamil? batin Daffa seraya menundukkan kepala.Perkara besok harus bayar cicilan kartu kredit saja ia masih tak tau bayar dari uang apa. Ditambah Yasmin merajuk seperti itu.Daffa berjalan ke arah meja makan, di atas meja sudah ada masakan ibunya. Walau hanya gulai daging sapi dan tumis sayur selada air.Senyum Daffa merekah, ia ambil piring

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Mau nggak mau

    šŸ’Bulan yang ditunggu tiba, Daffa menghubungi Gendis jika Yasmin akan melahirkan. Mereka sudah di rumah sakit sejak siang hari."Bu, ayo ke sana," ajak Agung yang tampak tak sabaran."Iya, tunggu dong, Yah, masih rapihin rambut. Bagusan di jepit tengah apa di cepol terus kasih jepitan?" Gendis bersolek di depan cermin meja rias."Apa aja Ibu selalu cantik," puji Agung."Halah gombal." Gendis menahan senyum. Ia cepol rambutnya, lantas menyematkan jepitan rambut bentuk bunga. "Oke siap. Dressku bagus juga kan, Yah, nggak norak warnanya?""Nggak, ayo buruan. Kasihan Daffa pasti nungguin kita.""Nungguin buat apa? Minta dibayarin biaya lahirannya? Mbel gedes, maaf ya, nggak, deh." Gendis lalu menenteng tas tangan yang berisi macam-macam, dari tisu kering, tisu basah, minyak angin, lengkap pokoknya.Agung mendengkus, Gendis benar-benar akan memberi pelajaran sendiri untuk anaknya.Nanda dijemput di tempat les, masih memakai seragam sekolah, remaja itu masuk ke dalam mobil. Ia menyapa kedu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Bu Sukun cari perkara

    šŸ’Gendis tak peduli jika ia dibenci Yasmin, bodo amat. Apalagi ia yang biayai persalinan sampai pulang ke rumah, bahkan aqiqah pun, Gendis yang biayai atas dasar sedekah ke cucu.Seharusnya jadi urusan Daffa, tetapi karena uang Daffa tak cukup, jadilah Gendis dan Agung lagi yang biayai.Kedua orang tua Yasmin ya petantang petenteng saja, seolah ikut terlibat. Bahkan saat acara aqiqah satu pekan setelah Yasmin melahirnya, keluarga ibunya Yasmin banyak diundang hadir.Gendis yang peka, dengan santai memesan semua urusan aqiqah di tempat kenalannya juga. Jadi tak ada keluarga yang rewel minta jatah bungkus makanan.Yuni, Endah, Soraya turun tangan membantu Gendis mengatur acara.Kirana asik duduk sambil menggendong keponakannya saat acara aqiqah selesai. Di sampingnya sang kekasih hati memperhatikan sambil tersenyum."Buruan resmiin," celoteh Daffa, ia duduk di dekat Kirana."Bang Raffa dulu, lah. Masa gue lompatin Kakak sendiri." Kirana mengusap pelan pipi bayi tampan itu."Nggak papa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12

Bab terbaru

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Sesi curhat Daffa

    šŸ’Senin pagi, Gendis dan Agung sudah menjemput Daffa di unit apartemen. Daffa memakai kaos kerah dipadu celana panjang santai, bahkan memakai sandal. "Bener-bener wis koyo wong ilang akal, Bang ... Bang ... elinggg," umpat Gendis kesal. Ia menggamit lengan Daffa saat berjalan ke arah lift menuju ke bawah. Sudah seperti takut Daffa kabur. Agung gemas juga, ia jitak kepala anaknya dari belakang yang hanya bisa mengaduh sambil mengusap kepalanya pelan. "Kamu tuh, kalau Ibumu ngomong dengerin. Kalau dikasih tau, jalanin, bukan malah lawan. Kualat begini, kan, Bang," jeda Agung saat sudah berada di dalam lift. "Kalau kantor tempatmu kerja tiba-tiba pecat kamu apa nggak makin ruwet?" sambungnya."Udah, Yah. Kita cuci otak dan pikiran Daffa ke psikiater. Kalau nggak mempan, Ibu yang cuci sendiri pake mesin cuci sekalian!" Masih bernada tinggi, Daffa diam tak mau membantah. Di mobil, Gendis lagi-lagi memberi wejangan. "Nanti cerita semuanya, kamu itu butuh wadah untuk curhat, Bang. Mau k

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Sendirian

    šŸ’"B-bu ...," sapa Aisyah gugup. Ia salim punggung tangan Gendis yang sudah berdandan cantik centar membahana sengan kemeja bunga-bunga setaman. "Mana Daffa?" Pertanyaan super malas yang Aisyah harus jawab. "Ibu mau kemana?" Aisyah coba mengalihkan. "Jalan-jalan, dong. Sama grup PKK RW. Kereta jam enam lima belas, dari pada telat, Ibu lebih baik sampai duluan. Sekarang masih jam lima kurang, kamu mau kemana?!" Gendis itu tidak bisa dibohongi. Apalagi seketika sorot matanya menajam menatap ke wajah menantunya. Aisyah juga memakai baju ala kadarnya alias hanya celana training dan kaos rumahan. Membawa tas berisi pakaian juga dompet. Tak bisa berkutik. Kepala Aisyah tertunduk pelan. Gendis merangkul Aisyah, ia bawa ke mushola di dalam stasiun. Tangis Aisyah pecah dalam pelukan mertuanya. Gendis bukan hanya sedih, tapi marah berlipat-lipat kepada putra sulungnya. Ketegaran Gendis dibutuhkan Aisyah, ia menangkup wajah basah menantunya. "Tunggu di sini, Ibu pesan tiket kereta tambah

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Daffa main tangan

    šŸ’Tropi dengan gelar suami terbodoh pantas diberikan kepada Daffa. Lelaki itu ternyata sedang mengawasi Yasmin yang membawa Raja menghabiskan waktu liburan sekolah selama dua minggu di rumahnya. Sebelum ini terjadi, Daffa dan Yasmin memang beberapa kali bertemu untuk membahas Raja, bukan hal lain. Akan tetapi, Daffa masih tenggelam dalam masa lalunya. Yasmin sendiri sudah bahagia dengan suami baru, jika memang karena dirinya Daffa jadi sedikit 'gila' ya ... Yasmin minta maaf. Lagi pula semua pilihan, menurutnya. Bolak balik Kirana menelpon Daffa tapi selalu diabaikan. Daffa yang sabtu itu tidak bekerja, membuntuti Yasmin bersama suami baru membawa Raja bermain di playground yang ada di mal. Daffa mau memastikan anaknya gembira. Hanya dari jauh, Daffa melihat jika Raja memang tak boleh dipisahkan dari ibu kandungnya walau Aisyah juga menyayangi Raja begitu tulus. Kepalanya seperti baru dipukul dengan teflon andalan Gendis, Daffa ingat tentang Aisyah yang sejak dua hari lalu cekco

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Pengaruh Kirana

    šŸ’Henggar duduk menatap kedua adiknya yang sengaja ia ajak bertemu di satu kedai kopi rekomendasi Kirana karena tempatnya tak begitu ramai lalu lalang orang di hari kerja. Tak bisa berkata apa-apa lagi, Henggar menahan kesal karena dua adiknya tak mau membantu mengurus mamanya yang sakit. "Mas Henggar kan tau gue sibuk, kerjaan gue sebagai manajemen tim nasional nggak akan cocok waktunya buat urus Ibu," keluh Kelana, adik laki-lakinya. "Gue juga, Mas. Mas Henggar tau gue banyak tawaran show sekarang semenjak masuk agencynya Mbak Judid. Gue lagi proses buat ajang asia bahkan internasional. Nggak akan bisa fokus urus Mama, Mas. Apa nggak bisa cari perawat?" usul Andini, adik perempuannya. "Mama, yang lahirin kalian, lho. Kalian nggak pernah kasih perhatian semenjak milih keluar dari rumah, hidup sendiri. Kalian pikir Mama mau jauh dari kalian? Seminggu sekali juga nggak ada kalian hubungi Mama atau Papa," tegas Henggar dengan kedua mata melotot walau suaranya terdengar pelan. Meja

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Kartu keluarga dan CV Henggar

    šŸ’Kejadian banjir selesai. Kegiatan bersih-bersih komplek juga sudah dikerjalan gotong royong. Kehidupan kembali normal, bahkan hati seorang ayah seperti Agung. Saat ia berangkat kerja bersama Kirana, keduanya terlibat percakapan serius di dalam mobil. "Henggar ...," jedanya. Kirana menoleh ke Agung dengan cepat. "Nggak ke rumah? Udah seminggu dari terakhir ketemu." Kirana terkekeh, "kenapa, Yah. Kangen?" ledeknya. Agung menggeleng tapi raut wajahnya menunjukkan ia tak sebal lagi. "Ayah mau minta Henggar ke rumah? Buat apa?" Kirana cukup terkejut dengan pertanyaan ayahnya itu. "Ya, biar makin kenal aja. Kalian udah lama dekat? Apa udah naik ke level selanjutnya?" Kirana lagi-lagi tersenyum. "Apa Ayah percaya kalau Kiran bilang udah jadian?" "Nggak," ujar Agung cepat. "Tuh, tau. Kiran mana mungkin sih, Yah, jalan tanpa ACC orang tua. Nggak mau ambil resiko Ibu ngomel terus sepanjang hari dari senin sampe minggu." Agung membenarkan dengan anggukan kepala. "Dari pada mantan kam

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Relawan komplek

    šŸ’"Bu, udah, lah, Bu," tegur Kirana dari arah belakang. Sontak Gendis menoleh, ia letakkan ember di bawah dengan raut wajah kesal. Bu Sukun basah kuyup, ia marah-marah dan akan memperkarakan masalah ini. Gendis berkacak pinggang, "apa! Lapor polisi! Lapor! Banyak saksi yang lihat kelakuan kamu dan denger ocehanmu! Lagian polisi kayak nggak ada kerjaan lain urus perkara begini! Kamu berubah Bu Sukun! Udah ditegur Pak RW dan warga, masih wataknya nggak berubah!" Bu Sukun dan Gendis saling lempar tatapan penuh emosi. Kirana menenangkan Gendis lagi, akhirnya Bu RW meminta Bu Sukun pergi saja dengan baik-baik. Setelah biar kerok pergi, Kirana baru memperkenalkan Henggar ke Gendis. Henggar mengernyit, "kayaknya, saya pernah lihat Ibu, belum lama ini?" tukasnya. Ya iyalah, kemarin kan ke kafe yang sama. "Ah, salah lihat kali," kilah Gendis. "Mau makan? Ambil di sana ya, udah disiapin, kok. Ayah sama Nanda udah makan, Kak?" ujar Gendis mengalihkan obrolan. Yuni, Endah dan Soraya berbali

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Dapur darurat

    šŸ’Tengah malam terdengar kegaduhan saat hujan lebat datang melanda. Agung membangunkan Gendis yang pulas tertidur di sampingnya. "Apa, sih, Yahhh," keluh Gendis karena mengantuk luar biasa. Jam menunjukan angka dua dini hari."Ibuuu! Banjirrr!" teriak Nanda. "Ayahhh! Buruan keluar!" sambungnya. Gendis membuka mata lebar, ia lihat-lihatan dengan suaminya. Agung berjalan ke jendela, melihat ke arah luar rumahnya. Jalanan mulai tergenang air. "Beneran banjir, Yah?" Gendis ikut mengintip. Benar saja, warga sudah ramai keluar rumah, air menggenang semata kaki tapi berjalan pelan. Buru-buru keduanya keluar kamar. Nanda dan Kirana sudah berdiri di depan pagar rumah menggunakan payung. Dua jam berlalu, listrik tak padam, hal itu membuat warga tak terlalu panik. Jam empat pagi, hujan juga berhenti, menyisakan dinginnya air juga angin. "RT sebelas sampai tiga belas kerendem, Gung," ujar Samsudin, tetangga sebelah kanan persis. "Pak RW udah info buat kasih tau warga yang bisa bantu evakuas

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Stalking Henggar

    šŸ’Mobil sedan melaju pelan setelah mendekati satu bangunan ruko di kawasan perumahan kalangan menengah ke atas. Keempat wanita paruh baya saling melempar pandangan ke arah bangunan berlantai dua dengan desain modern minimalis mediterania. "Ini kantornya, Ndis?" celetuk Yunni. "Iya kayaknya," sahut Gendis seraya melongok ke arah luar dari balik kaca mobil. Tangannya masih memegang kemudi, tubuhnya condong ke depan juga. "Terus, kita ngapain? Ndis, kalau suami dan anakku tau, bisa diomelin aku? Pergi lama-lama," keluh Soraya. Gendis menoleh ke belakang. "Nanti aku yang ngomong sama suami dan anak-anakmu," sewotnya. Lain dengan Endah yang oke oke aja, apalagi jika izin perginya dengan Gendis, pasti semua aman terkendali. "Tujuan kamu apa sih, Ndis. Kalau emang Henggar tulus dan sayang sama Kirana, kenapa kamu nggak restuin?" Soraya mau memperjelas tujuan mereka memata-matai Henggar. Gendis menyandarkan tubuh pada jok mobil yang diduduki, jemarinya mengetuk kemudi seraya berpikir

  • Mertua Masa Gini?Ā Ā Ā Nggak boleh protes!

    šŸ’Aisyah menyiapkan bekal untuk Raja, walau masih dua tahunan usianya lalu bersekolah, Daffa tetap meminta Raja bawa bekal sendiri. Kotak makan dimasukan ke dalam tas kecil berbentuk pesawat. Raja baru bangun tidur digendong Daffa yang hendak berangkat kerja. "Jumat besok ada kegiatan berkunjung ke sea world, aku cuti jadi bisa temani Daffa. Kamu di sini aja." Raja dipangku duduk di kursi meja makan. Aisyah mengangguk patuh, ia berdiri di dekat bak cuci piring. "Sarapan Raja mana?" Daffa melempar pandangan tajam. Aisyah lupa. Ia menepuk keningnya, lalu mengeluarkan bubur ayam buatannya dari microwave. Raja suka karena rasanya gurih kaldu sapi. Aisyah memasak sejak pukul tiga. "Ini, Mas." Aisyah meletakkan mangkuk bentuk anak singa warna orange. Raja pindah duduk di kursi kusus bayi, Daffa menyuapi Raja sambil menikmati sarapannya yang ia beli sendiri setiap malam. Aisyah bagaimana? Tetap berdiri memperhatikan, belum makan. Hanya minum teh. "Kamu bisa siapin baju Raja untuk hari

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status