Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Chapter 501 - Chapter 510

All Chapters of Benih Papa Sahabatku: Chapter 501 - Chapter 510

516 Chapters

Bab 362. Disita

"Enggak ...." Tentu saja ibu Ros berkilah akan tuduhan Bianca. "Enggak minta uang. Tante juga tau diri, Bianca. Sekarang kan Nida bukan menantu Tante lagi," sambung ibu Ros tersenyum kaku. Bianca tak sepenuhnya percaya. Dulu, Nida pernah bercerita jika mertuanya selalu minta uang. "Masa? Sukurlah kalau Tante tau diri. Lah terus, ngapain Tante pengen ketemu sama Nida?" Bianca penasaran. Bertanya lagi tentang alasan ibu Ros yang tiba-tiba datang ke kantor. Ibu Ros sempat salah tingkah namun ia berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat gugup di depan Bianca yang tak lain saudara Nida. "Tante pengen ketemu dia mau nanyain kapan jadwal sidang perceraiannya. Tante mau datang," ujar ibu Ros tersenyum kaku. "Kenapa nanyainnya ke Nida? Kenapa enggak tanya sama anak Tante yang tukang selingkuh itu?" sindir Bianca yang tak ingin pergi meninggalkan ibu Ros. Dari dulu, Bianca tak suka dengan wanita yang telah melahirkan Hanif. Bianca masih ingat betul saat dirinya berkunjung ke
last updateLast Updated : 2025-04-27
Read more

Bab 363. Diturunkan

"Mbak, emangnya Mbak jarang setor ke Bank?" cecar Haifa yang berjalan di belakang kakaknya. "Enggak. Mbak kan enggak ada uang, Fa.""Tapi, kan ... tiap bulan Mbak Nida kasih kita uang, Mbak. Baru bulan ini dia enggak kasih uang. Harusnya uang dari Mbak Nida sebagian buat setor ke Bank. Kenapa sih Mbak ceroboh banget? Udah begini, kita mau tinggal di mana, Mbak?""Diam!" sentak Hanifa tak terima diingatkan adiknya. Haifa terkejut, menelan saliva. Tubuhnya seketika menegang. "Jangan banyak omong. Sekarang cepat kemasi pakaianmu! Kita harus pergi dari sini.""Ma, kita pergi kemana?"Pertanyaan anaknya tak dihiraukan Hanifa. Anak kedua ibu Ros itu tampak kebingungan. Hanifa masuk ke dalam kamar, begitu pula Haifa. Mereka bergegas mengemasi pakaian ke dalam koper. Hampir lima belas menit, kakak beradik serta anak-anaknya keluar rumah. Membawa dua koper. Satu koper berisi pakaiannya dan satu koper lagi berisi pakaian anak-anak. Langkah kaki Haifa terhenti. Ia berbelok masuk ke dalam kamar
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more

Bab 364. Bertemu di Halte Bus

Hati Haifa begitu sakit, ditelantarkan oleh kakak kandungnya sendiri. Padahal saat ini selain sang suami, Hanifa-lah yang dijadikan Haifa bergantung. Mendengar pertanyaan anaknya, Haifa agak berjongkok, membelai wajah Rafasya. "Nak, kita akan tinggal di tempat baru. Kita tunggu papa datang dulu, ya? Sekarang kita duduk di situ." Haifa mengajak anak semata wayangnya duduk di kursi panjang halte bus. Ia berusaha menahan air mata. Tidak ada tempat baginya untuk berlindung selain pada Rangga. Haifa mencoba menghubungi lelaki yang tengah asik minum-minuman bersama wanita lain. Gelak tawa Rangga terhenti mendengar handphone-nya kembali berdering. Lelaki tukang selingkuh itu memberi isyarat pada dua wanita paenghibur agar tidak bersuara. Suara musik juga di-mute. "Udah dapat tempat tinggal yang baru?" tanya Rangga tanpa basa-basi. Haifa merunduk, menghela napas berat, berusaha tetap tegar. "Be-belum. Mas, bisa enggak ke sini dulu? Aku dan Rafa di halte dekat lokasi proyek. Nanti aku share
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more

Bab 365. Dijadikan Pembantu

"Mbak, tadi aku bilang ke mas Rangga kalau kami akan menunggunya di halte. Duh, Mbak. Gimana kalau dia ....""Astaghfirullahalazhim, Haifa," sela Nida saat adik kandung Hanif itu masih saja mencemaskan suami yang sudah berulang kali mengkhianati cintanya. "Haifa, kamu masih mencemaskan laki-laki itu? Bukankah dia udah berulang kali selingkuh?"Sungguh, Nida tak habis pikir pada Haifa. Dia tahu betul kalau Rangga sudah berulang kali berselingkuh bahkan ada yang sudah punya anak. Namun, Haifa benar-benar dibutakan oleh cintanya pada Rangga. "Maaf, Mbak. Kata mas Rangga, dia mau berubah." Suara Haifa terdengar pelan, namun masih bisa terdengar di telinga Nida. Nida memijat pelipis. Ia baru satu kali diselingkuhi Hanif saja, sangat jijik jika harus menjalin rumah tangga lagi. Ini Haifa, sudah berulang kali bahkan Rangga terang-terangan telah menghamili wanita lain. "Berubah apanya? Kamu tau enggak, sekarang suamimu ada di mana?" tanya Nida menoleh sekilas pada adik Hanif itu. Ya sebetu
last updateLast Updated : 2025-04-28
Read more

Bab 366. Memeluk Sampai Pagi

"Maksud Friska bukan ngejadiin kamu pembantu, Nifa," ralat Hanif, khawatir kemarahan adiknya itu meledak malam-malam. Walau sebetulnya maksud Friska memang demikian. Sampai jam sebelas malam Hanif tak bisa tidur karena memikirkan pesan Friska untuk Hanifa. "Bukan jadi pembantu gimana?" tentang Hanifa melipat kedua tangan di depan dada. "Udah jelas, dia nyuruh aku bantuin Mbok Tarmi masak dan beres-beres rumah. Kalau bukan pembantu terus apa? Asisten rumah tangga? Sama aja, Mas!" tukas Hanifa sengit. Hanif panik dengan intonasi suara Hanifa yang meninggi. Dia menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya agar Hanifa dapat bicara pelan, tidak berisik. Sesekali Hanif melongok ke atas, memastikan jika istrinya tidak keluar kamar. "Bicaramu pelan aja, Nifa. Nanti kalau Friska bangun, bisa ribut tengah malam," tegur Hanif pada adik pertamanya. Muka Hanifa melengos ke arah lain. Ia benar-benar tak suka dengan Friska yang sombong itu. "Masih untung, Friska mau menerimamu tinggal di rumah i
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

Bab 367. Terima Kasih

Pagi hari, Rina terkejut dengan anak kecil yang keluar dari kamar tamu. "Hei, kamu siapa, tampan? Mau cari siapa?" tanya Rina pada Rafa yang berdiri di dinding pembatas dapur dan ruang makan. Tina yang sedang mencuci piring menoleh pada anaknya. Rina membungkukkan badan di depan anak berusia sekitar lima tahunan. "Aku lapel, Ante ...." Jawaban bocah yang masih cadel itu membuat Tina dan Rina tersenyum. Rina dengan penuh kasih sayang menggendong Rafa, mendudukkan di atas kursi dapur. "Bu, apakah anak ini anaknya Mbak Haifa yang semalam Ibu ceritain?" tanya Rina setengah berbisik pada wanita yang telah melahirkannya. "Iya, Nak. Kamu buatin dia susu dulu. Ibu mau masak buat sarapannya.""Iya, Bu. Sebentar ya, Adek. Ante bikinin susu yang enaaakk sekali. Adek mau?"Dengan cepat, Rafasya menganggukkan kepala. "Mau, Ante."Walaupun baru mengenal dan bertemu dengan Rafasya tapi Rina sangat mudah membuat anak kecil itu merasa nyaman di dekatnya. ""Ya Tuhan, Rafa! Mama kira kamu kemana?"
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

Bab 368. Kesempatan Kedua

Haifa menggelengkan kepala. Ia benar-benar tak tahu kemana perginya ibu Ros. "Kalau kata kak Nifa, mungkin mama tinggal di rumah lainnya. Mungkin sebenarnya diam-diam mama punya rumah lain soalnya kan dulu Mbak sering kasih uang ke mama," kata Haifa, teringat ucapan kakak kaduanya. Nida menghela napas berat. "Ya semoga saja. Mama kamu kan udah tua, Fa. Kasihan kalau hidupnya luntang-lantung. Kemarin itu, kata Kak Bianca, mama kamu sempat datang ke kantor, nyariin Mbak. Cuma kak Bian enggak kasih alamat tempat proyek kerjaku. Aku sekarang kerja di dalam kantor dan di lapangan," ujar Nida mengingat cerita yang disampaikan Bianca kemarin sore saat ia pulang dari proyek."Mungkin aja, Mbak. Soalnya kemarin itu mama dan mbak Nifa sempat bertengkar hebat. Mereka adu mulut bahkan kata Mbak Nifa, dia sampai mengobrak-abrik pakaian mama di lemari."Gerakan tangan Nida yang hendak menyuap roti tawar terhenti. Menatap lekat mantan adik iparnya. "Obrak-abrik pakaian mama? Mau ngapain?" tanya N
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

Bab 369. Ganti Nomor

"Ya sudah, sekarang kamu ganti pakaian, ya? Mbak mau bicara dengan mbak Tina dulu.""Iya, Mbak." Haifa menyeka lelehan airmata yang membasahi wajahnya. "Rafa, ikut Ante yuk?" ajak Nida pada Rafa yang merasa heran melihat mamanya menangis. "Iya, Ante!"Bocah itu turun dari kursi, digendong Nida, menuju paviliun menemui Tina. Sedangkan Haifa bergegas masuk kamar, mengganti pakaian kerja. Nida dan Rafa berjalan ke belakang rumah, hendak ke paviliun yang ditempati keluarga Ferry. Di sana terlihat keluarga Ferry di depan paviliun."Hallo, Rafaaa ... Rafa mau ikut Ante ke sekolah enggak?" sapa Rina yang suka anak kecil."Dak mau, Ante ... Afa atuuutt ...," jawab Rafa memeluk Nida erat. "Takut sama siapa?" Kening Rina mengkerut. "Pak duyu." Jawaban Rafa membuat semua orang yang ada di situ tertawa. "Kok takut sama pak Guru. Pak Guru itu baik, Rafa," kata Rina mencubit pelan pipi Rafasya."Rina, kita berangkat sekarang. Non, kami pamit berangkat dulu," ucap Ferry yang takut kesiangan d
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

Bab 370. Banyak Gaya

Pagi hari di rumah Bragastara. Axel dan Alea sudah mengenakan seragam sekolah. Keduanya berjalan menuju ruang makan untuk menyantap sarapan bersama Bianca dan Evan. "Lea, Axel, kalian udah punya rencana kuliah di mana? Udah mulai daftar belum?" tanya Bianca ketika mereka tengah menyantap sarapan. Evan melirik istrinya, menghela napas berat, khawatir terjadi keributan di pagi hari. "Belum tau, Ma." Alea yang menjawab. Sedangkan Axel, seolah tuli. Ia tak mendongak atau membalas tatapan Bianca. "Xel, kamu denger pertanyaan Mama enggak?" Intonasi suara Bianca sarat tak suka akan sikap Axel. Alea menyengol lengan kakaknya agar menjawab pertanyaan Bianca. "Denger, Ma. Jawabanku sama dengan Alea. Belum tau," tukas Axel tanpa memandang wajah Bianca atau Evan. "Kalian gimana sih? Pendaftaran kuliah udah dibuka kan? Nanti kalau kalian enggak diterima kuliah di Jakarta gimana?" Bianca mulai mencemaskan Axel dan Alea yang tak bisa diterima karena kuota yang sudah penuh, mungkin. "Ma, kalau
last updateLast Updated : 2025-04-29
Read more

Bab 371. Benalu

Melihat Friska mengeluarkan ludah ke atas lantai, hati Hanifa sangat sakit hati dan tersinggung. "Maksud Mbak siapa yang miskin banyak gaya?" semprot Hanifa tak mau kalah. Kedua matanya memerah karena amarah. Kedua anak Hanifa ketakutan. Mereka bersembunyi di belakang tubuh Hanifa. Namun, Mbok Tarmi bergegas mengajak kedua anak Hanifa menjauh. Mbok Tarmi yakin jika Hanifa dan Friska akan bertengkar atau adu mulut. Hal itu tak baik dilihat oleh anak kecil. "Iyalah, siapa lagi? Emang di rumah ini siapa yang miskin tapi banyak gaya? Kamu kan? Masih saja enggak ngerasa," ucap Friska tersenyum mengejek, memalingkan wajah ke arah lain. Kedua tangan Hanifa mengepal kuat. Ia tak terima dikatakan miskin. Jika dikatakan banyak gaya, dia sangat terima karena memang dirinya demikian. Tapi, kalau dibilang miskin? Tidak terima!"Jangan sombong, Mbak! Nanti juga suamiku datang ke sini. Dia akan mengajakku dan anak-anak pindah ke rumah yang jauh mewah dan megah dari rumah ini." Sangat percaya diri,
last updateLast Updated : 2025-04-30
Read more
PREV
1
...
474849505152
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status