Semua Bab Suamiku Berandalan Sekolah : Bab 81 - Bab 90

100 Bab

Bab 81. Bermain di Belakang

"Lo mau masuk rumah sakit atau kuburan?" Adelio menatap sinis Elgar, langsung melepaskan pergelangan tanganku. "Maksud lo apa? Mau ngajak Ranesya selingkuh?" kata Adelio, menarik kerah Elgar. Elgar tersenyum lebar, seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Aku sedikit menjauh dari perdebatan keduanya. "Kak, lo tau? Kak Ranesya pintar, nggak cocok sama lo yang bikin onar," balas Elgar, menyinggung Adelio. Aku meneguk ludah, apa ini namanya Elgar mencari perkara? Merasa hebat? Padahal Adelio memiliki kelebihan, hanya tingkahnya saja terlalu nakal. "Terus Ranesya cocok sama siapa?" tanya Adelio balik, menatap tajam Elgar. "Gue— "Sebelum Elgar melanjutkan perkataannya, Adelio membogem pipi Elgar. Bahkan, aku bisa merasakan emosi meledak Adelio. "Masih banyak kelebihan gue, asal lo tau! Lo malu pacaran sama gue, Ranesya?" tunjuk Adelio ke Elgar, beralih menoleh ke arahku. "Gue bangga punya lo, selalu ada saat gue butuh. Hem, buat lo Elgar jangan cari keributan. Lo pasti tau Adeli
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

Bab 82. Butuh Bukti

Aku terbangun di sofa, berjalan lesu ke kamar. Aku berkaca, melihat mataku kali ini bengkak, aku menghela napas berat. "Gue mau pulang ke rumah," kataku, membereskan semua pakaian yang aku punya. Niatnya, ingin bersekolah bareng Adelio. Mengingat kejadian kemarin, aku memilih untuk pulang. Setelah selesai, aku menatap sekeliling tempat. Di mana rumah ini adalah saksi bisu, perjuangan kami berdua. "Sialan! Gue benci sama lo Adelio," hardikku, mataku berkaca-kaca. Menelan ludah susah payah, berjalan menuju pintu keluar. Saat aku buka, ada Adelio menatapku. Adelio ingin memelukku, tapi aku menghalangi dengan tangan. "Lo nggak usah peluk gue, peluk aja Zara," sindirku sambil tersenyum miris. "Maksud lo apa?" tanya Adelio bingung, memijit pelipisnya. "Jangan sok polos deh loh?! Lo main belakang sama Zara kan? Adelio, lo benar-benar bajingan!" Aku mendorong Adelio, dengan dada naik turun. "Gue nggak main belakang sama Zara," tolak Adelio, tuduhan itu. Aku tertawa mengusap mataku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

Bab 83. Membalas Zara

"Males banget sekolah, mana mata gue gini," ucapku, memegang kantong mata. Semalaman aku tidak bisa tidur, selain menangis aku juga melamun. Mengingat kenanganku bersama Adelio. "Yaudahlah, daripada gue Alfa lagi kan rugi." Aku menghampiri keluargaku, menyambut dengan baik. "Sini duduk samping Papa," pinta Papa Guntur, aku mengangguk lesu. Keluargaku saling melirik satu salah lain. Aku tidak tau, harus bagaimana lagi, aku seakan tertarik keluar nyawaku ini. "Nggak usah dipikirin ya?" kata Mama Cahaya, memberikan sebuah nasi goreng sosis. Jean mengangguk membenarkan. "Bener kata Mama, entar lo bareng gue aja ke sekolah," kata Jean, aku melirik tersenyum tipis. "Makan yang banyak sayang!" seru Papa Guntur, mengelus rambutku. Aku tersenyum lebar, melupakan sementara kejadian waktu itu. Aku sangat senang Papa Guntur perhatian denganku. Biasanya, Papa Guntur agak cuek kepadaku. Kini, Papa Guntur menunjukkan, kasih sayang aku inginkan. "Enak Ma!" pekikku, memakannya sampai belepot
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 84. Bulshit

"Ranesya, lo mau bareng kita nggak?" tawar Gita, saat depan parkiran. Aku menggeleng memilih mencari motor Jean, terdapat Adelio bersedekap dada. Aku berdecak menyadari, jika Adelio tidak puas mengangguku. Padahal buktinya saja belum ada. "Ranesya, lo beneran nggak mau maafin gue?" Adelio berdiri di depanku, memegang tanganku penuh permohonan. "Gue udah bilang, kalo lo udah dapat buktinya. Atas masalah perselingkuhan lo sama Zara. Gue bisa percaya sama lo, untuk sekarang hus," usirku, menarik tangan dengan kesal. "Mau cari di mana?" tanya Adelio prustasi. "Mana gue tau! Gue nggak butuh bacotan lo Adelio," ketusku, berdecak menunggu Jean begitu lama. Sampai Jean menghampiriku, menatap tajam Adelio ingin mendekatiku. "Jauh-jauh lo dari Ranesya," usir Jean, menyuruhku di belakangnya. "Jean, gue nggak salah," kata Adelio, memperhatikanku membuang muka. "Lo nggak perlu jelasin, jika bukti aja lo nggak ada Adelio," sindir Jean, menarikku ke motornya. Adelio menghadang motor Jean,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 85. Terbukti Selingkuh!

"Dek, bareng gue aja ayok!" ajak Jean, sedang memakan sandwich-nya. Aku menggeleng, beralih ke Papa Guntur, dan Mama Cahaya. Mereka berdua, duduk berdekatan dengan romantis. Sementara aku bersampingan dengan Jean, bahkan kali ini Jean menuangkan susu untukku. "Apa aku boleh, bawa mobil?" harapku, menampilkan puppy eyes. Kedua orang tuaku menatap lamat, bahkan Jean menabok bibirku monyong sok imut. "Nggak usah Pa, entar nih anak bandel," hasut Jean, tersenyum menggoda. "Apaan sih Kak! Gue cuma pengen," kataku, menabok tangannya. Jean sangat menyebalkan. Padahal hari ini, aku ingin mengutit Zara. "Boleh sayang, pakai aja mobilnya," kata Papa Guntur, memberikan roti kepadaku. "Makasih Pa!" seruku, menjulurkan lidah ke Jean. "Kenapa Papa, biarin aja sih?" tanya Jean kesal.Papa Guntur terkekeh, menyadari Jean sangat posesif soal diriku. Mama Cahaya tersenyum lembut."Ranesya, udah gede. Dia juga mau pergi sendiri," tutur Papa Guntur, memberitahu Jean dengan baik. "Tetap aja Pa!
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 86. Pelakor Tetaplah Pelakor

Sesuai niat awal, aku menguntit Zara. Aku sudah menelpon Mama Cahaya, jika aku akan telat pulang mau ke rumah Gita. Manfaatkan mereka bolehlah, aku melihat motornya memasuki sebuah rumah. "Apa itu rumah dia?" Aku mengada-ada, di mana Zara berpelukan mesra di luar teras. "Ihh, bener-bener jalang," kataku, menatap jijik. Masalahnya, Zara memeluk seseorang yang sudah tua. Ingin menggangap itu Ayahnya. Aku sempat mendengar kata sayang, dan kata mesum di ucapkan Zara. "Emang udah nggak waras, wajar aja dianggap pelakor. Perilakunya aja di luar nurul," ucapku, menatap jijik. Aku keluar dari mobil. Ingin lebih dekat, memotret kejadian ini. Jika aku sudah muak dengannya, baru aku sebar. "Bagaimana? Kamu sudah mendapatkan cinta Adelio?" tanya orang tua itu kepada Zara. "Belum sayang, padahal aku sudah melakukan banyak cara," keluh Zara, mengusap dagu orang tua itu. Cowok itu sekitar 30 ke atas, aduh sangat Om-om sekali. Aku bergidik ngeri. Astaga Zara, padahal yang muda masih banyak.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 87. Kurang Belaian

"Kamu ngelakuin itu Adelio?" tanya Ayah Liam, menatap tajam Adelio. "Pa, itu salah paham. Aku dijebak!" tolak Adelio, memberitahu. Aku berdiri memberikan foto di mana Adelio, tidur berpelukan. "Ayah sama Bunda, nggak pernah ngajarin kamu gini," ungkap Bunda Delyna kecewa. "Aku bisa jelasin Bun— "Sebelum ucapan Adelio dilanjutkan, Bunda Delyna menampar Adelio. Terlihat jika Adelio memegang pipinya. Sementara Ayah Liam menahan Bunda Delyna, biar tidak melakukan lebih parah. "Maaf sebelumnya, jika ada salah. Kita akan selesaikan masalah ini, kalo terbukti bersalah atau nggaknya Adelio. Kami akan memberitahukan ke Pak Guntur," papar Ayah Liam, mengode Adelio untuk pergi. Papa Guntur mengangguk. "Baiklah, kami tunggu bukti dari kalian," balas Papa Guntur menghela napas. Aku menunduk, di mana Jean mendekatiku. "Nggak usah sedih, nanti bakal ada jalan keluarnya," kata Jean, mengajakku duduk kembali. "Yaudah, ayo makan lagi," lanjut Jean, mengusap kepalaku. Aku mengangguk tersenyu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 88. Surat Ancaman

Tidak hilang akal, selepas pulang sekolah. Aku memesan taksi, langsung pergi meninggalkan Jean. Aku sempat ditelepon berkali-kali, hingga aku blokir dirinya. Aku memberitahu Mama Cahaya jika aku ingin ke mall sebentar. "Akhirnya! Baiklah, gue harus rencanain teror balik," ucapku tersenyum misterius. Bahkan, Pak sopir hanya diam. Pasti dia mengira aku gila, karena bicara sendiri. "Pak, ke toko sebentar ya. Tenang aja, nanti aku kasih tip," ucapku, turun dari taksi. Membeli beberapa barang diperlukan, di dalam taksi. Aku menyuruh, Pak sopir menuliskan surat ancaman. Berisi 'Aku mengintaimu, hati-hati Zara. Aku tidak akan melepaskanmu.' Aku tersenyum mengembang, saat sudah beres. Setelah itu, menuju rumah kemarin. Semoga Zara ada di sana, saat sampai. Kebetulan sekali, Zara bersama Om tua. "Pak, bisa minta tolong kasih ke orang itu?" tunjukku ke arah dua orang itu. "Bilang aja gini. 'Permisi, paket atas nama Zara', nah gitu Pak. Semisal ditanya dari siapa, bilang aja nggak tau.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 89. Tukang Ngadu

Aku terbangun di pagi hari, di rumah kami berdua. Aku sangat senang, karena masalah itu selesai. Pintuku diketuk, aku berdiri membuka pintu tersebut. "Selamat pagi cantik," sapa Adelio, tersenyum amat manis. Aduh, bentar. Aku meleleh nih, kenapa Adelio seromantis ini sekarang? Aku menggigit bibir bawah menahan salting. "Nyenyak tidurnya?" tanya Adelio, mengusap kepalaku. Aku mengangguk pelan, tiba-tiba aku ditarik dalam pelukannya. "Gemes banget sih, padahal baru tidur," ucap Adelio, melepaskan pelukan. Adelio mendorong diriku untuk mandi, aku hanya tersenyum mengingat kejadian ini. Waktu Adelio, ingin meminta maaf di pagi hari dengan romantis. "Gue tunggu di meja makan!" seru Adelio, pergi dari kamarku. Aku langsung masuk ke kamar mandi, membersihkan diri. Sebelum itu, aku mempersiapkan baju sekolah untuk di pakai hari ini. Setelah selesai, aku merias wajahku dengan cantik. Tinggal dipoles liptint. "Perfect!" seruku, tersenyum lebar. Saat berada di ruang makan, Adelio me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

Bab 90. Punya Saingan

Hari ini, aku tidak melihat Zara masuk sekolah. Sepi tidak ada yang mengajakku berantem. Sekarang aja aku melihat orang bermain futsal, ada Adelio selalu aku nantikan. "Adelio, semangat ya!" teriakku, berdiri heboh. Pada akhirnya, para fans menatap sinis diriku. Why? Adelio punyaku, bahkan aku sudah menikah dengannya. "Ganjen banget jadi cewek.""Iya ihh, Adelio punya kita ya.""Nggak ada malu sih."Masalahnya, mereka berbicara seperti itu di depan diriku. Aku mengerutkan kening, merasa heran. Siapa mereka? Ngatur! Apa diriku, tidak boleh mendukung Adelio. "Sayang, semangat ya," pekikku, melirik mereka makin memanas. Maaf ya say, aku emang sengaja memanggil sayang di depan mereka. Hahaa, liatlah matanya ingin keluar. Bikin aku tidak ekspetasi, di mana Adelio melambaikan tangan ke arahku, makin menggila saja di lapangan. "Iya sayangku!" teriak Adelio, berlari kembali. Apa katanya tadi? Aku menganga tidak percaya. Hingga tubuhku di goyangkan Gita, karena tidak terbayang jika d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status