"Mas." Hana menimbang-nimbang dengan gelisah. Apa perlu ia mengatakannya? Atau melewatkannya begitu saja? Tapi ia merasa tidak sanggup untuk melewatkannya begitu saja. Bagaimana pun ia sudah melakukan kegiatan ini belasan tahun."Kenapa?""Hmm ... nggak jadi.""Beneran nih? Kalo udah nyampe rumah, kemungkinanmu ngomong bakal lebih kecil. Banyak yang mesti kita lakukan kan?""Like what?""Kamu lupa kalo kita mesti nyiapin makan malam sendiri? Bibi kan lagi dipinjem Tante Rimbi, si Sulis bisa-bisanya mendadak izin pulang kampung."Setelah menimbang sesaat, sepertinya ia memang harus mengatakannya. Suaminya pasti akan mengerti. Harusnya."Mas, kalo kita sekalian mampir supermarket bentar, capek nggak, Mas?""Nggak lah. Aku udah tau gayamu belanja. Lihat, pilih, ambil, bayar. Nggak kayak cewek-cewek lain yang lihat, muter, lihat, muter, milih, muter, nggak jadi, milih lagi, muter lagi, milih lagi, baru bayar."Hana mendelik ke arah Evan. "Cewek mana ini yang kamu omongin?""Eh? Rata-rata
Terakhir Diperbarui : 2025-02-25 Baca selengkapnya