Home / Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Skandal Satu Malam Sang Presdir: Chapter 81 - Chapter 90

107 Chapters

Drama Boneka yang Melelahkan

"Keinginan yang sangat di luar nalar. Bisa-bisanya dia meminta boneka sebesar manusia," gumam Smith dengan nada jengkel, langkahnya terdengar berat menghentak lantai keramik mall yang berkilauan seperti kaca yang membingkai langit.Mall itu terletak tak jauh dari rumah sakit, tempat ia menghabiskan sebagian besar waktunya belakangan ini.Vicky—asisten pribadinya yang baru, menggantikan Laura yang telah pergi meninggalkan dirinya seperti angin yang enggan singgah—akhirnya tiba untuk membantunya mengangkat boneka jumbo itu.Wanita muda itu mengenakan blazer hitam yang rapi, langkahnya cepat namun penuh kehati-hatian, seperti seseorang yang meniti tali di atas jurang.“Warna apa yang diinginkan Nyonya, Tuan?” tanyanya dengan nada sopan, matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang halus.Smith berhenti sejenak, keningnya berkerut. Ia lupa menanyakan hal sepenting warna boneka itu. Dalam pikirannya, Laura, yang dulu selalu begitu detil, kini terasa jauh seperti mimpi yang memudar saat pagi me
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Permohonan Smith

Brugh!Suara berat menggema di ruang tamu saat Smith meletakkan boneka sebesar tubuh manusia dewasa di atas sofa. Laura tersentak, matanya membulat, tubuhnya seolah membeku sesaat.“Astaga, Smith,” gumamnya dengan napas tercekat. Tatapannya terpaku pada boneka itu, sebuah mahakarya berbulu lembut yang tampak terlalu besar untuk ruangan mereka, seperti raksasa yang salah tempat.“Aku pikir kau bercanda akan membeli boneka sebesar ini,” ucap Laura akhirnya, suaranya terdengar antara tak percaya dan terhibur. Mulutnya menganga lebar, seolah tak mampu menampung kejutan yang baru saja terjadi.Smith menaikkan satu alis dengan gaya khasnya, ekspresinya mencampurkan keangkuhan dan kebanggaan.“Apa maksudmu, Laura? Bahkan aku bisa memberimu yang lebih besar dari ini. Hanya saja, di toko itu hanya ini yang paling besar,” ujarnya sambil mengusap pelan ujung jaketnya, seolah ingin menegaskan bahwa ini hanyalah hal kecil yang bisa ia lakukan.Laura mendesah pelan, namun hatinya tersentuh. Ada ras
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Tidur dalam Satu Kamar

“Aku harus berpamitan terlebih dahulu pada Rafael dan karyawan di sana. Walau bagaimanapun, aku sudah bekerja di sana selama dua bulan lamanya,” ucap Laura, memecah keheningan yang telah menggantung di antara mereka selama hampir lima menit.Suaranya terdengar lembut, tetapi ada sesuatu di baliknya—sebuah kenangan yang enggan ia lepaskan begitu saja.Smith menerbitkan senyum, kali ini lebih lebar dari biasanya, seperti matahari yang menembus awan tebal.Kata-kata Laura barusan membangkitkan harapan dalam dirinya, membuat dadanya terasa penuh oleh sesuatu yang hangat.Itu berarti Laura mau kembali padanya. Tanpa ragu, ia mengangguk cepat, penuh semangat yang sulit disembunyikan.“Ya. Aku akan menemanimu ke sana untuk berpamitan,” ucapnya, nadanya mengandung kegembiraan yang hampir seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.“Huh?” Laura menoleh dengan alis terangkat, wajahnya dipenuhi kebingungan. “Bukankah kau tidak ingin orang lain tahu tentang pernikahan kita?” tanyanya dengan
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Merindukan Rumah Itu

“Apa?” seru Laura dengan suara terkejut, tubuhnya berputar cepat ke arah Smith, sementara matanya membesar seperti bulan purnama di langit gelap.Smith hanya mengerutkan keningnya, tampak bingung melihat ekspresi Laura yang terkejut seolah mendengar hal yang mustahil. Wajahnya tetap tenang, meski ada sedikit senyuman kecil yang terselip di sudut bibirnya.“Ada apa, Laura? Bukankah kita ini sepasang suami istri? Apa salahnya jika kita tidur dalam satu kamar?” tanyanya, nada suaranya datar namun penuh keyakinan, seperti angin lembut yang menyapu dedaunan tanpa meminta izin.“A-aku tahu,” sahut Laura terbata-bata, rona merah tipis mulai merayap di pipinya.“Hanya saja, selama ini kita tidak pernah tidur dalam satu kamar, Smith!” protesnya dengan nada yang sedikit lebih tinggi, seolah berusaha menyembunyikan kegugupannya.Smith terkekeh kecil, suara itu serupa gurauan kecil dari ombak yang berbisik pada pantai. “Ya, tapi mulai detik ini, kita akan tidur dalam satu kamar,” ucapnya sambil m
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Perasaan Asing Mengitari Hati Laura

"Apa yang kau inginkan, Laura?" Smith kembali bertanya, suaranya serak namun penuh kesungguhan.Ia duduk tegak di sudut ruangan, memperhatikan Laura yang sibuk memasukkan sisa-sisa pakaian ke dalam koper.Laura menghentikan gerakannya sejenak, menghela napas panjang seperti mencoba meredam sesuatu di dalam hatinya."Apa kau belum bosan menanyakan apa yang aku inginkan, Smith?" tanyanya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan yang menyatu dengan udara di kamar itu.Smith menggeleng perlahan, matanya tak pernah lepas dari wajah istrinya. "Tidak," jawabnya tegas, namun lembut."Aku tidak akan bosan menanyakan apa yang kau inginkan. Lagi pula, kau baru memberiku satu perintah."Laura tertawa kecil, suara itu seperti melodi lembut yang memecah ketegangan di antara mereka. "Berhentilah menanyakan hal itu padaku, Smith. Jika aku menginginkan sesuatu, aku pasti akan memberitahumu.""Sungguh?" Mata Smith berbinar, seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah yang paling ia dambakan.
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Perhatian yang Menggetarkan Hati

Hari ini adalah hari Minggu. Sinar mentari yang lembut menyelinap melalui dedaunan pohon besar di halaman rumah megah keluarga Vincent, memberikan kesan damai yang bertolak belakang dengan debaran di hati Laura.Langkah mereka terasa berat saat mendekati pintu utama, meskipun tangan Smith menggenggamnya dengan kokoh, memberikan rasa aman yang nyaris tak terungkapkan.“Smith?” panggil Laura dengan nada lembut namun penuh keraguan, tangannya sedikit menarik lengan pria itu.Smith menoleh, matanya menatap Laura dengan kelembutan yang jarang ia tunjukkan kepada orang lain. “Ada apa, Laura?” tanyanya, suaranya seolah membungkus kegelisahan Laura dengan ketenangan.“Apakah ibumu ada di dalam?” tanya Laura, suaranya hampir tenggelam dalam udara sore yang hangat. Ada kilatan was-was di matanya, mengingat setiap kata tajam yang pernah dilemparkan Maria, ibu mertuanya, seperti belati yang menggores harga dirinya tanpa ampun.Smith mengeratkan genggamannya, menatap Laura dengan tatapan yang seol
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Ciuman Brutal Smith

“Ya. Tentu saja aku sangat serius dan yakin,” Smith menganggukkan kepalanya, tatapannya jatuh pada wajah Laura yang teduh namun penuh tanda tanya.Ia kemudian menggenggam tangan Laura, telapak tangannya terasa hangat, namun jemarinya sedikit bergetar, mencerminkan gugup yang tak ia tunjukkan di wajahnya.Smith menghela napas panjang, udara yang diembuskannya terasa seperti beban berat yang dilepaskan.“Mengharapkan yang tidak jelas tidak akan menemukan ujungnya, Laura. Sementara aku … aku harus mencari yang terbaik dalam hidupku,” katanya, suaranya merendah, seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri sekaligus kepada Laura.Smith menelan salivanya perlahan, tenggorokannya terasa kering. “Aku tidak pernah seyakin ini pada diriku sendiri, Laura. Aku … bahkan saat menjalin hubungan dengan Stella pun selalu ada saja keraguan dalam diriku.”Laura mengangkat alisnya, senyum tipis merekah di bibirnya, seolah ucapan itu berhasil menyentuh hatinya meski ia tak ingin menunjukkannya.“Lalu,
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Setelah Sekian Lama....

Ciuman itu kian memanas, menjelma api yang membakar setiap inci jarak di antara mereka.Smith mengangkat tubuh Laura dengan lembut namun penuh gairah, seperti membawa sebuah harta karun yang tak ternilai.Bibir mereka tetap menyatu, menyulam desir kehangatan di udara, sementara langkah-langkah Smith memimpin mereka menuju ranjang yang seolah menjadi altar penyatuan jiwa.Ia merebahkan tubuh Laura dengan hati-hati, seakan menyentuh porselen yang rapuh.Tatapan matanya yang gelap dan penuh intensitas menelusuri wajah Laura, seperti menatap lukisan yang baru ia temukan setelah bertahun-tahun tersesat.Jakun Smith bergerak naik-turun, menandakan gejolak yang tak mampu ia sembunyikan. Itu membuat jantung Laura berdegup lebih cepat, seakan mematuhi ritme yang diciptakan oleh gairah di antara mereka."Kau tahu? Kita sudah terlalu lama terkurung dalam dinginnya jarak," bisiknya serak, nadanya berat seperti suara badai yang menggema dari kejauhan.Laura mengangguk pelan. Mata cokelatnya yang b
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Pagi yang Hangat

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui celah-celah tirai, menciptakan garis-garis keemasan yang menari di dinding kamar.Laura membuka matanya perlahan, dunia di sekitarnya masih terasa setengah nyata, seperti mimpi yang belum usai.Ia menoleh ke arah samping, hanya untuk mendapati bahwa Smith sudah tidak ada di sana.Namun, kehadirannya terasa begitu nyata dalam pikirannya. Ingatan semalam menyeruak, membanjiri benaknya seperti ombak yang tak bisa ditahan.Ia teringat bagaimana dirinya hanyut dalam belaian hasrat yang Smith berikan. Sentuhan itu begitu mematikan, seperti listrik halus yang mengalir di kulitnya, membuat tubuh Laura meremang hanya dengan membayangkannya kembali.“Ah! Aku sudah gila,” keluh Laura sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Jari-jarinya menggenggam erat rambutnya yang kusut, sementara bibir bawahnya tergigit pelan dalam upaya menahan rasa malunya.“Aku sudah seperti wanita murahan... astaga,” gumamnya, suaran
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Puding Strawberry Rasa Cinta

Berkali-kali, pandangan Laura terarah pada Smith, yang begitu sibuk dengan dunia digital dalam genggaman tangannya.Jari-jarinya yang panjang mengetuk layar iPad seperti alunan simfoni kecil, seakan mengabaikan keberadaan wanita di sisinya.Di sudut ruangan, bayangan lampu temaram memeluk keduanya dalam keheningan yang nyaris penuh rahasia. Laura menghela napas—tidak terlalu berat, namun cukup untuk menarik perhatian pria itu.Smith menoleh, sepasang mata kelabu bak laut badai bertemu lembut dengan tatapan Laura yang gelisah.“Ada apa, Laura?” tanyanya, suara bariton yang biasanya tegas kini melembut, seperti aliran sungai di musim semi.Tangannya terulur, menyentuh punggung Laura dengan gerakan yang menyampaikan rasa nyaman tanpa kata-kata.Laura meringis kecil, seolah usapan itu menyingkapkan kerentanan tersembunyi di balik senyumnya yang rapuh. “Apa aku mengganggumu?” suaranya lirih, hampir seperti gumaman angin malam.Smith menaikkan alis, sedikit terkejut. Senyuman tipis muncul d
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status