Ekspresiku membeku. Aku membuka mulutku sedikit untuk menanggapi, tetapi Shawn menyelaku, "Waktu di mal, aku melihat kalung yang sangat cantik. Aku beli untukmu."Tanpa peduli aku mau menerimanya atau tidak, Shawn langsung menyerahkan kotak kalung itu kepadaku. Gerakannya sangat hati-hati, seolah-olah takut kutolak.Aku melihat betapa lugasnya Shawn di perusahaan. Dia jarang tersenyum. Ketika melihatnya begitu hati-hati, aku jadi tidak terbiasa.Namun, kalau dipikir-pikir, banyak hal yang dilakukan Shawn untukku. Dia menjengukku di rumah sakit, membelikanku makanan dan bunga, dan sekarang membelikanku kalung."Cantik sekali, aku suka." Aku mengambil kalung itu dan mengelusnya, lalu tersenyum kepada Shawn.Ketika melihatnya ekspresinya masih begitu serius, aku menarik Shawn ke sebuah bangku. Begitu duduk, Shawn meraih tanganku dan menatapku lekat-lekat. Dia bertanya dengan lirih, "Gimana kalau yang kukatakan memang benar?"Senyumanku membeku. Aku mendongak memandang langit yang menggela
Baca selengkapnya