Home / Romansa / Istriku Seorang Juragan / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Istriku Seorang Juragan : Chapter 91 - Chapter 100

123 Chapters

menjatuhkan hati

Bruk!Aku menjatuhkan kepala di atas meja dengan agak sedikit kasar, berlama-lama berkutat dengan laptop rasanya mataku lelah, otakku panas. Pikiranku pusing.Ku pejamkan mata beberapa saat,berusaha menenangkan diri sejenak. Nafasku berat, mencoba mengusir segala kecemasan yang mulai merasuki pikiranku. Apa strategi yang ku rancang sedemikian rupa ini akan terealisasi dengan sempurna? Berhasil tanpa kendala?Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantung yang semakin cepat. Memikirkan hal itu membuatku sakit saja. "Kang, ini sudah malam, kenapa masih disini?" tiba-tiba Jingga datang dengan membawakanku cemilan, bertanya mengapa aku masih setia berhadapan dengan layar 16 inc ini. Aku menoleh, membiarkan dia menyimpan cemilan di meja samping laptopku. "Jingga, mau kemana?" tanyaku saat ia hendak kembali beranjak menjauh. Ia terdiam, menoleh kearahku dengan bingung. "Ke kamar, ini udah malam. Jingga mau tidur," jawabnya terdengar agak gugup saat pandangan kami sal
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

surga dunia

Aku menggeliat dari tidur nyenyak ini, perlahan kedua kelopak mataku terbuka. Samar-samar percikan hujan terdengar nyaring, tetesannya terlihat mengintip dibalik jendela yang sudah terbuka gordennya namun suasana gelap masih menyelimuti. Aku menggeliat malas saat berbalik menyamping kearah sisi tempat tidurku, nampak Jingga yang kembali berbaring dengan masih mengenakan mukena putih kesayangannya. Seketika sudut bibirku terangkat, melihat wajah Jingga yang tengah tertidur begitu damai. Tanganku terulur, mengusap pelan kepalanya. Mataku bergerak kearah atas, menatap jam di dinding baru saja menunjukan pukul empat pagi. Perlahan aku bangun dari posisi tidurku dengan hati-hati agar Jingga tak terusik sedikit pun, wanitaku itu terlihat sangat lelah, bisa aku lihat dari kelopak matanya. Mengingat semalam, untuk pertama kalinya kami begadang, melakukan kewajiban kami sebagai suami istri. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu, yang jelas aku benar-benar tak tahan dengan nafsu syahwatku.
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

honeymoon?

"Mad ... Lu dengar ane kagak sih?" Suara memekikan telinga di ujung telepon sana sungguh membuatku kesal. Bisa-bisa si Ujang nelponku pagi-pagi gini, ganggu orang lagi manja-manjaan sama istri aja. Gak jelas. "Ia kenapa?" tanyaku malas, mataku sedari tadi tak lepas memperhatikan Jingga yang tengah asik membuatkanku sarapan pagi ini. "Seriusan lo mau keluar dari kerjaan lu yang udah besarin nama lo? Ijazah lu gak guna dong kalau gitu" cerocosnya. Aku mendengus. Ini pikiran si Ujang sempit banget ya. "Tau darimana?" tanyaku santai. Perasaan baru kemarin aku mengajukan pengunduran diri ke sekolah lewat email, kenapa beritanya sudah sampai ke si biang kerok itu?"Pak Maman, dia minta gue buat bujuk lo balik lagi ke sekolah. Ngapain sih lu pake keluar segala, lagian lu lagi dimana sih sekarang? Gue ke rumah lu kagak ada" "Gue bakalan balik, tapi nanti. Bayar dulu utang lu!" tagih to the poin. Terdengar helaan napas lelah di sebrang sana. "Santai kali, istri lu aja gak pernah nagih."
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

perjuangan

Malam ini, sesuai ucapan ku. Aku membawa Jingga untuk sekedar berkeliling, mengitari kota Jakarta. Sederhana, aku ingin Jingga tau bagaimana kerasnya ibu kota ini. "Kang, itu apa?" tanya Jingga membuat aku hampir tergelak saat mengikuti arah telunjuknya yang menunjuk ke sebuah patung besar yang terletak di tengah-tengah jalan.Itu merupakan Patung Dirgantara, patung yang terkenal di kawasan Pancoran. Patung itu menggambarkan seorang atlet yang sedang melompat dengan sayap, simbol semangat dan perjuangan."Itu yang sering emak sebut loh," ujarku terkekeh. Jingga menebak dengan kedua alis bertaut. "Pantung pancoran?" tanyanya. Aku mengangguk. "Lebih tepatnya, patung dirgantara" jawabku sambil melambatkan laju mobil. Jingga memandang patung itu dengan mata penuh tanya. "Kenapa harus tinggi banget, Kang? Kayak orang terbang. Akang tau gak sejarahnya gimana?" tanyanya. Aku tersenyum, dengan anggukan pandanganku tak lepas dari jalanan. "Patung pancoran itu, dulunya dibuat atas perintah
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

resiko ditanggung sendiri!

"mang Juned menghubungi mas sama teteh tadi" aku melirik kearah pria yang tiba-tiba berada di kontrakanku diwaktu yang nyaris tengah malam kini berada. "Mang Juned sudah ngomong sesuatu?" tanyaku dengan hembusan napas lelah. Sialnya, aku lupa kalau mang Juned. Adik bungsunya si emak itu orangnya bawel. Punya mulut lemesnya kaya perempuan. Ada anggukan samar yang mas Abi berikan sebelum ia menjawab. "Emak marah, kenapa kamu meminta pinjaman sebesar itu sama bank? Ngapain juga kamu berhenti ngajar?" tanyanya menatapku dalam. Kabar berhembus begitu cepat, bak angin lalu. Ini juga apa-apaan Mas abi pulang dinas bukannya langsung pulang ke rumah, malah mampir ke kontrakan dan bertanya seperti itu. Apa dia mau ikut campur urusanku? Ah, itu pasti!"Sudah ku pikirkan matang-matang sebelumnya mas. Bapak juga setuju," jawabku apa adanya. Ya memang rencana ini ku atur selain melibatkan adiknya jingga, bapak juga termasuk. Bahkan ia mendukung penuh strategi yang aku buat itu. Mas manggut-man
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

serius boleh punya anak?

"kondisi istrimu sudah cukup baik Mad, baunya juga sudah berkurang" aku dan Jingga saling pandang dengan senyuman saat dokter Anwar memberitahu bagaimana kondisi Jingga sekarang. "Mentalnya di jaga, jangan buat dia stres ya Mad," ucapnya lagi dengan diselingi tawa renyah. Aku mengangguk cepat. "Tentu itu dok," jawabku malu-malu. Dokter Anwar menggeleng dengan kekehan. "Kalian tidak perlu sering kesini, lagi pula penyakitnya bukan penyakit yang parah. Kuncinya sih jaga pola makan dan rubah pola hidup, jangan stres. Hindari aktivitas yang menyebabkan keringat berlebih" pesan dokter Anwar. "Penggunaan sabun dan shampo juga sudah benar itu," lanjutnya. Kami mengangguk, "jadi dok penyakit ini bisa sembuh?" tanya Jingga dengan cepat. Dokter Anwar terdiam cukup lama, seolah tengah memilah-milih kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jingga. Aku tau, sindrom bau ikan ini tidak dipastikan sembuhnya, bahkan obatnya sampai saat ini juga belum di temukan secara pasti. "Ada kemungkinan,
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

diterima jadi adik ipar

Hari ini aku dan Jingga memutuskan untuk berkunjung kerumah teh Ayu sebelum kami memutuskan untuk kembali ke kampung, menata masa depan kami. Bau tubuh Jingga yang sudah hampir tidak tercium, membuat Jingga percaya diri untuk bertemu sang kakak ipar. Aku tersenyum, menatap Jingga yang tengah mematut dirinya di depan cermin. Senang lihatnya melihat Jingga yang sudah seceria ini dan bahkan ia juga sudah bisa bersolek sekarang. Grep. Aku memeluk ia dari belakang, dengan kepala ku benamkan dibahunya, mencium aro parfum yang baru saja ia semprotkan sehabis mandi ini. "Kang," tegurnya memukul lenganku yang melingkar di tubuhnya. "Kenapa ih? Biarkan seperti ini, wanginya enak" jujurku. Jingga mendengus, ia berbalik hingga kami saling berhadapan. Kepalanya mendongak, menatapku dalam. "Sejak kapan suami aku ini jadi manja kaya gini?" tanyanya dengan kekehan geli. Beberapa kali ia mengucup bibirku gemas."Jangan mancing, kalau kamu gak mau keramas lagi" tuturku frontal membuat ia tersipu
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

pulang

Sepanjang perjalanan, senyum Jingga tak henti-hentinya terbit menghiasi wajah Ayu. Aku hampir terkekeh sendiri melihat bagaimana bahagianya Jingga saat ini, bahkan beberapa kali ia menyenandungkan lagu yang tidak pernah ku dengar sebelumnya. Ah, sebahagia itu rupanya. Perjalanan hampir memakan waktu setengah hari, dengan santai aku mengemudikan mobil ditemani music yang sengaja ku putar mengalun lembut, menemani perjalanan kami. "Kang, mau gantian?" tawarnya Jingga saat aku beberapa kali menguap. Aku menoleh, lalu menggeleng sebagai penolakan. "Kita istirahat dulu aja ya, sambil beli makanan. Kamu bosan kan dari tadi gak ngemil, biar saya belikan dulu" ujarku sembari menatap lurus, fokus pada jalanan dengan harapan ketemu rest area setelah ini. "Boleh kang, tapi kalau akang lelah, juga gak papa biar aku aja yang nyetir" tawarnya lagi yang cepat ku tolak. "Tuan putri duduk manis aja, gak usah mau di repotin sama pangeran" kekehku yang membuatnya bersemu merah. Aku tertawa pelan m
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

suport keluarga lebih penting

Aku menghambuskan napas jengah saat menatap punggung mamang yang tengah memasuki mobil kesayangannya yang baru kami pakai itu dengan emosi yang tak teratur, bahkan pintu mobil yang ia naiki pun dengan kesalnya ia banting. Beberapa kali bapak mengusap dada dengan gelengan diiringi istighfar, sementara Mail ia dengan segala emosinya terduduk lemas. "Mulai sekarang, kalian jadi tanggung jawab saya!" Putusku berujar pada Mail yang tengah berusaha memperbaiki moodnya. Bapak mengangguk, ia menepuk pundakku dengan bangga. "Bapak dukung," ujarnya."Yasudah, masuk dulu deh. Kamu baru sampai pasti capek" lanjut bapak. Aku mengangguk, mengusap wajah kasar dan berjalan beriring memasuki rumah. Pertengkaranku dengan mamangnya Jingga benar-benar menguras emosiku. "Mak, Jingga mana?" tanyaku ketika tak mendapati Jingga di ruang tamu, hanya emak dan tontonan tv yang menyala. Emak menunjuk ragu pada lantai dua, "mungkin di kamar, tadi pamitnya mau istirahat dulu sebentar" jawabnya. Oke, aku ber
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

menjadi teman sekasur

"Kang, tadi sore Jingga dengar ibu kaya marah-marah. Ada apa?" Jingga bertanya ketika aku baru saja membaringkan tubuh di sebelahnya malam ini setelah urusanku dengan pihak selesai tadi. Mata yang tadinya memaksa untuk di pejamkan, kini berubah segar seakan ada cipratan air yang menyadarkan.Aku menoleh, kearah Jingga yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur. Rambut panjangnya basah, menandakan kalau ia baru saja selesai mandi. Aku menarik napas, bangun dari pembaringan lalu tangan ini bergerak mengambil haidrayer. "Sini, biar akang bantu keringkan rambutnya" titahku pada Jingga agar ia duduk di bawah karpet sementara aku duduk di atas ranjang. Jingga terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar dengan menuruti perintahku. Aku mulai menyeka rambut Jingga yang masih basah itu dengan lembut. Wangi shampo terdengar kuat di indra penciumanku. "Pipinya udah gak perih lagikan?" tanyaku khawatir. Jingga tergelak, "jingga kebal kang. Gak papa kok, cuma kelihatan ya masih mera
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more
PREV
1
...
8910111213
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status