Home / Fiksi Remaja / Cahaya Biru / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Cahaya Biru: Chapter 31 - Chapter 40

50 Chapters

Bab 31

Di depan kamar yang penuh ketegangan, aku menunjukkan kekuatan dengan mencengkeram tangan Tante Ayuni yang hendak menamparku. Kulit wajah Tante Ayuni berkerut menahan rasa sakit, dan matanya memancarkan amarah. "Aw, sakit Aya. Lepas!" pekiknya dengan suara yang parau. Anggita, yang sejak tadi menyaksikan kejadian itu, berlari mendekati ibunya untuk membantu.Namun,aku tak akan membiarkannya, dengan gerakan cepat dan kasar, melepaskan cengkeramanku. Tante Ayuni terhuyung ke belakang, tubuhnya yang tidak stabil menabrak Anggita yang berusaha mendekat. "Jangan ganggu gue!" bentakku dengan nada mengancam, dan tatapan mata menyiratkan kebencian.Tante Ayuni, dengan tangan yang masih terasa nyeri, berteriak kesal, "Akan aku adukan perlakuan kasar kamu pada papamu!" Ancamannya terdengar serius dan tegas. Namun aku hanya tersenyum sinis, sebuah senyum yang dingin dan penuh kepuasan akan ketakutan yang telah aku timbulkan.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, aku berbalik dan masuk ke kama
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

Bab 32

Tubuhku terasa kaku saat Biru tiba-tiba memelukku dari belakang, kepalanya bersandar di bahu kiriku. Aku mencoba mendorongnya pelan sambil berkata, "Lo lagi ngigau atau apa? Aneh banget." Detak jantungku tidak karuan, seolah-olah hendak meloncat keluar dari dada."Mana ada ngigau cakep gini," gumam Biru, suaranya terdengar sedikit tersinggung. Dia menolak untuk melepaskan pelukannya, seolah ingin membuktikan sesuatu."Habisnya lo aneh banget. Lo tiba-tiba aja bilang kayak gitu," keluhku, masih berusaha melepaskan diri dari cengkeraman hangatnya. Aku bahkan tidak berani menatap matanya, takut terjebak dalam tatapan yang mungkin akan membuatku lemah."Gue kan ngomong apa adanya. Lo kan cewek gue. Emang salah, bukannya lo itu udah resmi jadi istri gue," lanjut Biru, suaranya semakin serius dan mendalam. Jantungku berdegup kencang, tidak mengerti bagaimana harus merespon pengakuan mendadak itu. Sejenak, aku merasa dunia sekitar menjadi sunyi, hanya terdengar detak jantung yang berpacu ce
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

Bab 33

Biru meraih tanganku lembut, suaranya berbisik dekat telinga. "Hati-hati saat minum, nggak ada yang minta Aya." Sentuhan jemarinya yang halus berusaha menenangkan, tapi detak jantungku justru semakin kencang ketika terdengar kata-kata Mama Siska yang mengejutkan tentang liburan yang akan diubah menjadi bulan madu. "Emangnya kenapa kalau bulan madu? Kita kan sudah sah," bisik Biru lagi dengan nada yang lebih serius. Mendengarnya, kaki ku bergerak spontan menginjak kaki Biru keras. Matanya membulat kaget dan aku memandang tajam ke arahnya. "Kita masih sekolah, Biru. Kenapa sudah bicara soal bulan madu?" desisku dengan suara rendah namun tegas. Biru ******** kesakitan sambil memegang kakinya yang terinjak. Sementara itu, Mama Siska yang memperhatikan kami berbisik bertanya, "Kalian bisik-bisik apa?" Menghadapi raut curiga Mama Siska, aku berusaha tersenyum sembari menjawab sekenanya, "Oh, nggak papa Ma, cuma candaan kecil."Malam itu, suasana di ruang tengah yang kami tempati ter
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

Bab 34

Jantungku berdegup kencang, menantikan kata-kata yang akan terlontar dari mulut Biru. Napasku tertahan, apa mungkin dia akan membongkar rahasia hubungan kami di depan Jeno dan Radit? Biru tiba-tiba berkata, "Gue sama dia sekarang jadian," membuatku terkesiap tak percaya. "Kapan dia nembak gue?" gumamku dalam hati, mencoba mengingat momen yang tidak pernah terjadi. Di sisi lain, Jeno dan Radit tercengang. Mereka bertukar pandang, matanya penuh keheranan dan mulut terbuka lebar seolah tidak mampu memproses informasi tersebut. Semua berhenti sejenak, kami saling melihat dalam kebingungan. "Woy! Kalian kenapa?" Biru akhirnya memecah keheningan dengan menjentikkan jarinya, membuyarkan lamunan kami. "Beneran, kalian berdua udah jadian?" tanya Jeno, suaranya menunjukkan ketidakpercayaan. Aku menggelengkan kepala, tak tahu harus berkata apa, menjawab dengan kebingungan yang melanda. "Bi, serius dikit napa sih?" Radit tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. "Aya, kenapa lo gele
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

Bab 35

Sore itu, cahaya matahari mulai redup saat Jeno dan Radit menghampiri aku dan Biru di parkiran sekolah. Semilir angin membawa kesegaran yang tampaknya mengundang nostalgia. "Bi, nanti malam datang ke basecamp ya? Udah lama kita nggak ngumpul," ucap Jeno dengan semangat yang terpancar dari sorot matanya.Radit yang berdiri di sampingnya menambahkan, "Iya, udah lama banget kita nggak ngumpul." Suaranya penuh antusias, seolah mengingatkan kembali pada hari-hari indah yang pernah mereka lalui bersama.Biru, yang masih terlihat ragu, menoleh ke arahku mencari jawaban. Matanya berbinar mencari persetujuan, "Boleh nggak?" tanyanya dengan nada memohon. Aku bisa merasakan keinginan kuat darinya untuk kembali merajut kenangan lama bersama teman-temannya.Dengan suara rendah, aku hanya bisa menjawab, "Serah lo," sebuah jawaban yang mungkin bagi sebagian orang terdengar tidak peduli, namun bagiku itu adalah cara untuk memberi kebebasan pada Biru.Jeno dan Radit, yang memperhatikan pertukaran pend
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more

Bab 36

"Oh, maaf sayang. Kamu kan nggak suka makanan manis kayak gini," ucap Biru seraya kembali meletakkan sendok dan menggeser kue yang katanya buatan Anggia itu.Tau saja Biru, kalau aku nggak suka makanan manis. Paling tidak dia telah menyelamatkan aku dari makanan yang entah sudah di beri tambahan apa aku nggak tau. Seperti di film-film yang mungkin di kasih obat pe*****ang sih enak, bisa ngerasin ena-ena lah kalau di kasih obat mematikan agar semua warisan papa jatuh di tangan Anggia dan Tante Ayuni bisa logout nggak bisa login lagi, begitulah pemikiran ku. Aku tersenyum. "Makasih sayang, kamu paling ngerti kalau aku nggak suka makanan manis," ucapku mengikuti permainan Biru."Iya sayang, sama-sama," ucap Biru sambil mengusap pipiku. Aku melirik ke arah Anggia dan Tante Ayuni, mereka berdua terlihat sangat kesal apalagi Anggia bahkan ia hampir menangis melihat aku dan Biru mesra seperti ini."Oh iya, sayang. Katanya hari ini papa pulang," ujar Biru."Eh iya, Biru. Hari ini papa kamu
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

Bab 37

Tanpa menunggu sejenak, aku melangkah maju dengan tegas. Mataku menyala penuh amarah saat menyaksikan seorang pria yang berani mengulurkan tangannya ke arah barang-barang pribadiku. Dengan gerak cepat, aku memelintir tangan pria itu hingga dia meringis kesakitan."Udah gue bilang kalau jangan sentuh barang-barang gue!" suaraku menggema tajam di ruangan itu, mengandung kekuatan dan peringatan yang tidak boleh diabaikan. Tangan pria itu masih terjepit di genggamanku, dan aku tidak berniat untuk melepaskannya sebelum dia benar-benar mengerti."Arrgh! Lepas!" teriak pria itu dengan suara yang dipenuhi rasa sakit dan kepanikan. Dia berusaha keras melepaskan diri, tapi semakin dia berontak, semakin kuat aku memelintir tangannya.Tiba-tiba, pria yang satunya lagi mencoba maju untuk membantu rekannya. Namun, dengan refleks yang cepat, aku mendorong pria yang ada di genggamanku. Dia terhuyung ke belakang dan akhirnya menabrak temannya sendiri. Keduanya terjatuh berantakan di lantai, terlihat s
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Bab 38

"Em, Nak Biru. Kamu sudah pulang," ucap Tante Ayuni sedikit gugup melihat kedatangan Biru yang tiba-tiba.Anggia menangis tersedu dan berlari menghampiri Biru yang masih berdiri di tempatnya. "Kak Biru, Kak Aya nggak mau mengakui kalau gue saudaranya. Gue sadar gue cuma anak tiri dari papa Erwin," ucapnya dengan nada memelas. Biru berdiri tegak dengan pandangan yang tajam, matanya menatap lurus ke arah Anggia yang masih terisak. Napasnya terdengar berat, pertanda keraguan yang mulai menguasai pikirannya. Tante Ayuni yang berdiri di sampingnya tampak menggigit bibir, tanda kecemasan yang tidak bisa disembunyikan."Kak, gue cuma pengen diakui," kata Anggia dengan suara yang bergetar, air mata membasahi pipinya yang merah. "Kita mungkin saudara tiri, tapi perasaan sayang gue ke Kak Aya itu nyata, Kak."Biru mengerutkan dahinya lebih dalam, seolah mencoba memproses kata-kata Anggia. Dia menarik napas dalam, lalu menghela napas panjang, pertanda dia mencoba mencari kata-kata yang tepat un
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

Bab 39

Aku merasakan desakan darah di kepala saat mendengar permintaan Biru. Dia berdiri di hadapanku, matanya menatap dalam ke dalam mataku, seolah mencoba mengunci jiwa dan ragaku hanya untuknya. Napasku tercekat, kaget dan bingung bercampur menjadi satu."Gue serius, lo harus menjauh dari Gery, atau siapa pun yang mendekat. Lo itu punya gue!" Biru mengulangi kalimatnya dengan nada yang lebih tegas dan mendesak. Suaranya mengandung kecemasan dan ketakutan kehilangan yang selama ini dia sembunyikan.Aku menelan ludah, mencoba meredam debaran jantung yang kian kencang. "Kenapa? Bukannya dulu lo nggak mau nikah sama gue," tanyaku dengan suara yang berusaha tetap tenang, meski di dalam hati bergolak hebat."Itu dulu, tapi sekarang gue nggak ingin lepasin lo buat orang lain," jawab Biru dengan serius, matanya tidak berkedip seolah takut aku akan menghilang jika ia berpaling walau hanya sekejap.Kata-katanya yang penuh ketegasan membuatku mematung di tempat. Aku merasakan sesak di dada, perasaan
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more

Bab 40

Aku mengedipkan kedua mataku cepat, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Biru. "Em, siapa bilang gue nggak mengakui lo sebagai suami?" kataku dengan tawa renyah, seolah menyembunyikan getar di hati. Aku beranjak ingin mengelak, namun Biru dengan cepat meraih tanganku, menahan langkah. Jari-jarinya bergerak lembut mengusap pipiku, menimbulkan desir dalam dada. "Ya ampun, Biru tampan banget," batinku, terpesona sejenak pada ketampanannya yang begitu nyata. "Gue nggak mau lo terlalu dekat dengan cowok lain," bisiknya dekat sekali. Ucapannya menghangatkan ujung telingaku. Tiba-tiba, Biru mendekat, mengikis jarak di antara kami. Bibirnya menyentuh bibirku lembut tapi penuh niat. Mataku membulat, terkejut oleh gerakannya yang tak terduga. Ingin ku tolak, namun genggaman Biru semakin erat dan ciumannya semakin mendalam, membuatku terperangkap dalam hangatnya rasa yang sulit diungkapkan.Tangan Biru dengan lembut mendarat di punggungku, menepuk-nepuk seolah mengerti betapa aku keku
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status