Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of MENANTU IMPIAN IBU: Chapter 91 - Chapter 100

106 Chapters

Bab 91. Bolehkah aku jujur?

"Assalamualaikum! bagaimana keadaan kalian? Baik-baik saja?" Ajeng segera memeluk Dini, "kamu makin cantik saja, Din," pujinya. "sepertinya karena kalian makin bahagia. Ummi bisa melihatnya," ucap Ajeng dengan memindai rambut Dilan yang basah dan kerudung Dini yang sepertinya juga masih basah rambut di dalamnya saat tadi dia memeluknya.Dini dan Dilan tersipu mengerti dengan arah pembicaraan umminya. Apalagi saat merangkul Dilan, dia mengacak rambutnya. Mereka memang tidak sempat mengeringkan rambut ketika azan Subuh baru terdengar, ada bunyi klakson dari pagar rumah yang mereka tempati. Saat Ima membuka pintu pagar, terlihat mobil travel yang membawa Ajeng dan Ibra datang."Kita kayaknya sebentar lagi mau punya cucu, Mi," tambah Ibra yang membuat Ajeng terkekeh, namun Dilan dan Dini menunduk malu."Bunga kamu makin banyak, Din." Ajeng melihat bunga sambil berjalan ke arah rumah. Semerbak melati tercium harumnya. Dia bahkan mengambil nunga itu dan dibawanya ke rumah."Ummi, jangan lam
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more

Bab 92. Hati yang retak

"Kamu tidak akan menjadi milik orang lain sampai aku memilikimu terlebih dahulu," ucap pemuda yang dengan mata berkilatnya menatap dua orang di depannya."Apa maumu, Danu? Apa yang akan kauakukan?"Lelaki itu mendekat, menyunggingkan senyumnya. Lalu dengan penuh perasaan mencolek dagu Dini. "Cih!" Dini meludahi wajah pemuda itu.Danu menyeringai, membalurkan air ludah Dini ke seluruh mukanya. ""Rasanya aku telah merasa kamu menjilatkan lidahmu ke wajahku," "Din,.."Dini menelan saliva. "Din, maafkan aku!" Dia berdiri kaku, terpaku oleh kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Danu di saat pikirannya melanglang buana, mengingat kejadian yang membawa Aziel pergi . Angin di ruangan pengadilan itu terasa berat, seperti menyimpan semua beban dunia di udara yang mengelilinginya. Suara langkah sepatu Danu yang semakin mendekat mengisi kekosongan itu, dan setiap detiknya seolah memperlambat waktu. Dini tak tahu harus merasa apa.“Aku yang mengacaukan hidupmu. Maafkan aku, Din,” ujar D
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more

Bab 93. Ketakutan

Mereka sudah tiba di kantin rumah sakit jiwa tempat Dilan bekerja. Suasana nampak ruh oleh pegawai rumah sakit juga keluarga pasien yang datang menjenguk"Makan duluh ya, Dek?" tanya Dilan yang sudah menggandeng Dini untuk duduk di kursi kantin rumah sakit. Ditariknya kursi untuk diduduki Dini.Dini sontak menatap Dilan dengan tajam. "Tentu saja, Sayangku.L lawong kita juga udah di sini gitu, Mas. Emang mau ngapain kalau bukan mau makan."Dilan tertawa, ngakak. "Aku pikir kita mau itu,.." Dilan mengerling. Sebuah timpukan sudah didaratkan Dini. "Otak kamu ngeres melulu."Tawa Dilan makin keras."Biar ghak tegang. Setelah membaca WA kamu sepertinya tak ada semangat." Dilan segera diuduk di sebelah Dini, menatap Dini tanpa merasa puas. Seolah kalau memungkinkan, matanya tak berhenti bergerak dari wajah Dini.Dini setelah terdiam sesaat, dia menatap Dilan. Matanya yang bersitatap, masih kerap memberinya debar-debar halus. "Terkadang aku takut, Mas. Mereka memutarbalikkan fakta. Bukannya a
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Bab 94. Jangan takut

Hati dini berdetak lebih keras dari biasanya. Apalagi yang akan dikatakan lelaki itu dengan mengirim WA, resah Dini.Dilan yang mengetahui keresahan Dini, merangkul pundaknya. Berusaha menenangkannya. "Jangan takut, Dek. Kamu akan baik-baik saja, percaya Mas," hibur Dilan yang kemudian sudah membuka pesan WA Dini tersebut. Terlihat jelas logo sebuah hotel terpampang. Nama Elsa mengikuti di balik pesanannya. "Duapuluh rangkaian bunga meja setiap hari. Kamu sanggup?"Dini mendekatkan matanya menatap layar handphone, hinggah wajahnya amat dekat dengan Dilan, "Apa? Duapuluh rangkaian, Mas?" Wajahnya berbinar yang kemudian mendadak bersemu merah saat Dilan mendaratkan ciuman di pipinya."Iya. Selamat ya!" Kembali Dilan menghadiai Dini ciuman. Kali ini lebih diperdalam di bibirnya dengan menatap wajah Dini lekat. Baginya, kebahagiaan Dini adalah segalanya. Dan bunga itu adalah kehidupan bagi Dini yang merasakan kebahagiaan saat karyanya dihargai orang dengan membelinya. Pekerjaan yang dulun
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Bab 95. penjagaan

"Maaf, Pak. Seperti juga kemarin-kemarin, setiap mau masuk, saya harus memastikan ruangan ini aman terlebih dahulu. Seorang saksi kunci di persidangan besuk akan menjalani tes di ruangan ini." Seseorang menjelaskan pada pihak kampus setelah menyerahkan bukti resmi dari kepolisian seperti yang dia lakukan pada hari-hari sebelumnya.Petugas kampus selalu mengangguk. Mereka memang sebelumnya telah diberi penjelasan.Dini yang datang selalu heran, kenapa di ruangannya selalu ada seseorang berpostur tinggi tegap yang pergi setelah dia datang. Namun itu tak terlalu dipikirkannya. Dia sudah bisa bersyukur bisa mengikuti tes ini hinggah akhir. Apalagi bisa memilih siang, setelah Dilan menyelesaikan kerjanya walau dengan izin pulang lebih cepat satu jam dari biasanya. Kalau saja pengacara yang disewa Pramono tidak minta mundur untuk kesaksian Dini, dia memilih mundur tak mengikuti tes. Untunglah aku bisa mengikuti ujian ini. Semoga nanti kau lolos, do'a DiniDini juga sering merasa aneh diperl
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Menantu Impian Ibu 96

"Tuh, kan, gimana ini?" Dini merajuk. "Kamu sih, Mas aneh-aneh yang kamu kerjain, jadi gimana, dong?""Maaf, ya,.." DIlan merasa ghak enak. Direngkuhnya Dini di pelukannya. Ciuman di ubun-ubun pun dia lakukan sebagai penebus rasa bersalah. Namun Dilan lantas merasa aneh, tubuh Dini terguncang. Bukan karena menangis, tapi terkekeh. Cepat-cepat Dilan mengangkat wajah istrinya itu dari pangkuannya."Dini,..kamu bikin ulah apa lagi? Aku ngerasa bersalah, kamu malah tertawa.""Seneng banget bikin kamu begitu. Ngersa aku makin kamu sayang.""Emang kamu kurang bukti apa lagi sampai kamu bikin perasaanku kayak gini?" Dengan gemes Dilan menciumi Dini sampai wanita itu ampun-ampun. "Hayo ngomong sama aku, kenapa kamu ketawai aku?"Dini mengambil nafas masih dengan menyimpan senyumnya. "Mas tau ghak, rumahnya yang sebelahan sama kita, itu kan bidan," kata Dini dengan manja meletakkan kepalanya di pangkuan Dilan."Memangnya kenapa?""Kapan hari aku ke sana Kb. Dia menyuruhku tes urin terlebih d
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Menantu Impian Ibu 97

Dini mengerutkan alis sambil mengunyah jagung bakarnya yang mulai dingin. Aroma asap arang yang menguar dari kedai di tepi pantai membuat perutnya kembali bergemuruh, meskipun tangannya sudah memegang setengah potongan jagung bakar yang tersisa. Matanya menatap kosong ke depan, ke arah laut yang tenang dengan ombak kecil yang menggulung perlahan."Mas, aku baru ingat. Kita belum telpon Bu Ima. Kasihan, dia sendirian di rumah," katanya tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka.Dilan, yang sedang menggoyang-goyangkan gelas es kelapa di tangannya hingga terdengar suara es yang beradu dengan dinding gelas, hanya terkekeh pelan. "Sudah aman, kok. Nggak perlu khawatir. Bu Ima nggak bakal takut di sana."Dini mengangkat wajah, menatap suaminya dengan rasa ingin tahu. Alisnya yang tipis sedikit berkerut, menambah ekspresi herannya. "Lho, kok bisa yakin? Kenapa?""Ada yang nemenin," jawab Dilan sambil memamerkan senyum kecil, ekspresi wajahnya seperti menyimpan rahasia yang sengaja ingin
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Menantu Impian Ibu 98

Pria itu mengulurkan air mineral untuk Dini dan Dilan. "Mas, nggak kenapa-napa?" suara beratnya terdengar.Dilan menoleh dan tersenyum kecil. "Nggak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget aja.""Maaf, Mas. Saya tadi telat datang karena ada keperluan mendadak," ujar pria itu.Dini memandang pria itu dengan tatapan bingung. "Mas, ini siapa?"Dilan membantu Dini bangkit, kemudian beralih menatap pria tersebut. "Dia? suruan Papa, Din.""Suruan Papa?" Dini mengerutkan dahi, bingung dengan istilah yang baru saja keluar dari mulut suaminya.Dilan tertawa kecil, mencoba menenangkan istrinya. "Maksudnya dia ini yang jaga kita, Din. Nggak usah khawatir. Sekarang kita masuk ke dalam aja, ya."Dini masih ingin bertanya lebih banyak, tapi melihat tatapan serius Dilan, ia memilih untuk menurut. Mereka berjalan menuju kamar resort dengan pria tadi mengikuti di belakang, memastikan semuanya aman."Terimakasih, Pak. Bapak bisa pergi sekarang. Insyaallah ghak ada apa-apa."Setelah masuk ke kamar, Dilan mengun
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Menantu Impian Ibu 99

"Ibu sehat?" tanya Dilan. Lalu mencium punggung tangan wanita di depannya."Sehat, Nak. Lihat, nih," ucap Astri tersenyum."Ibu sudah tidak sabar pingin ketemu Dini, Dilan, sampai pas aku telpon kamu semalam, Ibu pingin ngomong sama Dini."Kapan Mas telpon?" tanya Dini pada Fahmi."Tadi malam," jawab Fahmi. yang segera membuat mata Dini membelalak menatap Dilan yang hanya cengingisan di depannya."Jadi Mas Fahmi yang telpon, Mas? Yang kamu sembunyikan itu?""He,he, he,.. kejutan, Dek.""Ih, bisa-bisanya ya, kamu,.." Dini sudah menimpuk Dilan dengan tas kecil yang dibawanya."Dini,..apa-apaan sih kamu, sama suami kamu ghak sopan begitu?" tegur Astri."Ya, begitu itu, Bu, anak Ibu. Ghak sopan sama suami."Dini makin menggertakkan giginya. Dilan hanya ngakak tertawa."Ibu,..!" Dini segera memeluk Astri. "Aku kangen sekal sama Ibu,""Ibu juga, Nak. Kamu baik-baik saja, kan?"Dini hampir saja bercerita tentang kejadian semalam, tapi Dilan memegang tangannya, "Kami baik-baik saja, Bu. Aku
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Menantu Impian Ibu 100

Dini mengusap airmata yang tiba-tiba saja mengalir. Ingatan dia pada Aziel membuatnya menangis. Salahkah aku jika aku masih menangisinya, sementara ada suamiku yang begitu menyayangiku? Bathin Dini dengan kembali menitikkan airmata saat dia meras tak adil pada Dilan karena hatinya masih terbagi."Tolong diteruskan," perintah Pak Hakim saat melihat Dini menunduk.Aku dan Aziel menatap ke arah datangnya suara yang ternyata ada di belakang kami. Aziel terperanjak dengan tangan mengepal. Kata-kata tak senonoh itu bahkan tak pantas untuk didengar seekor jangkrik yang kebetulan lewat."Danu?" ucapku spontan manakala seseorang yang di belakang kedua orang itu, menampakkan wajahnya."Kamu pikir kamu bisa dimiliki orang lain, sebelum aku mencicipimu?" ucapnya dengan wajah merah padam. Aku bahkan seolah tak mengenalinya lagi. Sosok yang duluh amat kuhormati bahkan kuidolai, kini bisa mengatakan semua itu."Jaga ucapanmu!" bentak Aziel."Kamu telah menolakku, Dini. Aku datang dengan baik-baik me
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status