Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of MENANTU IMPIAN IBU: Chapter 81 - Chapter 90

93 Chapters

Bab 81. Ayo masuk!

Dini sudah berada di bis. Dari tadi dia melihat pria berbusana rapi yang seolah terus mengikutinya. Bahkan saat Dini berpindah tempat duduk dengan sengaja. Dini merapalkan do'a. Lalu menelpon kakaknya. Namun nomer itu tak bisa dihubungi. Yang menjawab hanya opeator. "kak, tolong jawab," kembali Dini berusaha menelpon. Namun lagi-lagi ak ada jawaban. Di sana memang tak ada sinyal.Kembali Dini menoleh. Nampak orang itu kemudian membuang mukanya. Tolong aku, Tuhan! Kasus ini sudah ada titik terang, jangan biarkan aku kauambil duluh sebelum aku menaruh Danu di penjara atas kematian Aziel. Aku tak rela Aziel tidak emndapatkan keadilan. Sejenak wajah Aziel muncul di benak Dini. Pemuda pendiam dan hanya tersenyum samar itu seolah kini memandang Dini lekat. Namun tiba-tiba dia mendengra tawa, tawa yang khas, bersama sekelebat candanya yang hangat dan menggoda. Dini memejamkan matanya. sebulir air menetes di pipinya. Maafkan aku, Ziel. Kenapa aku harus menukar cnamu untuk orang lain? maafkan
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 82. Lebih dari tiga hari.

"Kita lebih dari tiga hari, lho, Din , ghak salin tegur sapa. Ingat kan saat sekolah pesantren duluh, kalau sesama muslin salin diam dalam tiga hari, itu kenapa?""Sok jadi ustaz,"ucap Dini sambil naik.Dilan tertawa. Dini sekilas menatapnya. Tawa renyah itu, sudah beberapa hari dia tak mendengarnya. Kenapa Dini kini merasa begitu kangen dan suka mendengarnya. Dasar hatiku! rutuk Dini."Bagaimana kamu tau aku ke sini? Dibilangi Ibu, ya?""Dibilangi hatiku.""Mulai nih gombalnya.""Habis kamu, sih. Sukanya ngambeki aku melulu."Mereka akhirnya sudah sampai di depan rumah. Dini yang tidak sabar mengomeli kakaknya, langsung masuk rumah tanpa salam. Hanya Dilan yang mengucap salam. Yang kemudian disambut dengan ibunya dengan senang."Cari siapa, Din?" tanya ibunya."Ya, cari Mas lah, siapa lagi. Habisnya ditelpon ghak diangkat-angkat.""Kamu kan sendiri tau, Dik, di sini kadang ada sinyal, kadang ghak ada," sahut Fahmi."Walau gitu ghak setengah hari juga, Mas. Coba vek deh hapenya." Dini
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 83. Bagaimana ini?

Langkah Dilan terdengar pelan saat memasuki halaman. Sisil yang sejak tadi duduk di bangku panjang, mendongak dan segera berdiri. Matanya menangkap tangan Dilan yang bertaut erat dengan Dini. Ada sesuatu yang menyelip di hatinya, entah apa. Namun, ia memilih untuk mengabaikannya, mengingat nasihat Giani yang terus terngiang dalam pikirannya. Tatapan Dilan begitu ramah, bahkan senyumnya terasa tulus, seolah menghapus kejanggalan yang sempat muncul di benaknya."Sudah lama?" tanya Dilan."Lumayan sih," jawab Sisil, melangkah lebih dekat dengan gerakan yang terlihat dibuat santai.Dilan membalas dengan senyuman kecil. Ia melirik Dini di sampingnya, yang kini mengerucutkan bibir sambil melipat tangan di dada."Kenapa nggak telpon dulu kalau mau ke sini? Untung aku udah sampai rumah," lanjut Dilan, nada bicaranya seperti menyimpan protes tersembunyi.Sisil tertawa kecil. "Sudah, tapi selalu yang jawab operator."Dilan tidak berniat menjelaskan bahwa ponselnya sengaja dimatikan. Bukan hanya
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

84. Jangan pergi!

Sisil malah menyelonjorkan kakinya yang terlihat betisnya di ruang keluarga yang dekat mushola. Rok yang dia pakai hanya sampai di bawah lutut. Menampakkan kaki putihnya yang indah. Dilan sering membuang pandangannya agar tak melihatnya. Apalagi saat tadi sudah merasakan hal aneh saat bersama Dini.Dilan menguap berkali-kali. Sengaja ditampakkannya agar Sisil segera pulang. Namun tu ternyata tak jua membuat gadis itu beranjak dari duduknya. Dia malah seolah-olah kerasan dengan mengajak Dilan ngobrol."Kalian dari mana sih, kok kamu sepertinya lelah banget?" tanya Sisil dengan membereskan peralatan sholat yang tadi dibawanya dari rumah."Dari desanya Dini," jawab Dilan dengan suara rendah karena suntuk hatinya, sementara tak dapat mengatakan sesuatau agar Sisil bisa pergi dasri rumahnya."Jauh?" Sisil malah antusias bertanya."Lumayan jauh kalau ghak ada yang nemenin bercanda," kelakar Dilan berusaha menampakkan keberadaan Dini. "Untungnya ada seseorang yang bikin aku ghak jadi kesel."
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

Bab 85. Virgin?

"Kok lama kamu baru pulang, Sil?" sapa Rena begitu putrinya nyampek di rumah."Iya, sampek pegel nih, Mi," ucap Sisil dengan sewot menyelonjorkan kakinya."Emang kerja apa sampek pegel?""Bukan kerjanya, tapi nungguin Dilan yang pegel. Udah gitu dia pulang sama Dini bergandengan mesra lagi.""Gandengan mesra? Bukankah kata mamnya Dilan mereka hanya sementara, bagaimana gandengannya sampai mesra?" Wajah wanita itu sampei kerkerut."Kenyataannya begitu."Bramanto yang baru dari dalam, segera menghampiri ibu dan anak itu. "Perasaanmu kali, Sil.""Ghak tau juga sih, Pi. Cuma aku lihat tadi Dini naik ke atas, kayak naik ke kamar atas. Bukan ke kamar yang dipakai Dilan. Sepertinya mereka ghak sekamar.""Tuh, kan,..Mami bilang juga apa. Percaya Tante Giani deh," ucap wanita yang masih cantik di usianya yang kepala empat itu sambil merangkul putrinya.Sisil seketika senyumnya mengembang. Demikian juga Bramanto yang segera menggandeng putri kesayangannya masuk.Sementara di rumah yang ditempa
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 86. Dapat job.

"Pak Rasyid ada sedikit masalah. Jadi digantikan orang lain.""O, begitu ya? ""Maksudnya apa?" bisik Dini."Selama ini Papa mengiringi langkahmu dengan orang suruannya."" Jadi, orang yang menguntit aku itu suruhan Papa?"Dilan mengangguk."Pantas kamu mengetahui rumahnya Haidar. Kapan hari aku sempat berfikir, kenapa kamu sampai tau rumahnya Haidar, darimana coba. Kamu juga datang di saat yang tepat saat aku tak mendapati tukang ojek waktu pulang.""Heem. Papa yang ngabari aku setelah Papa di telpon orang suruannya."Pramono yang mendengar bisik-bisik mereka menyela,"Kenapa, Din, kamu takut?""Ya jelas takut sih, Pa. takutnya dia penculik kayak yang duluh. "Pramono tertawa kecil."Kenapa juga, Mas Dilan ghak ngomong?""Biar kamu ghak ngerasa tidak bebas, Din.""Makasih, Pa. Dini jadi terharu diperhatikan Papa.""Kamu adalah bagian dari Dilan. Dilan adalah putra Papa. Itu sama saja artinya kamu juga bagian dari Papa. Kamu jaga diri baik-baik ya. Segera kasih Papa cucu biar Papa bisa
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 87. Menjijikkan.

Seseorang datang dengan memamerkan senyumnya. "Bukankah itu orang yang di televisi pesantren kapan hari itu, Dek?" tanya Dilan saat menatap pria tambun yang kini ada di depan mereka sedang melangkah."Iya, Mas. Dia Barata. Kenapa dia di sini?" Din heran dengan adanya pria itu.Barata mendekat. Dini merasakan dag dig dug."Saya ke sini untuk mengajukan lamaran atas nama anak saya satu-satunya, Bu Astri." Pria tambun itu mengutarajan kedatangannya ke rumah Dini."Tetapi maaf, Pak, anak saya masih sekolah, baru mau kelas XII, mana mungkin memikirkan pernikahan?" Tolak Astri walau dia merasakan ketakutan dengan pria yang memiliki reputasi terhormat di seluruh lingkungan mereka."Dia kan perempuan Bu, untuk apa lagi kalau bukan menikah? Lagian walau Danu sekarang belum bekerja, dia takkan kekurangan apapun kalau hanya untuk menafkahi seorang gadis. Anak Ibu tidak akan kekurangan hidup bersama kami.""Bukan karena itu, Pak. Saya tau setiap perempuan akan menjadi Ibu dengan memasak di dapur
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 88. Cerai?

"Apa yang bisa kamu dapat dengan berdebat dengannya, atau menamparnya?" Dilan memulai dengan suara pelan namun tegas. "Justru kamu akan mendapat kasus baru yang akan menjeratmu dalam rana hukum. Kamu sendiri kan tau siapa dia," lanjutnya.Dini masih mencoba melawan, namun tangannya lemah, kalah oleh ketenangan Dilan. Dia akhirnya menyerah dan membiarkan Dilan membimbingnya masuk ke mobil. Kursi penumpang menjadi tempat Dini mengempaskan tubuhnya yang masih dipenuhi rasa frustrasi."Ini, minumlah!" Tanpa banyak bicara lagi, Dilan menghidupkan mesin mobil etelah Dini minum, dan melajukan kendaraan ke arah sebuah tempat yang sudah dikenalnya baik—café milik Erka, sahabatnya."Kita mampir di café temanku ya, nggak jauh dari sini," ucap Dilan santai. "Kamu tentu sudah lapar, setelah melampiaskan emosimu barusan."Dini hanya mengangguk pelan."Aku gemes, tahu nggak? Lihat tampangnya aja aku udah enek."Dilan melirik Dini. "Walau gitu, nggak usah ngamuk juga kali. Nanti cantiknya hilang," g
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 89. Hanya bekas ODGJ

"Cerai?" Dilan menengok ke arah pandangan Dini. "Apa maksud perkataanmu, Sil? Siapa yang mengatakan semua itu padamu?"Gadis yang kini menatapnya dengan luka itu, menatap Dini dengan tatapan menghujat. "Seluruh keluarga kita telah merencanakan pertunangan kita. Bahkan minggu depan rencana acaranya, bisa-bisanya kamu sekarang bermesraan dengannya!""Sil, kamu salah mengartikan hubungan kita.""Lihat aku, Dilan. Kau sejajarkan aku dengan wanita bekas ODGJ?"Mendengar perkataan Sisil, mata Dini mulai memburam. Dia berdiri hendak pergi."Dek,.!" Susah payah Dilan menggapai tangannya. Hinggah saat wanita yang dicintainya itu telah direngkuhnya, Dilan memeluknya erat. "Jangan tinggalkan aku lagi, Dek!""Lepaskan aku, Mas!""Tidak, Dek. Aku takkan melepaskanmu. Aku bisa jelaskan semuanya ke Sisil."Namun Dini tetap berusaha melepaskan pelukan Dilan dan pergi."Erka, tolong kunciku!"Erka yang sedari tadi tak melepas pandangannya dari Dini dan Dilan, hinggah tau kapan Sisil datang dan menatap
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

Bab 90. Terbiasa

Dini yang kecapean sudah tertidur. Bantal guling kesukaannya tak lupa dipeluknya. Dilan yang masuk kamar, diam-diam memandangi wajah cantik yang kini terbaring miring di depannya yang duduk di sisi tempat tidur. Ditelusurinya wajah Dini dengan jemarinya. Dini sekarang memang terlihat makin cantik. Dia rajin merawat diri dan wajahnya. Tubuhnya pun terlihat makin berisi. Dilan menelan salivanya. Ada yang bergejolak di jiwa lelakinya. Diam-diam Dilan merutuki dirinya. Baru juga tadi pagi aku melewati malam pertama kami, pikirnya. Sekilas Dilan tersenyum. Mungkin Dini juga masih sakit, pikirnya yang memang tak berpengalaman dalam hal tempat tidur itu. Dilan merebahkan dirinya di samping Dini. dipandanginya lekat wanita yang teramat dicintainya dari sejak dia masih di bangku sekolah itu. Jemarinya terjulur, mengusap wajah Dini. Saat Dini membuka matanya, Dilan pura-pura tidur."Hanya mimpi," guman Dini dengan sekilas menatap Dilan yang wajahnya tepat di depannya. Dia memandang lelaki yang
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status