Home / Urban / Suami Miskinku Ternyata Konglomerat / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Suami Miskinku Ternyata Konglomerat: Chapter 41 - Chapter 50

58 Chapters

Bab 41.  Perhiasan Ketemu

Detik itu juga, kata-katanya seperti pisau yang menusuk hatiku. Aku berdiri terpaku, tidak percaya bahwa kata-kata penuh kebencian itu keluar dari mulut adikku sendiri. Aku mencoba bicara, namun suaraku seakan tercekat di tenggorokan. Mas Andi menggenggam tanganku, memberi isyarat agar aku tidak tersulut lebih jauh.Namun, emosi itu sudah tak terbendung lagi. Aku menarik napas panjang, lalu menatap Vanya dengan tatapan penuh luka dan kekecewaan. "Kamu tahu, Vanya, kebencianmu ini tidak akan membawamu ke mana-mana. Kamu boleh menghina mas Andi, tapi jangan lupa, Kakek memilihnya untukku dengan sadar, dengan sepenuh hati. Kalau kamu tidak bisa menghargainya, maka mungkin kamu juga tidak perlu menghargai kakek sebagai orang tertua di keluarga ini."Wajah Vanya mengeras, tapi dia memilih diam, tak lagi membalas. Kami berdiri dalam keheningan yang menusuk, sampai akhirnya mas Andi menarikku pergi, mengakhiri pertikaian yang terasa membekas dalam benakku.“Ayo kita jalan-jalan lagi, biar te
last updateLast Updated : 2024-11-18
Read more

Bab 43. Melawan Hasutan yang Datang

Esoknya, aku kembali bekerja dengan pikiran yang penuh amarah terpendam. Pekerjaan yang seharusnya bisa kuselesaikan dengan tenang terasa begitu sulit, setiap suara, setiap pandangan dari rekan-rekan kerja seperti membawa kembali semua hinaan dan ejekan yang selama ini mereka lemparkan pada mas Andi. “Win aku ijin istirahat lebih dulu, ya? Soalnya aku mau nemuin, teman sekolahku dulu,” ujarku saat itu yang di balas anggukan oleh Windi. Di waktu istirahat, aku tidak bisa menahan diriku lagi. Aku mendekati Lela, yang sedang duduk dengan rekan-rekan lain di kantin. Mereka berhenti berbicara saat aku tiba, aku bisa merasakan ketegangan yang mulai terbentuk. "Lela, kita perlu bicara."Aku memanggilnya, berdiri tepat di depannya duduk. Dia mendongak, tampak terkejut menatap wajahku, tapi berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Ada apa, Nggit?" Aku menatapnya tajam, tak
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

42. Hasutan Teman

"Inggit, aku tidak mengerti kenapa kamu bertahan dengan orang seperti Andi," suara Lela memecah keheningan di ruang tamu. Suaranya terdengar lembut, tapi menyimpan nada tajam yang tak bisa disembunyikan. Aku meletakkan cangkir teh yang belum sempat kuminum, merasa dadaku mendidih. "Lela, Andi adalah suamiku. Kenapa kamu bicara seolah-olah aku tidak punya pilihan dalam hidupku?" Lela mendekatkan dirinya padaku, menatap lurus ke mataku dengan ekspresi prihatin yang dibuat-buat. "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Nggit. Kamu tahu aku selalu mendukungmu. Kamu perempuan cerdas, punya pekerjaan bagus, cantik. Kamu bisa hidup dengan seseorang yang sepadan. Kenapa harus mempertahankan dia?" Aku menarik napas panjang, berusaha menjaga agar emosiku tidak meledak di hadapannya. Tangan Andi yang kurasakan di bahuku tadi pagi, masih terasa seperti bayang-bayang perlindungan yang dia berikan. "Lela, mas Andi mungkin bukan orang ka
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

Bab 44. Omong Kosong yang Memuakkan.

Pagi itu, seperti biasa, aku dan mas Andi berangkat bekerja bersama. Tapi suasana di antara kami berbeda, ada ketegangan yang tersisa di udara, meskipun kami berusaha terlihat biasa saja. Kami berjalan di sepanjang trotoar, kaki kami terbenam dalam pemikiran masing-masing. Aku bisa merasakan beban di pundaknya, entah mengapa, aku merasa beban itu sekarang juga menjadi milikku. Di tempat kerja, aku berusaha fokus. Namun, segala sesuatu yang terjadi di luar pekerjaanku terus mengganggu pikiranku. Lela, teman-temanku dan semua suara yang meremehkan mas Andi seperti bayangan yang menempel di kepala. Setiap tatapan, setiap bisikan yang mereka lemparkan, aku tahu bahwa ini tidak akan pernah berakhir. Mereka tak akan berhenti berusaha mengubah pikiranku tentang mas Andi. “Nggit, aku mau antar ini dulu ke gudang,” ucap Windi, yang mengagetkanku dari lamunan. “Oh, iya.”Aku membalas singkat. Windi terlihat
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

Bab 45. Menenangkan Mas Andi

Di tempat kerja, ketegangan semakin terasa. Orang-orang mulai lebih terbuka dengan sikap mereka, dan setiap kata yang terlontar membuat hatiku semakin tergerus. “Nggit dengar-dengar kamu masih dari kasta Wicaksono,” celetuk seseorang yang bersama Lela, aku langsung terkejut mendengarpertanyaannya itu. Belum juga aku menjawab Lela langsung memotongnya, “Percuma kalau terlahir dari keluarga kasta tapi suaminya buruh serabutan.” Sambil tertawa Lela bersama temannya. “Benar perkataanmu Lela, aku jadi merasa kecewa dengan sistem kasta di kota ini. Karena, orang-orang seperti dia ini yanhg menjatuhkannya.” Mata wanita itu penuh ejekan aku sangat ingin membalasnya tapi Lela seperti menyadari apa yang ingin aku lakukan. “Sudahlah, pergi dari sini, buang-buang waktu saja,” ucap Lela yang melempar tawa padaku.Sebelum mereka pergi Lela berbisik tajam, &ldq
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

Bab 46. Keputusan di Tengah Badai

Angin malam menyusup di sela-sela jendela kamar sederhana kami. Aku duduk di tepi tempat tidur, memandangi langit-langit yang penuh dengan bayangan gelap. Pikiranku bercampur aduk antara rasa lelah, marah, dan sedikit takut. Hari ini adalah salah satu hari terberat dalam hidupku, dan aku tidak tahu bagaimana aku akan melaluinya.“Mas Andi, kenapa kamu selalu sabar?” tanyaku pelan, memecah keheningan di kamar kecil ini.Dia berhenti melipat pakaian yang baru saja kami cuci bersama. Wajahnya tetap tenang, meskipun aku tahu dia pasti juga lelah.“Karena aku yakin, kesabaran itu akan membawa kita ke tempat yang lebih baik, Git,” jawabnya sambil tersenyum tipis.Aku menghela napas panjang. Jawaban itu terdengar mudah, tapi kenyataan di depan kami jauh dari kata indah. Hidup di bawah atap rumah orang tuaku bukanlah hal yang mudah, terutama karena ibu terus saja memperlakukan kami seperti beban.“Git,” suara Andi terdengar lebih lembut dari biasanya. “Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi aku n
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 47. Mencari Rumah Sewaan

Pagi itu, matahari terasa lebih terang dari biasanya. Namun, tidak ada kehangatan yang bisa kurasakan. Aku terbangun dengan pikiran penuh, sementara Andi masih tertidur di sebelahku. Wajahnya terlihat damai, seakan tidak ada beban yang membebani hidupnya.Aku diam-diam bangkit dari tempat tidur dan menuju ke jendela kecil di sudut kamar. Pikiran tentang percakapan semalam terus bergema di benakku. Apakah aku benar-benar mampu memulai hidup baru di luar rumah ini?“Inggit?” suara Andi memecah lamunanku. Aku menoleh dan melihatnya duduk di tepi tempat tidur, rambutnya acak-acakan, tapi wajahnya penuh perhatian.“Kamu nggak bisa tidur lagi?” tanyanya.Aku menggeleng pelan. “Aku kepikiran, Mas. Kalau kita beneran pergi dari sini, gimana kita bisa bertahan? Kita nggak punya cukup uang buat sewa rumah.”Andi berdiri, menghampiriku dengan langkah perlahan. Tangannya yang hangat meraih tanganku, menenangkanku seperti biasa.“Kita nggak perlu rumah besar atau mewah, Git. Yang penting, kita pun
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 48.  Rumah Tak Terduga

Mentari pagi menyambut langkah kami yang masih diselimuti rasa cemas. Dengan koper kecil di tangan, aku dan Andi berjalan menuju tempat baru yang dijanjikan oleh pemilik rumah. Lokasinya cukup jauh dari pusat kota, di daerah yang katanya tenang dan nyaman untuk ditinggali.“Mas, kamu yakin ini tempatnya?” tanyaku, mencoba menyembunyikan rasa lelah setelah berjalan cukup jauh.Andi mengangguk sambil tersenyum kecil. “Iya, Git. Aku udah tanya semuanya sama pemilik rumah. Tempatnya nyaman kok, kita pasti suka.”Aku ingin percaya, tapi keraguan tetap mengintip di sela-sela pikiranku. Bagaimana mungkin kami, yang hampir tidak punya tabungan, bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak? Namun, aku memilih untuk diam dan mengikuti langkah Andi.Ketika kami tiba di lokasi, aku berhenti seketika. Di depanku, berdiri sebuah rumah megah dengan pagar besi tinggi, halaman yang luas, dan dinding bercat putih yang terlihat seperti baru direnovasi.“Mas, kita salah alamat, ya?” tanyaku sambil mengerut
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 49. Rahasia di Mal Srikandi

Pagi itu, aku berdiri di depan Mal Srikandi dengan seragam kerjaku yang sederhana. Mal ini adalah tempatku bekerja sebagai penjaga toko kecil di lantai dua. Bangunan ini megah, penuh dengan toko-toko mewah dan orang-orang berpakaian rapi.Aku memandang ke arah Andi, yang tengah membawa kotak-kotak besar ke dalam gudang. Dia tampak biasa saja, seperti pekerja kasar lainnya, tapi aku tahu ada sesuatu yang lebih dalam dirinya. Sesuatu yang selama ini dia sembunyikan dariku.“Andi, aku masuk dulu ya,” ucapku sambil melambaikan tangan.Dia tersenyum dan mengangguk. “Iya, Git. Semangat kerjanya.”Aku berjalan melewati pintu kaca besar mal, merasakan pendingin udara yang langsung menyapu wajahku. Saat aku melewati toko-toko dengan etalase penuh barang mahal, aku bertanya-tanya bagaimana hidup kami akan berubah jika Andi memang benar-benar bekerja untuk seseorang yang berkuasa seperti bosnya.“Pagi, Inggit!” seru Rani, rekan kerjaku di toko.“Pagi, Rani,” balasku dengan senyum tipis. Aku mele
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 50. Teka-Teki Andi

Malam itu, di rumah baru kami yang mewah, aku berdiri di dapur, menyiapkan makan malam sederhana. Tapi pikiranku terus melayang ke peristiwa tadi siang di Mal Srikandi. Suara pria itu, amplop besar yang diserahkan ke Andi dan cara mereka berbicara, semuanya terasa janggal.Aku menatap Andi yang sedang duduk di ruang tamu, membaca sesuatu di ponselnya. Dia terlihat tenang, seolah-olah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi aku tahu, ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.“Mas, aku mau tanya,” ucapku sambil membawa dua piring nasi ke meja makan.Andi menoleh, lalu tersenyum. “Tanya apa, Git?”Aku meletakkan piring di hadapannya, lalu duduk di seberangnya. “Tadi siang, aku lihat kamu di gudang. Kamu lagi ngobrol sama seseorang. Dia ngasih amplop ke kamu. Itu tentang apa, Mas?”Wajah Andi sedikit berubah, tapi dia cepat-cepat menutupi reaksinya dengan tersenyum. “Oh, itu? Itu cuma laporan stok barang, Git. Biasa, urusan kerja.”Aku mengerutkan kening. “Tapi kenapa dia manggil kamu kay
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status