Share

Bab 42. Hasutan Teman

Author: Nocil Bawel
last update Last Updated: 2024-11-19 17:33:58
"Inggit, aku tidak mengerti kenapa kamu bertahan dengan orang seperti Andi," suara Lela memecah keheningan di ruang tamu. Suaranya terdengar lembut, tapi menyimpan nada tajam yang tak bisa disembunyikan.

Aku meletakkan cangkir teh yang belum sempat kuminum, merasa dadaku mendidih. "Lela, Andi adalah suamiku. Kenapa kamu bicara seolah-olah aku tidak punya pilihan dalam hidupku?"

Lela mendekatkan dirinya padaku, menatap lurus ke mataku dengan ekspresi prihatin yang dibuat-buat. "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Nggit. Kamu tahu aku selalu mendukungmu. Kamu perempuan cerdas, punya pekerjaan bagus, cantik. Kamu bisa hidup dengan seseorang yang sepadan. Kenapa harus mempertahankan dia?"

Aku menarik napas panjang, berusaha menjaga agar emosiku tidak meledak di hadapannya. Tangan Andi yang kurasakan di bahuku tadi pagi, masih terasa seperti bayang-bayang perlindungan yang dia berikan. "Lela, mas Andi mungkin bukan orang kaya, tapi dia suami yang setia. Aku tidak butuh penilaian orang lai
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 43. Melawan Hasutan yang Datang

    Esoknya, aku kembali bekerja dengan pikiran yang penuh amarah terpendam. Pekerjaan yang seharusnya bisa kuselesaikan dengan tenang terasa begitu sulit, setiap suara, setiap pandangan dari rekan-rekan kerja seperti membawa kembali semua hinaan dan ejekan yang selama ini mereka lemparkan pada mas Andi.“Win aku ijin istirahat lebih dulu, ya? Soalnya aku mau nemuin, teman sekolahku dulu,” ujarku saat itu yang di balas anggukan oleh Windi.Di waktu istirahat, aku tidak bisa menahan diriku lagi. Aku mendekati Lela, yang sedang duduk dengan rekan-rekan lain di kantin. Mereka berhenti berbicara saat aku tiba, aku bisa merasakan ketegangan yang mulai terbentuk."Lela, kita perlu bicara."Aku memanggilnya, berdiri tepat di depannya duduk.Dia mendongak, tampak terkejut menatap wajahku, tapi berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Ada apa, Nggit?"Aku menatapnya tajam, tak peduli pada tatapan orang-orang di sekitar kami. "Aku ingin kamu berhenti bicara tentang mas Andi dengan cara seperti it

    Last Updated : 2024-11-19
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 44. Omong Kosong yang Memuakkan.

    Pagi itu, seperti biasa, aku dan mas Andi berangkat bekerja bersama. Tapi suasana di antara kami berbeda, ada ketegangan yang tersisa di udara, meskipun kami berusaha terlihat biasa saja. Kami berjalan di sepanjang trotoar, kaki kami terbenam dalam pemikiran masing-masing. Aku bisa merasakan beban di pundaknya, entah mengapa, aku merasa beban itu sekarang juga menjadi milikku.Di tempat kerja, aku berusaha fokus. Namun, segala sesuatu yang terjadi di luar pekerjaanku terus mengganggu pikiranku. Lela, teman-temanku dan semua suara yang meremehkan mas Andi seperti bayangan yang menempel di kepala. Setiap tatapan, setiap bisikan yang mereka lemparkan, aku tahu bahwa ini tidak akan pernah berakhir. Mereka tak akan berhenti berusaha mengubah pikiranku tentang mas Andi.“Nggit, aku mau antar ini dulu ke gudang,” ucap Windi, yang mengagetkanku dari lamunan.“Oh, iya.”Aku membalas singkat. Windi terlihat

    Last Updated : 2024-11-19
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 45. Menenangkan Mas Andi

    Di tempat kerja, ketegangan semakin terasa. Orang-orang mulai lebih terbuka dengan sikap mereka, dan setiap kata yang terlontar membuat hatiku semakin tergerus.“Nggit dengar-dengar kamu masih dari kasta Wicaksono,” celetuk seseorang yang bersama Lela, aku langsung terkejut mendengarpertanyaannya itu.Belum juga aku menjawab Lela langsung memotongnya, “Percuma kalau terlahir dari keluarga kasta tapi suaminya buruh serabutan.” Sambil tertawa Lela bersama temannya.“Benar perkataanmu Lela, aku jadi merasa kecewa dengan sistem kasta di kota ini. Karena, orang-orang seperti dia ini yanhg menjatuhkannya.” Mata wanita itu penuh ejekan aku sangat ingin membalasnya tapi Lela seperti menyadari apa yang ingin aku lakukan.“Sudahlah, pergi dari sini, buang-buang waktu saja,” ucap Lela yang melempar tawa padaku.Sebelum mereka pergi Lela berbisik tajam, &ldq

    Last Updated : 2024-11-20
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 46. Keputusan di Tengah Badai

    Angin malam menyusup di sela-sela jendela kamar sederhana kami. Aku duduk di tepi tempat tidur, memandangi langit-langit yang penuh dengan bayangan gelap. Pikiranku bercampur aduk antara rasa lelah, marah, dan sedikit takut. Hari ini adalah salah satu hari terberat dalam hidupku, dan aku tidak tahu bagaimana aku akan melaluinya.“Mas Andi, kenapa kamu selalu sabar?” tanyaku pelan, memecah keheningan di kamar kecil ini.Dia berhenti melipat pakaian yang baru saja kami cuci bersama. Wajahnya tetap tenang, meskipun aku tahu dia pasti juga lelah.“Karena aku yakin, kesabaran itu akan membawa kita ke tempat yang lebih baik, Git,” jawabnya sambil tersenyum tipis.Aku menghela napas panjang. Jawaban itu terdengar mudah, tapi kenyataan di depan kami jauh dari kata indah. Hidup di bawah atap rumah orang tuaku bukanlah hal yang mudah, terutama karena ibu terus saja memperlakukan kami seperti beban.“Git,” suara Andi terdengar lebih lembut dari biasanya. “Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi aku n

    Last Updated : 2025-01-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 47. Mencari Rumah Sewaan

    Pagi itu, matahari terasa lebih terang dari biasanya. Namun, tidak ada kehangatan yang bisa kurasakan. Aku terbangun dengan pikiran penuh, sementara Andi masih tertidur di sebelahku. Wajahnya terlihat damai, seakan tidak ada beban yang membebani hidupnya.Aku diam-diam bangkit dari tempat tidur dan menuju ke jendela kecil di sudut kamar. Pikiran tentang percakapan semalam terus bergema di benakku. Apakah aku benar-benar mampu memulai hidup baru di luar rumah ini?“Inggit?” suara Andi memecah lamunanku. Aku menoleh dan melihatnya duduk di tepi tempat tidur, rambutnya acak-acakan, tapi wajahnya penuh perhatian.“Kamu nggak bisa tidur lagi?” tanyanya.Aku menggeleng pelan. “Aku kepikiran, Mas. Kalau kita beneran pergi dari sini, gimana kita bisa bertahan? Kita nggak punya cukup uang buat sewa rumah.”Andi berdiri, menghampiriku dengan langkah perlahan. Tangannya yang hangat meraih tanganku, menenangkanku seperti biasa.“Kita nggak perlu rumah besar atau mewah, Git. Yang penting, kita pun

    Last Updated : 2025-01-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 48.  Rumah Tak Terduga

    Mentari pagi menyambut langkah kami yang masih diselimuti rasa cemas. Dengan koper kecil di tangan, aku dan Andi berjalan menuju tempat baru yang dijanjikan oleh pemilik rumah. Lokasinya cukup jauh dari pusat kota, di daerah yang katanya tenang dan nyaman untuk ditinggali.“Mas, kamu yakin ini tempatnya?” tanyaku, mencoba menyembunyikan rasa lelah setelah berjalan cukup jauh.Andi mengangguk sambil tersenyum kecil. “Iya, Git. Aku udah tanya semuanya sama pemilik rumah. Tempatnya nyaman kok, kita pasti suka.”Aku ingin percaya, tapi keraguan tetap mengintip di sela-sela pikiranku. Bagaimana mungkin kami, yang hampir tidak punya tabungan, bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak? Namun, aku memilih untuk diam dan mengikuti langkah Andi.Ketika kami tiba di lokasi, aku berhenti seketika. Di depanku, berdiri sebuah rumah megah dengan pagar besi tinggi, halaman yang luas, dan dinding bercat putih yang terlihat seperti baru direnovasi.“Mas, kita salah alamat, ya?” tanyaku sambil mengerut

    Last Updated : 2025-01-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 49. Rahasia di Mal Srikandi

    Pagi itu, aku berdiri di depan Mal Srikandi dengan seragam kerjaku yang sederhana. Mal ini adalah tempatku bekerja sebagai penjaga toko kecil di lantai dua. Bangunan ini megah, penuh dengan toko-toko mewah dan orang-orang berpakaian rapi.Aku memandang ke arah Andi, yang tengah membawa kotak-kotak besar ke dalam gudang. Dia tampak biasa saja, seperti pekerja kasar lainnya, tapi aku tahu ada sesuatu yang lebih dalam dirinya. Sesuatu yang selama ini dia sembunyikan dariku.“Andi, aku masuk dulu ya,” ucapku sambil melambaikan tangan.Dia tersenyum dan mengangguk. “Iya, Git. Semangat kerjanya.”Aku berjalan melewati pintu kaca besar mal, merasakan pendingin udara yang langsung menyapu wajahku. Saat aku melewati toko-toko dengan etalase penuh barang mahal, aku bertanya-tanya bagaimana hidup kami akan berubah jika Andi memang benar-benar bekerja untuk seseorang yang berkuasa seperti bosnya.“Pagi, Inggit!” seru Rani, rekan kerjaku di toko.“Pagi, Rani,” balasku dengan senyum tipis. Aku mele

    Last Updated : 2025-01-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 50. Teka-Teki Andi

    Malam itu, di rumah baru kami yang mewah, aku berdiri di dapur, menyiapkan makan malam sederhana. Tapi pikiranku terus melayang ke peristiwa tadi siang di Mal Srikandi. Suara pria itu, amplop besar yang diserahkan ke Andi dan cara mereka berbicara, semuanya terasa janggal.Aku menatap Andi yang sedang duduk di ruang tamu, membaca sesuatu di ponselnya. Dia terlihat tenang, seolah-olah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi aku tahu, ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.“Mas, aku mau tanya,” ucapku sambil membawa dua piring nasi ke meja makan.Andi menoleh, lalu tersenyum. “Tanya apa, Git?”Aku meletakkan piring di hadapannya, lalu duduk di seberangnya. “Tadi siang, aku lihat kamu di gudang. Kamu lagi ngobrol sama seseorang. Dia ngasih amplop ke kamu. Itu tentang apa, Mas?”Wajah Andi sedikit berubah, tapi dia cepat-cepat menutupi reaksinya dengan tersenyum. “Oh, itu? Itu cuma laporan stok barang, Git. Biasa, urusan kerja.”Aku mengerutkan kening. “Tapi kenapa dia manggil kamu kaya

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 66. Identitas Hampir Terungkap

    "Kalau kamu merasa dirugikan, Gunawan," Laras melanjutkan dengan senyum yang penuh arti, "lebih baik kita bicara seperti orang dewasa. Tidak perlu mengerahkan tangan untuk membuktikan siapa yang lebih kuat. Kalau mau berdebat, mari berdiskusi dengan tenang." Nadanya sepertinya sedikit mengejek, namun tetap penuh dengan kelas dan kecerdasan. Laras selalu punya cara untuk melontarkan sindiran tanpa kehilangan kewibawaannya.Gunawan menatap Laras dengan penuh kebencian, namun dia tidak melawan. Ada semacam kebingungan yang terpancar dari wajahnya dan aku tahu, dia sedang berjuang untuk mengendalikan dirinya.Tapi, apa yang bisa dilakukan seseorang yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia bukanlah satu-satunya yang berkuasa? Aku bisa merasakan ketegangan semakin meningkat, tapi ada hal yang lebih besar yang sedang terjadi di balik semua ini.Mas Andi, dengan ketenangannya, malah menunjukkan pada kita bahwa kadang keheningan lebih berbicara banyak daripada kemarahan.Aku menyandarkan p

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 65.Kesabaran yang Membayar  

    Suasana ruangan itu terasa begitu padat. Ketegangan yang semula meletup, kini mulai mereda, namun ada bekasnya. Aku bisa merasakan udara di sekelilingku yang terasa berat. Andi, meskipun baru saja dijatuhkan dan dihina dengan begitu kejam, tetap berdiri tegak.Ada ketenangan dalam dirinya yang benar-benar memukau. Aku selalu tahu dia tidak mudah terpengaruh oleh orang lain, tapi aku tak pernah menyangka dia bisa tetap sabar dan tenang dalam kondisi yang begitu memanas.Mas Andi menatap Gunawan sejenak, matanya tajam, tetapi tidak menunjukkan rasa marah sedikit pun. Dia mengangkat wajahnya yang sempat tertunduk karena luka kecil akibat terjatuh dan dengan senyum tipis, dia berkata, “Saya mungkin jatuh, tapi itu tidak membuat saya kalah. Kalau ada yang mau berdiskusi lebih jauh, saya di sini.”Aku terdiam sesaat, terkesima oleh cara Mas Andi menghadapinya. Dia begitu santai, bahkan bisa tersenyum dalam situasi yang hampir tidak bisa dipercaya ini. Setiap kata yang keluar dari mulutnya t

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 64. Reaksi Gunawan  

    “Tidak masuk akal,” gumam Naysila yang menatapku tajam.Aku merasakan ketegangan yang semakin membara di ruangan itu. Suara detak jantungku terdengar begitu keras, hampir bersaing dengan suara langkah kaki Gunawan yang kini berdiri dengan ekspresi yang tidak bisa kuartikan. Semua mata tertuju padanya, dan aku bisa merasakan hawa panas yang mulai menyelimuti ruangan. Aku tahu dia pasti marah, marah yang meledak-ledak dan tak terkendali.Gunawan berdiri dengan wajah yang memerah, seolah amarahnya memuncak. "Kek," katanya dengan suara yang hampir bergetar karena kekesalan. "Apa ini tidak terlalu berlebihan? Andi bahkan belum lama menjadi bagian dari keluarga besar ini. Saya yang sudah lama mengabdi dan bekerja keras, kok bisa begitu saja disingkirkan? Ini tidak adil!"Aku menatap Gunawan dengan cemas. Suaranya menggelegar, mengisi ruang makan yang sebelumnya tenang. Aku bisa merasakan gemuruh amarahnya yang hampir tidak bisa dibendung.“Ini bukan keputusanku, akupun tidak tau kalau Andi

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 63. Perwakilan Resmi yang di Percaya.  

    Kata-kata itu menggantung di udara seperti petir yang menggelegar. Aku bisa merasakan dadaku berdetak lebih cepat, hatiku penuh dengan pertanyaan. “Komisaris Bramasta Group?” pikirku, masih mencoba mencerna apa yang baru saja Kakek katakan.Bramasta Group adalah nama besar yang tak bisa dipandang sebelah mata. Itu adalah sebuah kerajaan bisnis yang menguasai banyak sektor, dari properti hingga teknologi, dan memiliki jaringan yang sangat kuat. Jadi, bagaimana bisa Andi, yang selama ini dianggap hanya sebagai “kurir,” menjadi perwakilan resmi yang dipercayakan untuk membawa pesan dari mereka?Aku menatap mas Andi dengan rasa bangga yang semakin dalam, meskipun aku tahu bahwa ini adalah awal dari sebuah babak baru yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Namun, aku juga bisa merasakan adanya sebuah kegelisahan dalam hatiku. Bagaimana jika Kakek mengharapkan terlalu banyak dari mas Andi? Apa yang sebenarnya akan terjadi selanjutnya?Ibu Ana yang duduk di sebelahku, terlihat semakin pucat

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 62. Pengumuman Mengejutkan

    “Apa itu saya, Kek? Tentu saya siap untuk mewakili The Next King Bramasta,” kata Gunawan dengan nada yang lebih tinggi, seolah-olah sudah menganggap dirinya sebagai pilihan utama. Matanya sedikit menyipit, berharap agar Kakek menanggapi dengan cara yang sama seperti yang dia harapkan.Namun, Kakek hanya mengangguk pelan, memberikan jeda yang semakin menambah ketegangan di ruangan itu. Semua orang, termasuk aku, menunggu dengan cemas. Apa yang akan Kakek katakan selanjutnya?Aku setelah mendengar ucapan Gunawan juga sempat berpikir hal yang sama, kalian tau dia posisinya juga lumayan tinggi di mal Srikandi untuk keluarga Wicaksono di banding yang lainnya.Kakek kemudian mengalihkan pandangannya ke arah mas Andi dan sebuah senyum tipis muncul di bibirnya. “Tentu, saya rasa Andi yang akan menjadi perwakilan beliau. Dia yang akan menyampaiakan pesan dari The Next King Bramasta,” ujar Kakek dengan tegas.Suasana di ruangan itu seketika menjadi hening. Gunawan, yang tadinya merasa yakin bah

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat    Bab 61. Kedatangan Kakek Wicaksono  

    Suasana yang tadinya sedikit tegang dan penuh sindiran berubah seketika. Saat pintu ruang makan terbuka dengan suara berderit, semua mata langsung tertuju pada sosok yang masuk. Kakek Wicaksono, yang selalu memiliki daya tarik tak terelakkan, berdiri dengan tegap di ambang pintu. Semua tamu yang semula tenggelam dalam percakapan mereka langsung berdiri, memberikan penghormatan dengan sikap yang penuh respek, seolah-olah dunia di sekitar kami tiba-tiba berhenti sejenak.Kakek Wicaksono adalah pusat gravitasi di keluarga ini dan kehadirannya selalu membuat ruang penuh dengan wibawa, tanpa perlu berkata banyak. Senyum ramah namun penuh kekuatan itu, yang selalu aku lihat sejak kecil, masih sama, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang menyiratkan bahwa dia membawa kabar penting.“Apa kabar, semuanya?” Kakek menyapa dengan suara tegas namun penuh kehangatan. Matanya yang tajam memindai satu per satu wajah yang hadir, memberi kesan bahwa dia mampu menilai apa pun hanya dengan

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 60. Gunawan Membeku

    “Apa aku terlalu keras tadi?” bisik Laras, sembari menyesap air mineral dari gelasnya.Aku menggeleng kecil. “Tidak, kamu melakukan hal yang benar. Mereka butuh mendengar itu, terutama Gunawan.”Walau sebenarnya aku tahu, pasti mereka akan melakukan segala cara untuk membuat mas Andi dan aku malu nantinya. Hanya sampai saat ini kakek Wicaksono masih belum terlihat.Laras tersenyum tipis, seolah lega. “Kadang, aku hanya ingin memastikan bahwa aku tidak melewati batas.”“Kalau pun iya,” balasku sambil menatapnya, “itu batas yang memang sudah seharusnya dilanggar.”Laras tertawa kecil, melonggarkan suasana yang sempat tegang beberapa saat sebelumnya. Namun, sebelum percakapan kami berlanjut, aku menangkap tatapan samar seseorang yang duduk tidak jauh dari kami.Dia terlihat sibuk berbicara dengan orang di sebelahnya, tapi aku tahu dia mendengar. Cara dia melirik sesekali, dengan sudut senyumnya yang tipis, sudah cukup memberi tanda bahwa dia tahu ada sesuatu yang terjadi di meja ini.“Si

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat    Bab 59. Arena Sindiran  

    Makan malam itu seperti dirancang untuk menjadi panggung drama penuh jebakan. Setiap kata yang keluar dari mulut Gunawan terasa seperti pisau, tepat mengincar titik paling rentanku. Sejujurnya, aku merasa seperti sedang ditonton dalam acara yang sengaja dibuat untuk membuatku tak nyaman.Gunawan, dengan senyum sinisnya yang seperti trademark, memulai. "Andi, sekarang kerja apa? Masih buruh serabutan?"Aku menahan napas. Rasanya semua orang di meja ini sedang menatap kami, menunggu reaksiku. Tapi Andi, seperti biasa, tetap tenang. Bahkan dia tersenyum, senyum tipis yang jelas-jelas adalah bentuk kontrol diri."Sekarang jadi kurir, Mas," jawabnya santai. "Lumayan, kerja sambil olahraga."Aku bisa merasakan suasana di meja berubah. Udara jadi lebih kaku. Aku tahu Gunawan belum selesai.Gunawan tertawa keras, seperti sengaja menarik perhatian semua orang. "Kurir? Wah, cocok banget sama kamu! Pantesan si Inggit kelihatan makin kurus, ya. Pengaruh dari suami kayaknya."Kalimat itu menghanta

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat    Bab 58. Munculnya Laras  

    Di tengah acara yang semakin terasa menegangkan, aku merasa seolah-olah terjebak dalam sebuah drama yang tak berujung. Setiap kata yang terucap di antara kami seakan berisi lapisan-lapisan ketegangan, semua berkutat pada bisnis keluarga dan tradisi yang berat. Pandanganku menyapu ruangan, dan aku merasa semakin terperangkap dalam atmosfer yang penuh dengan ketidaknyamanan.”Aku ngak nyaman, sesak di sini,”gumamku lirih mengeluh.Andi duduk di sampingku, senyumannya lelah, mencoba untuk mengerti situasi, meskipun jelas raut cemas mulai terlihat di wajahnya. Aku bisa merasakannya, betapa beratnya bagi dia untuk berada di sini, di tengah keluarga yang penuh dengan tatapan sinis dan kata-kata tajam yang seolah tak pernah berhenti mengarah padaku.”Sabar, ada kejutan nantinya,” ujarnya tetap berusaha terlihat nyaman.”Kamu sok nyaman mas, padahal kamu juga bosan,” protesku yang di balas senyuman dan tatapan tajamnya.Namun, tiba-tiba, di tengah obrolan yang semakin panas, seseorang muncul d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status