Beranda / CEO / Tergoda Suami Sewaan / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Tergoda Suami Sewaan : Bab 31 - Bab 40

60 Bab

Bab 31 - Racun

31"Kamu banyak bicara!" bentak Jaager. "Ish! Orang ini. Dia yang ngajak ngobrol duluan, malah ngomelin aku," keluh Myron. "Lanjut, Bang. Aku mau ngaso bentar," kelakarnya sembari berbalik, lalu meninju kedua pria yang tengah berkelahi dengan Syuja. Jaager hendak mengejar Myron, tetapi Yoga menghalangi dan mengajaknya kembali melanjutkan duel. Pekikan terdengar dari sisi kiri. Semua orang terkejut menyaksikan leher Leroy telah dicengkeram Wirya, dan diangkat ke atas. Zulfi langsung lari dan menepis tangan kiri Wirya yang memegangi pisau lipat. "Tahan, W!" desis Zulfi. "Dia nusuk pahaku!" geram Wirya. Zulfi melirik celana kanan Wirya yang robek. Dia nendengkus kuat, lalu berjongkok untuk mengecek luka rekannya. Myron turut mendekat, kemudian dia menggerutu dalam bahasa Kanton yang membuat Zulfi terkejut."Racun?" tanya Zulfi menggunakan bahasa Mandarin yang dibalas Myron dengan anggukan. "Bang, turunin dulu. Nanti dia mati," bujuk Jauhari yang turut mendekat. "Mukanya sudah puc
Baca selengkapnya

Bab 32 - Campur Adat

Kamis pagi menjelang siang, keluarga Hadrian tiba dengan menggunakan dua bus pariwisata, dan beberapa mobil pribadi. Hadrian menyambut mereka di teras kediamannya. Kemudian dia mengajak semua orang memasuki rumah yang lantai satunya terlihat lega. Mimi, asisten rumah tangga, bergegas menyiapkan minuman untuk para tamu. Dia dibantu beberapa kerabat Hadrian. Hilda dan ketiga sepupu perempuannya, mengeluarkan semua makanan dari empat container box. Mereka menatanya di piring dan mangkuk saji, kemudian membuat dua meja prasmanan di sisi kanan serta kiri ruang makan. Semua orang mengambil ransum, lalu menempati kursi sesuai kelompok masing-masing. Tidak berselang lama, Endaru dan beberapa anggota PG tiba. Mereka langsung diminta Ana untuk turut bersantap. "Yang nginap di sini, Ibu, Paman Panji dan istri, Aki dan Nini, Paman Rasyid, Paman Abdul dan Paman Didi. Tentu saja dengan istri masing-masing," ujar Hadrian. "Para Paman dan Bibi lainnya, nginap di rumah Endaru. Sebelah kanan," tu
Baca selengkapnya

Bab 33 - Basah

33Jumat pagi, ratusan orang memenuhi kediaman Ahmad Yafiq. Acara pengajian yang dilanjutkan dengan siraman, dilaksanakan secara khidmat dan tertib.Zaara nyaris tidak bisa berhenti menangis kala dimandikan kedua orang tuanya. Hal serupa juga dirasakan Emilia, yang kembali terkenang masa kecil putri bungsunya. Ahmad Yafiq menyeka sudut matanya yang berair dengan saputangan merah. Pria tua berkumis sangat terharu, akhirnya bisa menikahkan putri bungsunya dengan lelaki pilihan Zaara. Selain pasangan tua tersebut, Ivan, Shurafa dan Virendra, yang turut menyirami Zaara, ikut mengeluarkan air mata. Ivan terbayang saat dirinya mengasuh Zaara kecil yang terpaut usia 10 tahun dengannya. Ivan mengecup dahi dan kedua pipi adiknya, kemudian mendekap Zaara yang sesenggukan. Shurafa ikut memeluk kedua saudaranya sembari terus menangis. Virendra merangkul ketiganya dari sisi kiri, sambil mengecup puncak kepala Zaara dengan penuh kasih. Kendatipun hanya ipar, tetapi Virendra sangat menyayangi Z
Baca selengkapnya

Bab 34 - Gemblong, Gehu, Gandasturi dan Hoheng Hisang

34 Malam itu, Hadrian diajak berbincang berdua dengan Panji. Sang paman yang merupakan satu-satunya Adik almarhum Hasan, Ayah Hadrian, memberikan wejangan pada keponakan tertua keluarga Danadyaksha. Hadrian mendengarkan nasihat Panji dengan serius. Sekali-sekali dia manggut-manggut sebagai tanda memahami petuah laki-laki bermata besar, yang memiliki kemiripan wajah dengannya. Panji berhenti mengoceh, lalu mengerjap-ngerjapkan matanya. Pria tua berkaus merah mengingat sosok sang akang yang telah tiada, semenjak Hadrian masih SMU. Hadrian tertegun saat Panji mengusap sudut matanya yang berair. Hadrian maju untuk mendekap lelaki yang turut merawatnya sejak kecil. Bahkan, Panji-lah yang membiayai sekolah Hadrian dan Hilda hingga jadi sarjana."Kang Hasan pasti sangat senang dengan pernikahanmu, Ian," cakap Panji seusai mengurai pelukan. "Beliau pernah bilang, sangat ingin melihatmu menikah. Begitu pula dengan Hilda," lanjutnya sambil mengusap wajah dengan saputangan. "Sayangnya, Kang
Baca selengkapnya

Bab 35 - Sulap

35Acara walimahan yang awalnya berlangsung lancar, berubah ricuh saat penyematan cincin akan dimulai. Hadrian dan hampir semua anggota panitia sibuk mencari cincin yang menggelinding entah ke mana, setelah terlepas dari penyangga kala kotak perhiasan dibuka Hadrian. Sultan Pramudya yang menjadi saksi nikah dari pihak laki-laki, dan Ishak, yang menjadi saksi dari pihak Zaara, turut merunduk untuk mencari benda bermata berlian asli. Wajah semringah Zaara telah berubah pucat, setelah semua orang menyerah mencari cincin yang dipilihnya tempo hari. Zaara memandangi Hadrian yang tengah merogoh saku jas pengantin putih yang dikenakannya. "Maaf, Ra. Cincinnya nggak ketemu," tutur Hadrian sembari menatap perempuan yang baru beberapa menit lalu dinikahinya. "Terus, gimana?" tanya Zaara dengan suara bergetar. "Aku punya cadangannya." Hadrian mengulurkan tangan kiri ke dekat telinga istrinya dan berpura-pura mengambil sesuatu dari hiasan sanggul pengantinnya. "Ini," lanjutnya sembari menun
Baca selengkapnya

Bab 36 - No Way!

36 Walimahan usai menjelang zuhur. Hampir semua orang berhamburan menuju ke dua rumah seberang yang juga dimiliki Ahmad Yafiq, untuk beristirahat dan menunaikan ibadah. Para panitia telah lebih dahulu berangkat menuju tempat perhelatan akbar yang akan dilangsungkan jam 2 siang. Hadrian memasuki kamar Zaara sambil menyeret koper. Dia terdiam sesaat di depan pintu, sebelum memasuki ruangan sambil menutup pintu kembali. Hadrian memerhatikan sekeliling, lalu menempatkan koper di dekat sofa berbentuk huruf L di dekat jendela. Dia mengintip luar kaca yang menghadap depan rumah, lalu berbalik dan duduk. "Akang mau salat?" tanya Indriani yang tengah membantu merapikan gaun pengantin buat resepsi, di manekin. "Ya, tapi aku mau mandi dulu," sahut Hadrian sambil membuka jas putih dan meletakkannya di sandaran sofa. "Tadi dirias sama siapa, Kang?" tanya Roni, sang penata rias terkenal dan langganan para istri bos PG, PC dan PBK. "Hilda. Cuma pakai bedak, pelembap bibir sama rapiin alis," j
Baca selengkapnya

Bab 37 - Tamu Tidak Diundang

37Ballroom hotel bintang lima di kawasan Jakarta Selatan, siang itu terlihat ramai. Barisan panjang antrean menuju pelaminan, nyaris tidak berkurang akibat banyaknya orang yang hendak menyalami pengantin.Tepat jam 4 sore, semua tamu dipersilakan duduk di ratusan kursi yang telah dipersiapkan panitia. Staf katering bekerja keras dan secepat mungkin untuk menyajikan makanan terbaik di setiap meja. Lampu-lampu besar diredupkan, dan lampu sorot semuanya mengarah ke panggung besar di sisi kanan ruangan. Kala tirai hitam bergerak membuka, hadirin sangat penasaran dengan pertunjukan pertama yang akan segera ditampilkan. Musik berirama cepat terdengar dari band pengiring yang sudah cukup terkenal di Indonesia. Mereka merupakan rekan-rekan salah satu penyanyi muda yang tengah naik daun. Kenzo Darka muncul dari sisi kiri, sedangkan Nandira hadir dari sebelah kanan. Keduanya melangkah maju sembari mendendangkan lagu romantis kesukaan Hadrian, hingga tiba di tengah-tengah panggung. Para pen
Baca selengkapnya

Bab 38 - 777

38 Pasangan pengantin tiba di kediaman Ahmad Yafiq menjelang jam 9 malam. Seusai acara tadi, mereka tetap bertahan di lokasi, karena banyak tamu yang hendak bersalaman. Panitia dan tim katering juga tetap sigap melayani para tamu. Berdasarkan pengalaman pesta-pesta sebelumnya para bos PG dan PC, akan banyak tamu yang tidak sempat bersalaman di pelaminan. Sebab jumlahnya yang membludak. Mutiara dan tim-nya, serta kelompok panitia pimpinan Andri, tetap menemani pasangan pengantin dan keluarga di kedua ruang VIP, hingga semua tamu membubarkan diri.Hadrian memegangi lengan kanan Zaara yang jalan dengan hati-hati, karena menggunakan sepatu hak tinggi. Kala menaiki tangga, Zaara akhirnya membungkuk untuk membuka tali sepatu. Dia terkejut saat Hadrian turut merunduk dan membantunya tanpa diminta. Shurafa yang menyaksikan hal itu dari ruang tengah, mengulum senyuman sambil menyenggol siku suaminya. Virendra turut tersenyum, lalu dia melirik sang istri yang sedang membuka sanggul modern di
Baca selengkapnya

Bab 39 - Kecewa

39Kirman memandangi bosnya yang tengah menggunakan treadmill dengan kecepatan maksimum. Kirman bertanya-tanya dalam hati, tentang penyebab Hadrian memacu kakinya dengan berlari kencang. Pria berkumis tipis berpikir sesaat, sebelum memotret Hadrian dari samping kanan. Dia tidak mau sang bos menyadari telah dipotret, terutama karena Kirman akan mengirimkan foto itu pada komandannya.Sekian menit berlalu, orang yang dikirimi foto, tengah mengamati raut wajah Hadrian. Pria berambut cokelat menduga bila sahabatnya tersebut tengah menyalurkan emosi dengan berlari. Alvaro yang sudah mengenal Hadrian sejak lama, telah memahami sifat pria yang lebih tua setahun darinya. Alvaro makin yakin jika Hadrian tengah menyimpan masalah, setelah membaca laporan terakhir dari Kirman. Sudut bibir Alvaro mengukir senyuman, saat membayangkan tingkah Hadrian yang berbaring telentang di lantai tempat fitness. Tanpa memedulikan pandangan pengunjung lainnya. Alvaro : Tetap pantau, Man. Kirman : Siap, Bang.
Baca selengkapnya

Bab 40 - Apa Yang Terjadi Dengan Mereka?

40Malam kian larut. Namun, Hadrian belum juga kembali. Zaara benar-benar gelisah, karena pria itu juga tidak bisa dihubungi. Semua telepon Zaara tidak tersambung. Pesannya pun hanya centang satu abu-abu. Kala jarum jam menyentuh angka 11, Zaara akhirnya memutuskan untuk bertindak nekat. Dia menyambar tas travel dan mengisinya dengan beberapa setelan pakaian. Zaara mengambil baugette bag hitam di gantungan, lalu mengecek isinya. Sesuai memasukkan ponsel, charger dan dompet, Zaara mengenakan cardigan rajut hijau. Tidak berselang lama Zaara sudah berada di taman samping kanan rumah. Dia sengaja menggunakan tangga putar dari tempat servis, supaya kepergiannya tidak diketahui keluarga. Zaara jalan secepat mungkin hingga tiba di carport. Dia membuka pintu mobilnya untuk memasukkan tas. Kemudian dia menempati kursi pengemudi dan menyalakan mesinnya. "Kalau ada yang nanya, bilang aku nginap di rumah Akang," tukas Zaara, saat satpam mendatanginya. "Ya, Non." Satpam itu tampak ragu-ragu.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status