Beranda / Romansa / Bayangan Kelam / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Bayangan Kelam: Bab 81 - Bab 90

105 Bab

Bab 81

Malam itu adalah salah satu malam yang tidak akan pernah dilupakan oleh Anisa. Setelah seharian mereka sibuk mendiskusikan rencana pembangunan rumah impian mereka, Malik mengajaknya untuk menghabiskan malam dengan santai di rumah. Tidak ada rencana besar, hanya kebersamaan sederhana yang penuh cinta.Anisa mengenakan gaun tidur berwarna pastel yang ia pilih karena kelembutannya. Ia berjalan menuju ruang tamu, di mana Malik sudah menunggunya dengan sebotol anggur dan dua gelas.“Anggur?” tanya Anisa, sedikit terkejut. “Apa kita sedang merayakan sesuatu?”Malik tersenyum lembut. “Tidak perlu alasan besar untuk merayakan cinta kita, kan?”Anisa duduk di sofa, bersebelahan dengan Malik. Ia menerima gelas anggur yang disodorkan Malik dan menyesapnya perlahan. Rasa manis bercampur pahit menyentuh lidahnya, seperti mengingatkannya pada perjalanan panjang mereka hingga sampai ke titik ini.“Terima kasih, Malik,” kata Anisa tiba-tiba.“Untuk apa?” Malik menatapnya dengan penuh perhatian.“Untu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

Bab 82

Sudah sebulan sejak Anisa dan Malik melanjutkan hidup mereka sebagai pasangan suami istri. Setiap hari, mereka semakin merasakan kedalaman cinta yang terjalin di antara mereka. Setiap percakapan, setiap senyum, bahkan setiap sentuhan terasa lebih berarti. Mereka merasa bahwa hidup mereka penuh dengan kebahagiaan yang terus tumbuh.Namun, pada pagi yang cerah itu, Anisa merasa ada yang berbeda. Ada rasa mual yang tiba-tiba datang dan perutnya terasa tidak enak. Ia merasa lelah meskipun baru saja bangun dari tidur. Tetapi, ia mencoba mengabaikannya, berpikir itu hanya efek samping dari kelelahan beberapa hari terakhir karena kesibukan mereka yang semakin padat.Pagi itu, Malik juga merasa ada yang sedikit aneh dengan Anisa. Dia memperhatikan bahwa istrinya tampak pucat dan kurang bersemangat. Biasanya, Anisa selalu penuh energi, tetapi hari itu, ia terlihat berbeda. Malik memutuskan untuk tidak bertanya lebih dulu, namun perasaan cemas mulai menghinggapi dirinya."Apa kau merasa baik-ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

Bab 83

Seminggu setelah dokter mengonfirmasi kehamilan Anisa, kehidupan mereka berubah menjadi serangkaian momen yang dipenuhi kebahagiaan. Anisa dan Malik mulai merencanakan masa depan dengan antusias. Malik, yang selalu menjadi pendamping setia, bahkan mulai mengurangi jam kerjanya agar bisa lebih banyak berada di rumah untuk menemani istrinya.Namun, kebahagiaan itu mulai terusik suatu pagi ketika Anisa merasakan kram yang tidak biasa di bagian bawah perutnya. Awalnya ia menganggap itu hanya gejala kehamilan biasa, seperti yang pernah ia baca di buku-buku kehamilan. Tetapi saat rasa sakit itu datang kembali dengan intensitas yang lebih kuat, kekhawatiran mulai merayapi dirinya.“Malik, aku merasa ada yang tidak beres,” ucap Anisa dengan suara pelan saat mereka sedang sarapan pagi. Wajahnya tampak pucat, dan tangannya gemetar saat memegang cangkir teh hangat.Malik segera meletakkan sendoknya dan menatap istrinya dengan serius. “Apa yang kamu rasakan, Sayang? Apa perutmu sakit lagi?” tanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

Bab 84

Empat bulan telah berlalu sejak Anisa dinyatakan hamil. Perutnya mulai menunjukkan tanda-tanda kehamilan, dan hal itu membawa kebahagiaan tersendiri bagi Malik. Ia selalu mencium perut Anisa setiap pagi sebelum berangkat kerja, berbicara pada bayi mereka dengan penuh kasih sayang.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada kekhawatiran yang mulai muncul. Selama seminggu terakhir, Anisa sering merasakan kram di bagian bawah perutnya. Awalnya ia mengabaikannya, menganggap itu bagian dari kehamilan. Tetapi, rasa kram itu semakin sering datang, terutama ketika ia terlalu lama berdiri atau berjalan.Suatu pagi, setelah selesai sarapan, Anisa mencoba membereskan meja makan. Baru beberapa menit ia berdiri, rasa kram itu datang lagi, kali ini lebih menyakitkan dari sebelumnya. Anisa terhuyung dan segera duduk di kursi terdekat, menahan perutnya sambil meringis kesakitan.“Anisa, kamu kenapa?” tanya Malik yang baru saja keluar dari kamar mandi. Melihat istrinya dalam keadaan seperti itu, ia segera m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya

Bab 85

Hari itu, Anisa sedang beristirahat di kamar setelah melewati pagi yang cukup melelahkan. Malik, seperti biasanya, ada di ruang kerja, menyelesaikan pekerjaannya dari rumah. Kehidupan mereka berangsur membaik sejak usia kandungan Anisa memasuki bulan keempat, meskipun Anisa masih sering mengalami rasa lelah.Namun ketenangan itu tiba-tiba berubah menjadi kegemparan ketika telepon rumah berdering dengan suara yang memecah keheningan. Malik yang pertama kali mengangkatnya. Wajahnya yang awalnya tenang mendadak pucat setelah mendengar suara di seberang.“Anisa!” panggilnya sambil berlari ke kamar.Anisa, yang sedang membaca buku, menatap Malik dengan kebingungan. “Ada apa, Malik? Kenapa kamu terlihat panik?”Malik menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebelum menyampaikan kabar buruk itu. “Rumah orang tuamu... kebakaran.”Kata-kata itu seperti petir di siang bolong bagi Anisa. Tubuhnya lemas, dan buku yang ia pegang terjatuh ke lantai. “Apa? Bagaimana bisa? Apa mereka selama
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya

Bab 86

Sebulan setelah kepergian kedua orang tuanya, Anisa masih berjuang untuk bangkit dari rasa kehilangan yang begitu mendalam. Meski Malik selalu berada di sisinya, memberikan dukungan penuh, Anisa tetap merasa ada lubang besar di hatinya yang sulit diisi kembali.Setiap pagi, ia bangun dengan perasaan hampa. Ruang tamu yang biasanya dipenuhi suara tawa ibunya kini terasa sunyi. Telepon dari ayahnya yang selalu menanyakan kabar tidak lagi datang. Kehilangan itu masih seperti luka terbuka yang sulit sembuh.Suatu hari, Malik mengajaknya berbicara serius di ruang makan. “Anisa, aku tahu ini tidak mudah. Aku juga tahu rasa sedihmu masih ada. Tapi aku ingin kamu mencoba untuk melangkah sedikit demi sedikit. Tidak untuk melupakan mereka, tapi untuk hidup demi mereka.”Anisa mengangguk pelan, meski hatinya masih terasa berat. Ia tahu apa yang dikatakan Malik benar. Orang tuanya pasti ingin ia melanjutkan hidup dengan bahagia, terutama sekarang ia sedang mengandung cucu mereka.Minggu berikutny
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 87

Hari itu, Anisa bangun lebih awal dari biasanya. Langit di luar jendela kamar memancarkan semburat jingga, namun perasaan Anisa tidak setenang warna pagi itu. Ia merasakan kram ringan di perutnya. Awalnya ia mengira itu hanya ketegangan biasa karena kehamilan yang sudah memasuki trimester kedua."Malik," panggil Anisa, mencoba untuk tidak panik.Malik, yang sedang menyiapkan sarapan di dapur, segera datang menghampiri. "Ada apa, Sayang? Kamu terlihat pucat."Anisa menggeleng pelan. "Cuma sedikit kram. Mungkin aku perlu berbaring sebentar."Tanpa banyak bicara, Malik membantunya kembali ke tempat tidur. Namun, di dalam hatinya, ia merasa cemas. Sejak Anisa mengandung, kesehatannya terlihat rapuh. Ia sering merasa mual berlebihan, kehilangan nafsu makan, dan tubuhnya terlihat lebih lemah dari ibu hamil pada umumnya.Beberapa hari berlalu, tetapi kram yang dirasakan Anisa semakin sering muncul. Malik, yang sudah tidak tahan dengan kecemasan itu, memutuskan untuk membawa Anisa ke dokter.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 88

Pagi itu, Anisa terbangun dengan rasa nyeri yang luar biasa di bagian bawah perutnya. Ia menggenggam perutnya sambil mencoba mengatur napas, namun rasa sakit itu tak kunjung mereda. Malik yang mendengar erangan istrinya segera berlari ke kamar. "Anisa! Apa yang terjadi?" tanyanya panik, sambil membantu Anisa duduk di tepi tempat tidur. Anisa hanya mampu menggeleng, matanya dipenuhi air mata. "Aku tidak tahu... sakit sekali, Malik." Tanpa berpikir panjang, Malik segera memutuskan untuk membawa Anisa ke rumah sakit. Di sepanjang perjalanan, Malik menggenggam tangan Anisa erat-erat, mencoba memberikan ketenangan meskipun dirinya sendiri diliputi kecemasan yang mendalam. "Tenang, Sayang. Kita akan sampai sebentar lagi. Bertahanlah," katanya, suaranya bergetar. Setibanya di rumah sakit, dokter segera memeriksa kondisi Anisa. Malik duduk di ruang tunggu, tubuhnya dipenuhi keringat dingin meskipun AC ruangan itu cukup dingin. Setelah beberapa waktu, dokter keluar dengan ekspresi ser
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 89

Hari-hari setelah vonis dokter terasa seperti mimpi buruk bagi Anisa. Ia sulit menerima kenyataan bahwa dirinya tidak lagi memiliki harapan untuk menjadi seorang ibu. Malik, meskipun mencoba tegar di depan Anisa, mulai merasakan tekanan yang luar biasa. Setiap keheningan di antara mereka kini terasa menyesakkan.Di ruang makan, Anisa hanya menatap makanannya tanpa berselera. Malik duduk di depannya, mencoba mencairkan suasana."Anisa, kamu harus makan. Kalau terus begini, kesehatanmu akan semakin menurun," ujarnya lembut.Anisa menggeleng pelan. "Aku tidak lapar."Malik meletakkan sendoknya dengan sedikit keras, menunjukkan frustrasinya yang selama ini ia pendam. "Anisa, aku tahu ini berat. Tapi kita tidak bisa terus seperti ini. Kamu harus mencoba bangkit."Anisa menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Bangkit untuk apa, Malik? Untuk apa aku hidup kalau aku tidak bisa memberikanmu anak? Aku tidak lagi menjadi istri yang sempurna.""Siapa bilang kamu harus sempurna?" Malik mencoba menah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya

Bab 90

Hari-hari setelah pertengkaran besar itu terasa seperti berjalan di atas bara api. Malik dan Anisa berbicara hanya jika benar-benar diperlukan, dan setiap kata yang terucap terasa berat, seolah-olah dipenuhi duri yang tak kasat mata.Anisa lebih sering mengurung diri di kamar, memandangi dinding kosong sambil berpikir tentang kehidupannya yang serasa runtuh. Kehamilannya yang dulu menjadi sumber harapan kini berubah menjadi luka yang sulit disembuhkan.“Aku seperti benda rusak,” gumamnya lirih suatu pagi ketika melihat bayangannya di cermin. Tubuhnya terlihat lelah, dan mata bengkaknya adalah bukti dari malam-malam tanpa tidur yang terus menghantuinya.Malik di sisi lain mencoba mengalihkan pikirannya dengan tenggelam dalam pekerjaan. Namun, pikirannya tidak pernah benar-benar lepas dari Anisa. Ia tahu bahwa Anisa sedang berjuang melawan luka batin yang mendalam, tetapi ia sendiri merasa semakin tak berdaya untuk membantu.Suatu hari, Anisa mendapat pesan dari Reza, teman lamanya yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status