Home / Rumah Tangga / Terkuaknya Rahasia Suamiku / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Terkuaknya Rahasia Suamiku : Chapter 21 - Chapter 30

42 Chapters

21. Rahasia Besar

Untuk beberapa saat aku hanya terdiam, menatap Mas Akbar lalu beralih pada Tante Devi. "Jadi, Bayu itu .... " Aku menatap suamiku, menuntut jawaban dari pria yang tengah berjalan mendekatiku, lalu duduk disamping dan meraih tanganku."Maaf, kalau selama ini Mas belum bisa jujur. Maaf juga sempat membuatmu ragu dengan video itu." Mas Akbar melirik tante Devi, wanita itu pun tengah tersenyum tipis."Wajar kalau Tami cemburu, itu tandanya dia masih sangat sayang sama kamu. Meskipun pada kenyataannya kamu hanya penjual martabak dengan penghasilan pas-pasan. Kamu harus bersyukur, Bar. Jaman sekarang jarang-jarang ada wanita yang mau hidup susah." Tante Devi terkekeh.Aku tersenyum tipis mendengar penuturan Tante Devi."Bayu itu sepupuku. Selama aku menghilang dan menutup semua akses komunikasi dengan keluargaku, hanya Bayu dan Tante Devi yang tidak pernah berhenti mencariku. Beberapa waktu yang lalu Bayu mengetahui keberadaan Mas yang sedang jualan. Maka di lain hari dia pura-pura menabra
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

22. Harus Melawan

Foto pertama yang aku unggah dalam status WA adalah saat anak-anak berenang. Orang yang pertama mengintip statusku itu tidak lain duo kepo di seberang rumahku, Siska dan Bu Mirna. Tak lama Siska mengunggah status, sebuah kata yang ditulis cukup jelas tanpa aku membukanya. Norak! Wanita itu mungkin menyindir statusku yang mengunggah foto anak-anak sedang berenang. Lalu apa yang dia lakukan beberapa jam yang lalu. Dari sejak siap-siap di rumah sampai di perjalanan, hingga di lokasi berenang. Poto yang diunggah itu banyak sekali, sampai-sampai terlihat seperti orang jualan. "Ada apa senyum-senyum, Ma?" Mas Akbar menghampiri lalu duduk di sampingku. Saat ini kami sedang berada dia area bermain sebuah pusat perbelanjaan. "Ini." Aku menunjukka layar ponsel. "Akhirnya tergoda juga untuk mengerjai mereka." Mas Akbar tersenyum. "Mumpung lagi gak ada kerjaan." "Oya, nanti ponselmu juga harus ganti, Ma." "Ga usah, Mas. Ini juga masih bisa dipakai, kok." "Gak bisa, Tante Devi sudah memb
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

23. Naik Ojek

"Apa yang terjadi Bu?" Tak bisa menahan rasa penasaran, akhirnya aku bertanya pada Ibu warung. "Denger-denger sih dari orang-orang, katanya Kang Pendi ribut lagi." "Ribut lagi?" Aku menyipitkan mata mendengarnya. "Iya, berantem." "Astaghfirullah." Tak sadar aku beristighfar. "Sudah biasa dia mah. Emang orangnya egois. Mau pinjam uang tapi males bayar. Ke warung ini juga utangnya gak lunas-lunas. Padahal bayarannya sama dengan yang lain. Heran saya juga. Tapi kata teman-temannya sih, istrinya di kampung minta duit mulu." Ibu warung bercerita dengan gaya khas Ibu-ibu tukang ghibah. Ada lucunya tapi aku tetap mendengarkan. "Memang benar kata orang-orang kalau dibalik suami yang pontang-panting itu pasti ada istri yang banyak menuntut. Dibalik istri yang glowing, ada suami yang kurus kering. Denger-denger sih, istrinya Kang Pendi itu gaya hidupnya wah." Ibu warung terus melanjutkan ceritanya. "Memangnya Ibu kenal sama istrinya Kang Pendi?" Dalam hati aku tertawa, padahal aku yak
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

24. Ada yang Viral

Sepertinya Siska belum menyadari kehadiranku. Wanita itu sibuk menurunkan barang bawaan yang tadi diletakkan di bagian depan motor Mamang ojek. Jarak kami lumayan jauh karena aku berada di teras bagian dapur. Tanpa bermaksud menyapa selagi ada tukang ojek, aku pun kembali menunduk. Baru setelah terdengar suara motor menjauh, aku kembali mengangkat wajah. "Wah, abis belanja, Neng Siska?" tanyaku seraya mengangguk. Seperti kaget, Siska sontak menoleh. Ekspresinya salah tingkah. Aku pun kembali mengangguk sambil terus tersenyum. Untuk beberapa saat Siska hanya menatapku dari atas sampai bawah. Kebetulan daster yang kupakai memang baru dibeli kemarin sewaktu di Jakarta. Satu sudut bibirnya terangkat, membuat senyumnya terasa hambar. Bukan hanya itu, yang membuatku menarik napas dalam-dalam adalah tatapan sinis wanita itu. "Iya," jawabnya singkat dan pelan, hampir tidak terdengar. Wanita itu pun kemudian merunduk, mengangkat beberapa kantong kresek yang terletak di atas jalan ga
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

25 Kalah Saing

Pop Siska Kesal karena Mas Pendi tidak mengirim uang untuk besok jalan-jalan, akhirnya kupakai saja uang untuk setoran motor bulan ini. Padahal dua bulan yang lalu aku pun sudah nunggak. Dulu waktu akan mengambil motor ini, dia bilang sanggup untuk membayar setorannya. Tetapi nyatanya sekarang melempem. Besok-besok aku harus cari cara lain. Malu kalau tiba-tiba mukaku tidak pakai skin care. Malu juga kalau yang jajan Vanessa dikurangi, nanti diledek oleh teman-temannya. Pokoknya aku harus mempertahankan gaya hidupku sekarang ini, kalau sampai ada yang berkurang nanti akan jadi bahan omongan ibu-ibu. Mau ditaruh di mana harga diriku. Akhirnya hari ini aku bisa mengajak Vanesa jalan-jalan. Di kampung ini tidak semua orang mampu sering jalan-jalan sepertiku. Apalagi si Tami itu, hampir tidak pernah ke mana-mana. Makanya pas kemarin dijemput oleh mobil, anak-anaknya kelihatan bahagia sekali. Norak! Mobil punya orang juga dibanggakan. Mas Pendi juga bisa kalau aku suruh menyewa mobil
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

26. Penasaran

Pov SiskaTami makin menjadi, aku melihatnya menulis status di WA. Isinya dia bersyukur untuk hari ini . Aku yakin status itu menyindirku. Tami sudah pasti tahu kabar mengenai motorku. Tadi aku melihatnya berjalan dari arah warung, pasti Ceu Entin dan kawan-kawan sudah menggosipkan aku padanya. Makanya, sewaktu aku melihatnya berjalan, buru-buru masuk rumah khawatir Tami bertanya macam-macam. Takut dikira tidak mengerti dengan apa yang ia tulis, akhirnya aku mengetik status."Ciri ciri tetangga dzolim adalah bersyukur ketika ada tetangga yang sedang kesusahan."Dia masih online, pasti membaca statusku. Untuk beberapa saat aku memantau, pasti dia akan membuat status balasan. Tetapi, sampai beberapa menit tidak ada ciri-ciri wanita itu membuat status lagi. Padahal dia sudah membaca statusku, apa mungkin dia tidak mengerti? Dasar kurang gaul dan kurang update.Aku penasaran, sewaktu di Jakarta, mereka tinggal di mana. Jalan satu-satunya adalah bertanya pada Mas Pendi. Maka segera aku pu
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

27. Oleh-oleh dari Ibu

Siang ini, selepas anak-anak pulang sekolah. Aku mengajak mereka ke rumah ibu. Meskipun terlambat, aku harus menemui beliau yang baru pulang umroh. Ketika melintas warung Ceu Entin, sekilas melihat Siska sedang berbelanja di sana. Kukira tadi dia mengintip di dalam rumahnya, pasalnya siang ini aku menggunakan gamis baru yang kemarin dibelikan Mas Akbar sewaktu di Jakarta. Kemarin saja saat aku memakai daster baru, ekspresi Siska sudah segitu jengkelnya. Sampai-sampai mengatakan aku pamer. Mungkin kali ini ekspresinya akan lebih dari itu, apalagi tiga anakku juga memakai baju baru. Bukannya aku bermaksud untuk memanas-manasi, tapi seperti pesan Mas Akbar kemarin, kalau aku tidak boleh membiarkan mereka merendahkan kami lagi. Mungkin dengan cara ini aku bisa menunjukkan bahwa kami juga bisa seperti mereka.Teringat pada Ibu, aku juga mempersiapkan hati, karena sudah pasti beliau akan menyerangku dengan kata-kata yang tidak enak. Kemarin saja ketika menelpon, Ibu sudah marah-marah kar
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

28. Bersembunyi

Segera aku menyusulnya ke rumah dan mendapati Lestari tengah menangis di pelukan Ibu. Ibu merangkul anak kesayangannya itu. "Ada apa? Apa Tari baik-baik saja?" Sebagai kakak, meski sering diabaikan, aku tetap peduli dengan adikku. "Belum pulang juga?" Ibu malah bertanya dengan raut tidak suka."Tadi aku melihat Tari datang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Jujur saja aku khawatir, makanya aku tidak jadi pulang." Ibu membuang muka, sementara Tari sontak mengangkat wajahnya. Matanya merah serta pipinya basah. Jelas, barusan dia menangis di pelukan Ibu."Ini urusanku. Teh Tami tidak usah sok peduli. Apalagi sok tahu." Suara Tari bergetar tapi tegas."Lebih baik kamu pulang saja, Tami. Jangan ganggu!" Ibu menambahkan.Tanpa berkata apa-apa lagi, akhirnya aku berbalik. Sakit rasanya ketika mereka setengah mengusirku. Aku beristighfar dalam hati. Memang salahku juga, tetap memaksakan diri meski tak pernah dihargai. Sebagai kakak, aku hanya bersimpati pada adikku yang terlihat tidak ba
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

29 Belanja

Setelah Siska keluar dari pintu rumahku, diam-diam aku mengintip di balik kaca ruang depan. Sengaja lampunya tidak kunyalakan supaya aksiku tidak ketahuan. Lampu luar yang sudah terang cukup membantuku bisa mengamati ke rumah seberang. Langkah Siska sempat tertahan di depan pintu pagar rumahnya. Sepertinya wanita itu sudah menyadari keberadaan motor dan dua orang yang sedang menunggunya. Tidak jelas percakapan mereka, tapi aku mendengar ada suara orang bercakap. Itu pasti Siska dengan orang yang menunggunya yang tak lain adalah orang yang mau menagih utang.Entah utang yang mana. Entah bank emok, atau pinjaman lainnya. Entah tukang panci atau tukang kredit barang-barang lainnya. Makin lama suara percakapan itu makin kencang, mungkin mereka bersitegang.Setelah itu aku pun memilih menyudahi aksi mengintipku. Memilih masuk untuk membereskan barang-barang bawaan dari Ibu. Tiba-tiba aku teringat kejadian saat aku akan pulang dari sana. Ekspresi wajah Lestari yang tidak baik-baik saja la
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

30. Kaget

Spontan kulirik wanita yang masih berdiri di teras itu. Semoga saja Bu Mirna tidak pingsan, nanti aku kerepotan mengurusnya.Meski mencoba disembunyikan, tetap saja terlihat kalau Bu Mirna kaget mendengarnya. Wanita itu maju beberapa langkah hingga melewati pintu lalu ia berdiri mengamati isi ruang depan."Oh, jadi tadi Teh Tami baru habis belanja? Kredit di toko mana, Teh?" Pertanyaannya ditujukan padaku, tetapi matanya terus berkeliling.Kutarik napas berat sebelum menjawab. Mendengar Bu Mirna masih menganggapku ambil kredit, tiba-tiba aku ingin berteriak, tapi tetap kutahan. Lalu apa reaksinya jika dia tahu kalau semua itu kubeli secara tunai."Alhamdulillah saya tidak ngambil kredit, Bu. Tapi beli secara tunai semuanya." Kumantapkan senyum untuk meyakinkan wanita itu. Bibirnya terangkat, ia pun menoleh ke arahku lalu menatap beberapa saat. Raut tidak percaya sangat jelas tergambar di sana."Teh Tami jangan bercanda! Memangnya saya percaya kalau situ ambil kontan?!" Sekarang kedua
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status