Home / Rumah Tangga / Terkuaknya Rahasia Suamiku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Terkuaknya Rahasia Suamiku : Chapter 11 - Chapter 20

42 Chapters

11. Pengakuan

"Bukankah itu mobil selingkuhannya Mas Akbar?"Level penasaran Siska memang tinggi, ditambah lagi mulutnya tidak bisa dijaga. Enteng sekali dia menyebut kata selingkuhan. Bagiku, hal itu malah membuat suasana hati semakin kacau."Mungkin mirip," jawabku singkat. Aku sedang menata hati, sesungguhnya melihat mobil itu hati ini juga punya prasangka yang sama dengan Siska. Tapi aku berusaha untuk berpikir positif.Selanjutnya kami hanya saling diam. Aku tahan nafas sebelum tahu siapa saja yang turun dari mobil itu. Menguatkan hati jika apa yang akan kulihat ini adalah kenyataan yang tidak aku harapkan.Mas Akbar keluar dari pintu kemudi. Mataku tak bisa berkedip, hampir tidak percaya melihat tampilan suamiku itu. Pria yang biasanya hanya menggunakan celana panjang dan kaos oblong itu kini tampil rapi. Celana jeans yang aku taksir harganya mahal, sepatu mengkilap dan kemeja bagus. Hampir saja tidak mengenali suamiku ini, Mas Akbar nampak berwibawa dan berkarisma. Soal ganteng jangan dita
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

12. Tanpa Rasa Bersalah

"Iya, itu ada mesin cuci tapi .... ""Tapi apa? Kamu ambil kredit, Ma?" Mas Akbar mendekat, tatapannya berubah seperti yang sedang menyelidiki. Dari semenjak menikah, pria itu paling tidak suka dengan kata kredit. "Bukan, Mas. Mana berani aku kredit." "Lalu kenapa beli mesin cuci nggak bilang-bilang?" Kali ini kedua matanya menyipit."Itu pemberian Ibu. Maaf aku belum sempat bilang, karena baru saja diantar pak Darto. Barusan Siska ke sini juga karena melihat Pak Darto mengantar benda itu. Biasa lah, Siska 'kan kepo." "Oh ... begitu .... cuman tumben aja Ibu baik."Aku tersenyum miring mendengar Mas Akbar beranggapan kalau Ibu baik. Selanjutnya aku menceritakan hal yang sebenarnya. Bahwa mesin cuci itu rusak dan tidak bisa dipakai. Benda itu ada di sini hanya untuk pajangan di rumah kami. Supaya tidak malu-maluin, itu yang dikatakan Ibu."Astagfirullah ... sampai segitunya. Bisa-bisanya Ibu beranggapan seperti itu." Mas Akbar menyugar rambutnya perlahan."Tadi juga aku mau nolak, t
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

13. Telepon Rahasia

Anak-anak berlarian begitu turun dari mobil, masing-masing membawa jajanan di kanan kiri tangannya. Aku tersenyum bahagia melihat mereka begitu senang. Entah dari mana Mas Akbar punya uang sebanyak ini. Tadi siang selesai makan, Mas Akbar juga memberiku uang yang cukup banyak. Padahal minggu kemarin dia juga baru saja kirim uang lewat transfer."Utamakan dulu kebutuhan anak-anak. Makanan dan keperluan lainnya." Itu pesannya ketika menyerahkan uang itu.Mas Akbar juga membawa sesuatu di tangannya, katanya lauk untuk makan. Padahal aku sudah menyiapkan ayam goreng tepung yang dipesan anak-anak. Tak apalah, sekali-kali mereka makan dengan banyak lauk. Sibuk menyiapkan makanan untuk mereka, terdengar suara salam dari arah pintu samping. Siska. Mau apa lagi wanita itu? Semenjak kedatangan Mas Akbar kemarin, Siska jadi rajin berkunjung. Tingkat penasarannya memang tinggi, jadi selalu banyak alasan untuk mengetahui apa yang terjadi di rumah orang lain."Eh, Neng Siska? Masuk, sekalian ikut
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

14. Dana Talang

Pertemuan singkat dengan Mas Akbar bukannya mengobati kerinduan. Tapi malah menghadirkan banyak tanya. Aku yakin ada hal yang dirahasiakan oleh suamiku itu. Mirisnya, aku tidak punya waktu untuk membicarakannya. Niatnya sepulang dari mengantar Ibu, aku akan mempertanyakan perihal video itu. Tapi Mas Akbar malah tergesa-gesa kembali ke kota. Entah benar Bayu yang menyuruh, atau justru wanita itu. Aku hanya bisa mengatakan agar Mas Akbar kembali berjualan di sini. Meski hasilnya pas-pasan, tapi hatiku tenang."Kita tidak bisa selamanya hidup seperti ini. Harus ada perubahan dan sekarang lah waktunya. Mama gak mau 'kan terus menerus menjadi bahan hinaan Ibu dan para tetangga kita?" Itu yang diucapkan Mas Akbar sebagai jawaban dari permintaanku."Tapi hatiku tidak tenang.""Itu wajar, karena sebelumnya kita tidak pernah berjauhan. Yang sabar, ya.""Mas. Tolong buat aku percayai padamu.""Maksud Mama apa? Jangan berpikir macam-macam." Mas Akbar meraih dua tanganku lalu menggenggamnya."Wa
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

15. Menghasut

Berniat melanjutkan menyapu, aku pun langsung menuju ruang tamu. Lantaran di situlah tadi aku meletakkan sapu. Sebelum memulai aktivitas, tak sengaja aku melihat keluar rumah. Tapi betapa kagetnya ketika melihat Siska baru saja keluar dari pintu rumahnya. Baju yang dikenakan pun masih daster yang tadi pagi. Itu artinya dia tidak pergi kemana-mana. Sebab biasanya kalau Siska pergi, dandanannya selalu sempurna. Aku belum pernah melihat wanita itu pergi menggunakan daster. Tidak mungkin juga Siska baru saja pulang, karena aku tidak mendengar suara motornya. Pasti ini akal-akalan dia saja supaya bisa pinjam uang.Mataku menyipit, yakin kalau Siska memang tidak kemana-mana. Jadi tadi itu alasan saja sedang pergi jauh karena memang tidak punya uang. Berniat ingin meminjam padaku dengan cara yang licik. Pura-pura minta tolong diambilin paket padahal minta dibayarin. Otak Siska memang jalan, tetapi sayangnya digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Bahkan kadang merugikan orang lain.
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

16. Pura-pura Tidak Ada

Saat itu juga aku langsung mengirim pesan pada Mas Akbar. Bilang kalau nanti malam, setelah anak-anak tidur aku mau telepon. Sudah kupersiapkan hati. Jika kebenaran video itu akan menyakiti hatiku. [Sepertinya ada hal serius. Ada apa, Ma? Apa ada masalah dengan Tari?][Nanti saja, Mas.][Mas jadi penasaran. Hehehe. Telepon sekarang saja, ya!]Mas Akbar tumben bisa telepon sore hari. Padahal biasanya dia selalu beralasan sibuk.[Nanti malam saja. Sekarang takut anak-anak menguping.][Mas tahu, pasti kangen, ya?]Aku memejamkan mata. Aku memang rindu. Rindu berkumpul dengannya seperti dulu. Rindu makan bersama meski lauknya hanya tempe goreng.Tak kubalas lagi pesan Mas Akbar. Aku bergegas mengajak anak-anak mandi karena hari hampir magrib.Malam harinya, jam 9 anak-anak sudah tidur semua. Aku kembali menata hati sebelum kukirimkan video dari Siska. [Aku butuh penjelasan, Mas. Jangan tanya dari mana kudapatkan video itu.]Pesan terkirim dan baru dibaca beberapa menit kemudian. Untuk
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

17. Orang Suruhan

Awalnya aku tidak mau peduli, tapi setelah salah satu dari orang tersebut berjalan ke arahku, tiba-tiba muncul sebuah ide untuk membuat Siska kapok."Siang Teteh," sapanya setelah berada di luar pagar pekarangan rumahku sembari membuka helmnya."Iya, selamat siang .... " Aku menjawab seraya mengangkat wajah karena tadi dalam posisi menunduk mencabuti rumput."Maaf mau tanya, Ibu Siska ada di rumah, nggak, ya? Dari kemarin saya ke sini orangnya nggak ada melulu. Telepon juga nggak diangkat, malahan WA saya diblokir," ucap pemuda itu tanpa basa-basi."Ada, kok." Aku melirik ke arah rumah seberang yang memang terlihat sepi."Barusan saya panggil-panggil nggak ada nyahut. Padahal sepertinya ada orang, tv-nya juga menyala." Pemuda itu pun melihat ke arah rumah Siska."Barusan juga keluar habis ngangkat jemuran. Nggak mungkin kalau ketiduran soalnya baru saja.""Oh, ya udah, kalau begitu terima kasih ya, informasinya. Saya permisi dulu.""Ya silakan, mangga."Setelah itu, orang tersebut und
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

18. Sebaik Itu?

"Perkenalkan saya Amir. Saya disuruh untuk menjemput Bu Utami dan anak-anak. Untuk memastikan, silakan hubungi Pak Akbar." Sejenak aku mematung. Melihat pria bernama Amir, lalu anak-anak yang terlihat bingung. "Jadi, Bapak ini ... maksud saya, Pak Amir ini disuruh Mas Akbar untuk menjemput saya dan anak-anak ke kota?" Aku ingin memastikan dengan mengajukan pertanyaan barusan. "Benar, Bu. Silakan hubungi Bapak dulu." Pak Amir mengangkat tangan setengah badan sambil membungkuk. Seperti yang sangat hormat padaku. Ada apa ini? "Sebentar, kalau begitu mari masuk, Pak. Tunggu di dalam ya, saya mau menghubungi suami saya dulu." Aku berjalan ke arah pintu depan dan membukanya. Kupersilahkan pria yang mengaku bernama Amir itu masuk rumah. Sementara anak-anak disuruh diam di ruang tengah. Aku sendiri mengambil ponsel lalu menghubungi Mas Akbar. "Assalamualaikum, Ma. Apa Pak Amir sudah datang?" Belum juga aku bertanya, Mas Akbar sudah menanyakan tentang kedatangan pria itu. "Waalaikumsal
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

19. Pov Siska

Pertama kali aku pindah mengikuti suamiku ke kampung ini. Aku sudah tidak suka melihat tetangga di depan rumah. Bukan apa-apa, pasangan Teh Tami dan Mas Akbar itu terlihat selalu rukun, beda denganku dan Mas Pendi yang setiap hari ada saja percekcokan. Mas Akbar itu, sudah ganteng, dia juga tidak pernah marah. Terlihat sekali kalau dia sangat sayang pada Teh Tami dan anak-anaknya. Mas Pendi tak pernah ada lembut-lembutnya. Ada saja yang dijadikan alasan untuk menyudutkanku. Setiap kali aku melakukan sesuatu, pasti selalu salah dimata Mas Pendi. Itu sebabnya aku memintanya kerja di kota, biar hari-hariku terbebas dari omelan suamiku itu. Jika dilihat secara finansial, sepertinya rumah tanggaku memang jauh lebih maju dari rumah tangganya Tami. Terbukti dengan banyaknya barang-barang bagus dan peralatan canggih di rumahku. Sedangkan Tami tidak punya apa-apa. Maklumlah, dulu Mas Akbar hanya jualan martabak, yang kadang sepi kadang rame. Sengaja aku juga sering-sering ngutang biar usahan
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

20. Tante Devi

Pov Tami Anak-anak bangun sebelum subuh, karena memang biasa seperti itu. Mereka kaget campur bahagia ketika mengetahui berada di sebuah kamar bagus dan luas. Dani langsung melompat kegirangan, mereka tertawa bersama-sama mendapati kasur yang mereka tiduri sangat nyaman. "Dani nggak boleh seperti itu, Nak, nanti kasurnya rusak. Itu 'kan punya Om Bayu, nanti Om-nya marah." Aku melambaikan tangan ke arah Dani, anak itu pun itu sontak menghentikan aksinya. Wajahnya terlihat bersalah melihat ke arahku lalu ke arah ayahnya. "Om Bayu nggak bakalan marah, kok. Tapi melompat-lompat di atas tempat tidur seperti itu memang tidak baik." Mas Akbar mendekat, pria itu kemudian mengulurkan tangannya dan Dani langsung duduk di pangkuannya. Aku tinggalkan mereka yang melanjutkan senda gurau di atas kasur. Aku sendiri memilih menuju dapur untuk membantu bi Ilah. Wanita setengah baya yang semalam menyuguhkan makanan untuk kami. Sebenarnya Mas Akbar sudah melarang. Dia bilang, menyiapkan makanan d
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status