Semua Bab Mari Berpisah, Aku Menyerah: Bab 151 - Bab 160

241 Bab

151. Putriku yang Cantik

Lora menarik kasar tangannya dari genggaman Dhafin. Wajah yang selalu menampilkan ekspresi datar itu tampak memelas dan sendu. Ada sorot mata penyesalan dalam mata tajam milik mantan suaminya.Ia tidak tahu apakah semua itu dari dalam lubuk hati atau hanya pura-pura agar keinginannya tercapai. Namun, yang pasti dirinya tidak akan mudah tertipu oleh sikap Dhafin yang kadang berubah-ubah.“Lebih baik sekarang kamu pulang, Mas,” ucapnya seraya memalingkan wajah.“Lora… tolong.” Dhafin tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk Lora. Wanita itu sangat keras kepala yang tidak mudah digoyahkan.“Apa sebegitu fatalkah kesalahanku sampai-sampai kamu nggak memberiku kesempatan?” tanyanya.“Sudahlah, Mas, mending pulang aja.” Lora masih berpaling muka untuk menyembunyikan air mata yang mulai luruh. Ia pun mengusapnya supaya tidak ketahuan.Dhafin menghela napas panjang untuk mengisi stok kesabarannya. “Lora, aku punya hak atas anakku. Kau tak bisa melarang seorang ayah yang ingin bertemu dengan a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

152. Penolakan Pertama

Lora menegakkan tubuhnya dan menatap Dhafin sengit. “Kenapa memangnya?! Mau bilang kalau aku bukan ibu yang baik? Ibu yang nggak becus jaga anaknya sampai bisa sakit? Iya?!”“Aku nggak bilang seperti itu,” balas Dhafin dengan santai.“Iya, tapi kamu pasti akan menuduhku kan? Seperti dulu, kamu yang selalu menyalahkanku atas apa yang terjadi sama Altair tanpa mau mendengar penjelasanku.”“Suudzon mulu.”“Bukan suudzon, tapi memang fakta!”Dhafin memilih diam tanpa membalas perkataan Lora lagi. Jika diteruskan, pasti akan merembet kemana-mana yang berujung mengungkit kesalahannya di masa lalu.Bukan tidak ingin mengakui kesalahan, tetapi bila diungkit terus-menerus membuatnya semakin merasa bersalah dan merutuki kebodohannya dulu.“Zora, putri Papa tidurnya nyenyak sekali. Kapan bangun, Sayang? Papa ingin memeluk dan mengajak Zora bermain,” ucapnya dengan tangan yang masih setia mengusap kepala Zora.Pria itu mengamati putrinya dengan seksama. Ia mengerutkan kening ketika menyadari sesu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

153. Harusnya Aku

Lora menyingkir untuk memberikan ruang pada Grissham mendekati Zora. Ia berjalan menghampiri Dhafin dan memilih berdiri di samping pria itu.Ada rasa khawatir sekaligus tidak enak dengan Dhafin yang melihat putrinya memanggil Grissham dengan sebutan ayah. Namun, dirinya tidak bisa mengontrol ucapan Zora karena masih kecil dan belum mengerti apa-apa.Lora juga tidak menyangka Grissham tiba di sini dalam waktu cepat pada saat masih ada mantan suaminya. Ia tidak tahu apakah ini akan menimbulkan masalah baru atau tidak.Akan tetapi, dirinya merasa akan ada sesuatu yang terjadi setelah ini.“Ayah…” panggil Zora dengan sangat antusias. “Halo, Zora cantik.” Grissham tersenyum manis sambil melambaikan tangan kecil. Ia memeluk sebentar tubuh mungil Zora lalu memberikan ciuman di kening.“Zora baru bangun tidur, ya?” tanyanya saat melihat rambut kecoklatan sebahu milik Zora berantakan. Ia merapikannya dengan menyisipkan beberapa helai di belakang daun telinga.Laki-laki itu menelisik wajah Zor
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

154. Tes DNA

Dhafin masih terbungkam. Sungguh, ia tidak bermaksud menuduh Lora seperti itu. Amarah yang belum sepenuhnya hilang terpancing kembali sehingga membuatnya kelepasan.Semua yang dilihatnya ini sangat mendukung tuduhan itu. Hatinya menjadi ragu, tetapi.... “Kamu juga mau bilang kalau Zora itu anak hasil perselingkuhan kami, iya?!” Lora berseru dengan suara lantang.“Lora!” tegur semua orang yang berada di sini. Mereka merasa ucapan Lora sudah keterlaluan apalagi didengar oleh Zora.Lora memandang satu-persatu para orang di ruangan ini dan berakhir menatap Dhafin. Ia maju selangkah lagi. “Kau bisa tes DNA untuk membuktikan kalau Zora benar-benar putrimu.”“Oke! Aku akan tes DNA,” balas Dhafin datar setelah beberapa saat terdiam.Lora melebarkan matanya tidak percaya. Ia pikir Dhafin akan menolak karena sudah yakin bahwa Zora benar-benar putrinya. Dirinya bilang begitu untuk menantang sekaligus mengetes Dhafin. Namun ternyata…. Ia tertawa sarkas. “Gila kamu! Itu artinya kamu meragukan put
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

155. Tidak Ingin Kecewa Lagi

Dhafin mengikuti langkah Lora sambil menoleh ke arah putrinya yang sudah turun dari gendongan Grissham. Di sana, Zora terlihat bahagia bermain bersama Grissham. Ia ingin sekali berada di posisi itu, tetapi dirinya harus bersabar.Sesampainya di luar, dua orang itu menempati kursi panjang di depan ruangan. Mereka duduk berdampingan dengan jarak satu kursi.Untuk beberapa menit, keduanya saling bungkam dan larut dalam pikiran masing-masing.Dhafin berhehem untuk memecah keheningan lantas menoleh ke samping. “Kau kemana aja?” “Aku nggak kemana-mana. Aku masih di sini, di kota ini. Hanya saja kamu yang nggak tau keberadaanku,” jawab Lora datar tanpa menoleh. Pandangannya lurus ke depan seakan-akan ada objek yang menarik di sana.“Selama ini kau tinggal di mana?” tanya Dhafin lagi.Lora menatap Dhafin sejenak sebelum kembali memandang ke arah depan. “Kamu pastinya udah bisa menebak, bukan?”“Zelda?”Lora mengangguk tanpa memandang Dhafin. “Sejak keluar dari rumah sakit waktu itu, Zelda ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

156. Saling Melepas Rindu

“Onty El, Dek Oya ma Mama mana?” Azhar bertanya kepada Zelda sambil celingukan ke arah luar pelataran rumah. Ia duduk di kursi teras dengan kaki yang digerak-gerakkan khas balita.Zelda yang duduk di kursi satunya samping Azhar menghela napas dan mengulas senyum. Ini sudah ke sekian kali Azhar menanyakan itu. “Masih dalam perjalanan, Sayang.”“Tok yama banet (Kok lama banget)?” Azhar mengerucutkan bibirnya hingga kedua pipinya menggembung yang malah terlihat sangat menggemaskan.“Perjalanannya jauh, jadi lama,” jawab Zelda dengan sabarnya. Maklum, anak kecil sukanya banyak tanya walau sudah dijawab berkali-kali.“Kakak Azhar,” panggil Amina yang baru saja keluar rumah. Ia berjalan mendekati Azhar dan berlutut di dekat kaki bocah itu.“Bi Mah udah membuat cemilan kesukaan Kakak. Kita makan sama-sama, yuk, sambil menunggu Dek Zora,” ajaknya sembari mengelus kepala Azhar.Azhar menggeleng. “Njang mau nundu Dek Oya duyu. Anti matan macama (Azhar mau nunggu Dek Zora dulu. Nanti makan sam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

157. Keputusan Lora

Azhar mengalihkan pandangannya ke arah sang ibu lalu memeluk Lora erat. “Njang tanen Mama (Azhar kangen Mama).”Lora membalas pelukan Azhar tak kalah eratnya sekaligus gemas. “Mama juga kangen banget banget sama Azhar.”Wanita itu menciumi wajah putra kecilnya yang empat hari ini tidak ditemuinya. Setelah merasa puas, ia bangkit berdiri lantas mengernyit heran melihat ada mobil asing yang terparkir di pelataran rumah ini. “Itu mobil siapa? Ada tamu, ya?” tanyanya pada Zelda. Zelda mengangguk sebagai jawaban. “Kamu tau nggak siapa tamunya?”Lora menggeleng karena memang tidak tahu. Mobil itu juga tampak asing di matanya. “Memangnya siapa?”Tak lama setelah itu, Pak Raynald muncul dari dalam rumah. “Surprise!”“Om Raynald!” Lora berseru bahagia dengan mata berbinar-binar. Ia sama sekali tidak menyangka Pak Raynald akan mendatangi rumahnya lagi setelah sekian lama. Terakhir bertemu sepertinya satu bulan yang lalu.Pak Raynald berjalan menghampiri. “Hai, Lora,” sapanya. Lora mencium pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

158. Berita Update

“Papa tumben pulang jam segini?” Bu Anita menyambut suaminya pulang dari kantor. Ia meraih tas kerja dari tangan Pak Daniel usai mencium tangan sang suami.“Tidak terlalu banyak pekerjaan di kantor, jadi bisa pulang cepat,” jawab Pak Daniel datar.“Dhafin mana? Nggak pulang bareng Papa?” tanya Bu Anita sambil melongok keluar rumah. Pasalnya, tadi pagi suami dan anaknya berangkat di mobil yang sama karena mobil Dhafin sedang diservis di bengkel. Namun, sekarang Pak Daniel malah datang sendirian.“Dari jam tiga tadi udah nggak ada di kantor. Entah kemana anak itu.” Pak Daniel melangkah memasuki ruang tamu lantas mendudukkan tubuhnya yang terasa sangat lelah di atas sofa.“Yaudah, biarin aja. Mungkin sedang ada urusan lain. Atau mungkin sedang kencan bersama Freya.” Bu Anita ikut duduk di samping suaminya setelah meletakkan tas kerja di meja. Wanita setengah baya itu mengubah posisi duduknya menjadi serong ke arah Pak Daniel. “Eh, Pa, udah tau berita ter-update belum?”“Berita yang ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

159. Penolakan Kedua

Lora mengeraskan rahangnya dengan tatapan berkilat tajam. “Tuan Dhafin yang terhormat, Anda tidak berhak menghakimi karena Anda tidak tahu apapun!"Ia menudingkan jari telunjuknya ke arah Dhafin. “Kau orang baru di sini. Kau tak tau apapun tentang kehidupanku dan semua yang kualami.”“Jadi, jangan seenaknya menjudge diriku yang bukan-bukan. Aku bekerja demi menghidupi anak-anakku. Ngerti?!” tekannya.Dhafin menghembuskan napas kasar lalu menggenggam jari telunjuk Lora. “Seharusnya kau tak perlu bekerja. Apa nafkah yang kuberikan masih kurang?”Lora menarik tangannya kasar dan tertawa keras. Lucu sekali manusia satu ini. “Nafkah itu untuk si kembar, bukan untukku. Kau tak memiliki kewajiban lagi untuk menafkahiku.”“Kau pikir aku nggak butuh uang untuk kehidupan sehari-hari, untuk bertahan hidup, hah? Kalau nggak bekerja, aku makan apa?”“Dan satu lagi, selama ini aku nggak pernah menggunakan uangmu sepeserpun,” balasnya tidak mau kalah.“Kenapa?”“Kalau untuk menghidupi anak-anakku, a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

160. Meluluhkan Si Kembar

Lora menghela napas lalu beralih menatap putrinya. “Kenapa tadi Zora bilang Papa jahat? Coba cerita sama Mama,” ujarnya lembut.“Om mayah-mayah,” jawab Zora dengan bibir mengerucut dan alis yang menyatu menunjukan ketidaksukaannya.Lora mengerutkan keningnya berusaha memahami alasan yang dibuat Zora. Sedetik kemudian ia akhirnya mengerti pasti karena kejadian di rumah sakit yang membuat Zora takut. Ternyata ingatan putrinya cukup tajam. “Zora bilang Papa jahat karena Papa marah-marah waktu Zora di rumah sakit?” tanyanya untuk memvalidasi alasan yang Zora lontarkan.Gadis kecil itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Lora tersenyum maklum. “Dek Zora sayang, Papa bukan orang jahat, Nak. Waktu itu Papa nggak marah, tapi cuma menegur.”“Benarkan, Papa?” tanyanya dengan menoleh ke arah Dhafin untuk meminta persetujuan. Dhafin mengangguk membenarkan. “Iya, Papa nggak marah. Papa hanya menegur.”Lora kembali memandang anak-anaknya. “Papa itu orangnya baik kok. Papa nggak jahat. Jadi, Zora s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
25
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status