"Lha sudah sepantasnya to." Budhe Tinah melirik ke arah ibu. "Kamu sudah jenguk Bima to, Bu Endang?""Em... itu anu."Ibu terlihat gelagapan. Mendadak butiran kristal memenuhi kening dan mungkin sekujur tubuhnya. Nah, bingung kan, Bu mau jawab apa? Malu jika semua orang tahu bagaimana sikap ibu padaku? Jangankan menjenguk, aku meminjam uang untuk membayar biaya rumah sakit saja ibu tak mau memberi. "Jangan-jangan kamu belum jenguk Bima, ya?""Sudah kok." Ibu melirik ke arahku. "Iya, kan Rat? Kemarin ibu dari rumahmu?"Aku mencebik, bisa-bisanya ibu berkata demikian. Aku lupa, ibu hanya ingin nama baiknya tak tercoret meski kenyataan berkata lain. "Ini kembaliannya, Mbak."Aku bernapas lega. Kedatangan penjual ayam bagai angin di bawah terik mentari. Akhirnya aku terbebas dari pertanyaan yang penuh dengan jebakan. "Saya pulang dulu, Bu, Budhe," ucapku setelah mendapatkan uang kembalian. Segera aku melangkah meninggalkan mereka. Setelah selesai berbelanja aku segera pulang. Motor ke
Read more