Semua Bab Dinodai Kakak Sebelum SAH: Bab 11 - Bab 20
47 Bab
#11
Aku meletakkan buku harian di atas meja dan mendongak berdiri di bawah rak yang menggantung. Kuambil salah satu judul tentang fiqih perempuan. Dari sela-sela barisan depan ternyata ada beberapa baris di belakangnya. Aku menutupi buku berjudul ....Nafasku tercekat melihat cover yang baru saja kutarik dari balik tafsir Alhadits. Sebuah novel dengan model wanita dan pria dewasa sedang, ah ... rasanya aku tak berani menatapnya. Novel berbahasa Inggris, kubuka sampulnya dan tertulis dari seseorang bernama Nathan, sahabat Aldo Sanjaya.Kuturunkan semua buku tentang ilmu agama dari rak, lalu mengeluarkan semua novel, buku, majalah bahkan kaset video compact disk dari baris belakang. Semuanya kuserakkan di lantai kamar. Lalu menata kembali jendela dunia bermanfaat ilmu bekal di akhirat kembali ke tempat semula.Menatap berbagai macam alat yang merusak diriku selama bertahun- tahun lalu, berhamburan di lantai. Aku hanya bisa menggeleng. Kucoba berjo
Baca selengkapnya
#12
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Semuanya yang berhubungan dengan keburukan telah aku musnahkan. Hanya belum bisa menemukan kunci pintu lemari sisi kiri. Dan tentang ponsel itu masih tersimpan rapi di dalam slingbag itu.Setiap pagi hingga sore seperti jam kerja Ayah, aku selalu berada di Pondok Putri. Mengikuti kajian di kelas umum dan ikut makan bersama santri yang lain juga. Mencari pelebur dosa-dosa yang aku perbuat sebelumnya. Sadar semua ilmu yang kuperoleh tak sebanding dengan amalanku selama ini.Aku putuskan memulai dari nol dan menutup wajahku agar tak terlihat orang lain dengan bercadar. Karena semakin sering aku berjalan di lingkungan masyarakat luar Pondok. Mereka semakin yakin bahwa aku adalah selebgram yang mereka cari selama ini, An Kha.Dalam salah satu catatan harianku di buku. Aku menuliskan bahwa memang benar, menerima tawaran menjadi terkenal melalui brand busana muslim. Nama An Kha sendiri adalah gabungan da
Baca selengkapnya
#13
Dengan bergetar hebat, tanganku memegang strip yang telah kucelupkan dalam wadah uri ne. Sedikit memejamkan mata dan menarik nafas panjang sembari berdoa dalam hati semoga hasilnya negatif. Mengintip perlahan lalu mengerjap menatap dua garis merah yang jelas di tanganku.Tubuhku rasanya seperti tak bertulang lagi. Jantung bergemuruh hebat, gerimis membasahi pipi semakin deras dengan isakan tertahan. Aku putar keran air di bak kamar mandi untuk meredam suara tangisku yang meraung keras. Kepalaku terus menggeleng dan tangan kupukulkan ke perut berkali-kali. Semua gerakanku terhenti kala sebuah cuplikan nasehat terlintas di kepalaku. Sedikit lupa bagaimana yang benar, tapi ....'Kebanyakan penghuni neraka adalah perempuan.''Tapi perempuan sebenarnya adalah makhluk Allah yang diberi banyak kemurahan dan kefadholan oleh-Nya yang tidak diberikan pada seorang lelaki.''Kebanyakan perempuan tidak mensyukurinya, dan just
Baca selengkapnya
#14
"Ayah ... Ayah? Ayaaah!! Bangun Ayah! Ayaaah!!!" kuguncang lengan Ayah yang dingin di kamarnya Subuh ini.Tanpa berpikir panjang aku berlari menuju Pondok mencari bantuan. Di pos keamanan ada dua santri dan seorang Ustadz yang berjaga dan langsung mengikutiku berlari kembali ke rumah.Aku menangis sepanjang jalan tanpa mengenakan cadar, saking paniknya. Tubuh Ayah dingin dan kaku, matanya terpejam dan aku tak merasakan detak jantungnya lagi."Ayah ... Nisa mohon bangunlah! Ayah! Nisa membutuhkan Ayah ...," tangisku pecah saat seorang Ustadz memeriksa keadaannya dan menggeleng sedih."Innalillahi wa inna ilaihi roji' un. Beliau telah tiada, Ukhti," kata Ustadz bernama Fahdillah itu."Tidak ... Ayah!" teriakku tak mampu lagi menahan raungan.Mengguncang tubuhnya yang kaku tak bergerak. Memeluk dan menempelkan telingaku di dadanya yang tak lagi berdenyut. Mencium dua matanya yang tak lagi memb
Baca selengkapnya
#15
Suara adzan berkumandang menandakan hari berganti malam. Alunan panggilan Allah untuk hamba-Nya yang beriman itu terdengar seperti lagu duka untukku. Bagai mimpi di siang bolong, Ayah pergi setelah dia tahu hinanya perbuatanku. Dia pergi membawa corengan aib di wajah dari putrinya sendiri. Allah ... 'Mengapa harus Ayah yang Engkau panggil lebih dulu? Apa yang bisa kulakukan tanpa dia di sisiku dalam keadaan seperti ini?' "Maafkan Ayah, Nis ... Sejak berpisah dengan Bunda, Ayah tak lagi banyak menemani dan mendengarkan keluh kesahmu, Sayang ... maafkan Ayah, ya?" Kalimat terakhir Ayah semalam sebelum aku kembali ke kamar untuk tidur. "Kamu sudah mengantuk, Nis? Bisa temani Ayah sebentar lagi?" cegahnya menahan lenganku yang baru saja mencium punggung tangan keriput itu. Aku hanya mengangguk dan Ayah meminta dipeluk lalu menge
Baca selengkapnya
#16
"Apa? Aauuwh!" Gerakan dudukku yang tiba-tiba membuat infus di tangan terasa nyeri dan darah merembes ke perban perekatnya."Hati-hati, Nisa ...," omel santri tadi melongok ke tirai memanggil perawat yang didatangkan khusus dari tenaga medis terlatih dengan bayaran sukarela."Mbak tahu pasti kamu lagi kacau banget, ya? Habis kecelakaan, kehilangan Ayah, sekarang malah harus menikah buru-buru? Tapi itu semua demi almarhum Ayah kamu, Nis ... Mbak dengar itu salah satu wasiatnya agar disegerakan menikahi kamu. Ustadz Fahd faham bahwa tak baik menunda wasiat untuk dikerjakan, jadi jalani dengan niat karena ibadah, ya? Allah pasti memberi kemudahan untuk kalian, Mbak yakin, Nis!" ujar perawat yang biasa dipanggil Mbak Gadis itu panjang lebar sambil melepaskan infus di tanganku.Aku terdiam mencerna kalimatnya dengan menatap kosong.'Apakah aku harus menjalani pernikahan ini? Sedangkan sepemahamanku hukumnya tidaklah sah bahkan batal
Baca selengkapnya
#17
"Janin dalam rahim Nisa adalah benih dari Aldo Sanjaya, orang yang sama dengan yang Kak Fahd kenalkan sebagai Kakak kandung Nisa dua hari yang lalu," Aku mencoba bicara jujur pada Ustadz Fahdilah pagi ini.Setelah mengatakannya pikiranku sibuk dengan ingatan dua hari lalu.Saat ijab kabul akhirnya dilakukan sore hari menjelang waktu Maghrib. Sederhana saja, hanya menikah secara agama sekaligus negara dengan mengisi keterangan untuk sidang di pengadilan agama esok harinya, karena aku masih di bawah umur. Katanya minimal batas usia perempuan adalah sembilan belas tahun. Aku baru menginjak delapan belas tahun lebih satu bulan, tepat saat aku mengalami kecelakaan.Semua prosesi selesai hanya dalam satu jam dan Ustadz Fahd membawaku kembali ke rumah ayah. Dia mengatakan bahwa ini adalah untuk melindungi dan menutup aibku, agar tidak ada yang mengalami kisah sama sepertiku lagi nantinya."Bagaimana bisa mencegah hal ini kembali terja
Baca selengkapnya
#18
POV FAHDILLAHTiga tahun belajar di Madinah untuk memperdalam ilmu Alquran dan Alhadits, Alhamdulilah sekarang saatnya aku bisa kembali ke Indonesia, tanah air tercinta. Meski begitu aku tidak tahu terlahir dari keluarga mana. Karena dari penuturan Abah Ridwan dan Umma Aminah, aku diserahkan oleh seorang pemulung yang menemukan bayi di atas tumpukan kardus sampah miliknya.Dibesarkan tanpa orang tua kandung bersama yatim piatu lainnya di Pondok Pesantren membuat aku merasa begitu beruntung. Selain dapat menempuh pendidikan secara cuma-cuma di luar negeri, untuk menunjang kehidupan dunia. Otomatis mendapatkan ilmu sebagai bekal menghadapi akhirat nanti.Allah menciptakan manusia dan jin hanya untuk beribadah pada-Nya semata. Dunia itu adalah permainan. Dunia adalah kesenangan yang fana' tidak kekal dan hanya sementara. Begitu kira-kira yang ada dalam pemikiranku selama ini. Bahkan untuk memandang sesuatu yang bukan milikku. Selalu menund
Baca selengkapnya
#19
POV FAHDILLAH"Kak, Nisa pengen serahkan semua barang pribadi Nisa pada Kak Fahd untuk dibakar saja," Tiba-tiba saja dia berlari ke kamar dan keluar membawa tas besar."Apa ini?" tanyaku mengernyitkan dahi, karena dia mengangkat tas besar yang sepertinya sangat berat."Semua barang haram yang menjerumuskanku selama ini, Kak! Musnahkanlah, aku ikhlas!" katanya tertatih mengangkat dan sedikit menyeret di lantai. Tak tega rasanya melihat dia susah payah, sontak aku mendekat dan mengambil alih tali tas dalam genggamannya. Tangan kami saling bertumpu, dia menolak melepaskan pegangan tas berwarna hitam itu."Nisa ... ini berat, biar saya yang bawa!" sergahku melirik wajahnya, bibirnya mengerucut. Menggemaskan!"Tapi jangan dibuka! Langsung dibakar di halaman belakang, ya? Aku akan ikut!" rengeknya melepaskan tangan dan menarik ujung kaos yang kukenakan.Mengikuti ke halaman belakang rum
Baca selengkapnya
#20
"Astagfirullah ... Nisa! Buka matamu, Nisaaa?!" teriakku sambil keluar rumah menggendong dan terus mengguncang tubuhnya agar sadar kembali. Tapi dia tetap tak merespon.'Nisa ... bangunlah! Sadarlah! Allah ... selamatkan dia! Ampuni dosanya dan berilah dia kesempatan bertaubat dengan umur yang Kau panjangkan, Yaa Allah.' Tiada henti kulangitkan doa untuknya sambil terus membopong berlari mencari bantuan.Sebuah mobil berhenti tepat di depan gang, seorang berjaket hitam dan masker wajah keluar dari pintu kemudi. Sekilas melihat mobilnya saja aku sudah hafal siapa yang berada di balik hoodie itu.Seseorang yang berjabat tangan denganku untuk menyerahkan tanggung jawab atas adik perempuannya. Aldo Sanjaya atau dulu bernama Rizal Khoiruddin putra sulung Pak Dimas, almarhum ayah mertuaku."Ada yang bisa kubantu, Pak?" tanyanya sedikit panik melihatku membopong sosok yang tergolek lemah.Sebenarnya rasa empati dan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status