All Chapters of Ketika Suami Mendua, Majikanku Menginginkan Cinta: Chapter 31 - Chapter 40
59 Chapters
Bab 31. Durian Runtuh
"Kamu sendiri?" Pertanyaan dari Ryan itu sontak membuyarkan lamunanku. Menganggukan kepala dan menyuguhkan senyum manis. "Tadi baru saja mengantarkan Ais sekolah." Ryan ganti yang menganggukan kepalanya saat ini. Sampai detik ini, pikiranku masih belum sampai. Bagaimana dia bisa tahu aku disini? Apa memang dia begitu berkuasa? Mau bertanya lebih lanjut lagi, rasanya tak sopan. Mataku sesaat menyapu sekitar rumah makan ini, beberapa pengunjung lain, yang entah kenapa siang ini lebih banyak dari kaum hawa. Keberadaan Ryan yang begitu mencolok di tempat ini, benar benar membuat mereka sering kali mencuri pandang. Usia Ryan hampir sama denganku, tetapi memang menurut mamanya, masih belum ingin berkeluarga. Masih fokus pada bisnisnya yang memang sedang berkembang pesat. Hampir tiga tahun bekerja di rumahnya, aku malah tak pernah melihat dia membawa pulang seorang wanita. Apa jangan jangan dia punya kelainan? Aduh, kenapa aku malah berpikiran yang tidak tidak sih? Itu kan buka
Read more
Bab 32. Sebuah Proyek
"Tentu." Dengan cepat aku langsung memberikan jawaban, karena penawaran itu begitu menguntungkan bagiku. Seperti mendapatkan durian runtuh. Hanya saja, jangan sampai Mas Asep tahu tentang hal ini. "Tentu?" Ryan malah balik bertanya dengan menautkan kedua alisnya yang tebal. Dengan cara bicaranya yang kadang terlihat lucu. Aku mengangguk. "Iya, saya mau berkerja sama dengan Anda untuk proyek ini." "Oke." Kali ini Ryan tersenyum sembari mengangguk. Sepertinya dia baru mengerti apa yang aku katakan. Sebenarnya aku masih tidak menyangka jika Ryan akan menawarkan kerja sama seperti ini padaku. Tidak sama sekali. Dulu ketika bercerita, aku pikir hanya ingin sharing saja sih. Apa mungkin ini jawaban dari Tuhan? Ketika mengetahui kecurangan yang dibuat oleh Mas Asep dan Eka, aku berpikir untuk membuat sebuah usaha. Yang nantinya akan dikembangkan, berharap bisa menjadi penopang hidup aku dan Ais. Bingung memilih usaha apa yang nantinya akan dibuat, dengan budget yang tersedia.
Read more
Bab 33. Panggil Saja Om.
"Ibu." Seperti biasa, Ais akan begitu sangat girang ketika aku menjemputnya. Kuciumi wajah cantik itu dan segera mengajaknya keluar. Mata gadis kecil itu nampak terbelalak ketika melihat sosok Ryan yang membukakan pintu mobil untuk kami. "Siapa dia, Bu? Apa ayah baru Ais?" Perkataan Ais sontak membuatku berhenti melangkah. Apa yang baru saja dia katakan? Ayah baru? Duh, kenapa sih dia bisa berkata seperti itu? Ssst ... Segera kutempelkan telunjuk di depan bibir. Ais tersenyum sembari menunjukan deretan gigi putihnya dan mengangguk, sepertinya dia mengerti. "Halo, siapa nama kamu?" Ryan yang tadi berdiri, saat ini malah nenyondongkan tubuhnya agar sejajar dengan putriku itu. "Ais, Aisyah." Putriku menjawab dengan cepat. Wajahnya nampak begitu bahagia saat ini. "Nama yang cantik seperti wajahnya," ucap Ryan sembari menekan pelan ujung hidung Ais . "Mari silahkan masuk," ucap Ryan lagi seperti seorang pelayan pada kami. Kami pun masuk ke bagian belakang mobil. Karena tak in
Read more
Bab 34. Kamu Berubah
"Hey Nisa, dari mana saja kamu!"Suara lantang itu sontak mengagetkan aku. Mas Asep ternyata berada di teras dengan wajah garangnya. Mata suamiku itu nampak melotot sempurna."Kelayapan saja kerjaan kamu!" Kembali dia berteriak dengan keras.Ais beringsut mendekat dan memeluk tubuhku. Kentara sekali jika putriku itu begitu takut.Begitu keras suara Mas Asep, untung saja, depan rumah dan samping kanan kiri aku tak punya tetangga. Jeda 2 rumah, baru ada tetangga."Katanya kamu tadi lagi kerja, Mas? Kok sekarang sudah ada di rumah?" tanyaku sambil mengelus kepala Ais. Aku harus terlihat tenang.Ketahuan sekali jika dia bohong sebenarnya. Pasti tadi di ada di rumah, bukannya kerja. Mau kerja apa? Memang tukang bohong seperti yang dikatakan Mbak Ira.Apa dia lupa ketika tadi dia mengemis meminta uang padaku? Mungkin dia sudah capek mengiba tapi tak membuahkan hasil. "Sudah pulang!" Matanya membelalak sempurna di depanku. "Kamu dari mana saja? Terus kelayapan tiap hari!"Playing Victim
Read more
Bab 35. Berbagilah
"Semua pasti berubah, Mas. Aku berubah pun ada alasanya!" Nisa langsung masuk ke dalam rumah saat itu. Tentu saja saja hal itu membuat Asep yang marah semakin meradang. "Nisa! Kamu itu sekarang jadi istri pembangkang ya!" Asep pun mengikuti sang istri masuk ke dalam rumah. "Berhenti!" Sayangnya Nisa langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci dari dalam. Brakk Brakk Asep yang begitu marah langsung mebggebrak pintu kamar itu, dengan suara yang begitu keras. "Sial!" Pria tersebut akhirnya menyerah setelah pintu tetap tak terbuka. Dengan nafas memburu, membuat dadanya nampak naik turun. 'Aku harus bisa mendapatkan uang itu dari Nisa!' Tekadnya masih begitu bulat dalam hati. Si Eka yang sejak tadi mengintip, pun kini langsung mendekati sang suami. "Harusnya kamu tadi lebih keras lagi sama si Nisa itu, Mas!" Bukannya mencoba memenangkan Asep, tetapi wanita berambut merah itu malah mengibarkan api kemarahan di kepala Asep. Pria tersebut tak bersuara. Masih mengatur nafasnya.
Read more
Bab 36. Harus Gerak Cepat
"Bu, Ais mau ke kamar mandi." Suara halus Ais membuyarkan senyuman di wajah Nisa. "Ayuk," jawab Nisa sambil tersenyum manis. "Tapi Ais takut. Nanti Ayah masih marah lagi." Rona ketakutan terpancar jelas dari wajah gadis kecil itu. Wajar jika Ais masih takut, butuh waktu yang tidak sebentar saat Nisa mencoba memenangkan putrinya saat masuk ke dalam kamar tadi. Nisa mendekap kedua pipi putrinya. "Ada ibu, Sayang. Nggak boleh takut ya." Sembari menatap wajah itu dalam dalam kemudian memberikan kecupan di kening. Ais pun akhirnya menganguk, segera mereka pun keluar dari kamar. Hening suasana di luar. Nampak pintu depan pun tertutup. Nisa sudah bisa menebak dimana dua penghianat itu saat ini. Sembari menunggu Ais di kamar mandi, Nisa mengecek meja makan. Bersih, tak ada satu pun yang bisa disantap. Untung saja tadi dia sudah makan. Dan, tak lupa tadi dia membungkuskan makanan untuk Ais, yang sudah habis dimakan saat berada di kamar tadi. Nisa sebenarnya tidak takut dengan bentak
Read more
Bab 37. Ais Keceplosan
"Kerasin dia, yakin lah sama ibu, dia pasti takut kalau kamu jahat seperti dulu. Pasti nanti dia serahkan semua uangnya."Aku hanya tersenyum mendengar ucapan dari ibu mertua itu. Ternyata semua ini tetap berujung pada beliau. Seperti yang sejak tahunan dulu terjadi."Kamu itu pokonya harus terus nyuruh Nisa berangkat ke luar negeri." Suatu hari aku mendengar kalimat dari ibu mertua, tepatnya sebelum aku berangkat ke luar negeri."Tapi Nisa itu kan nggak mau, Bu," jawab Mas Asep saat itu. "Kasihan juga Ais juga masih kecil.""Ais itu sudah besar, biar dia bisa mandiri. Jangan terus dimanja." Entah mengapa ibu mertua memang sejak dulu tak pernah menyukai Ais. "Pokoknya dia harus kerja, ya gantian dong, masa dia yang selama ini hanya menghabiskan uang kamu saja!"Huft.Kuhembuskan nafas kasar jika mengingat hal ini. Mas Asep memang anak mama yang selalu menurut kemauan ibunya, terlepas itu benar atau salah.Bodohnya juga, saat itu kenapa aku harus menurut dan meninggalkan Ais bersama pa
Read more
Bab 38. Mbak Ira
"Pokoknya, apa yang dikatakan Ais jangan dipercaya ya, Dek." Nada bicara Mas Asep terdengar sedikit lebih tenang, karena aku pun hanya diam. "Aku tidak akan pernah menghianati janji suci pernikahan kita. Apa lagi hanya dengan seorang pembantu dan mantan purel murahan seperti Eka."Mas Asep mengucapkan kata katanya itu dengan penuh semangat. Apa aku percaya? Tentu saja tidak.Karena memang ini bukan untuk yang pertama kalinya sih. Terserah dia mau bilang apa, yang jelas untuk saat ini, apa pun yang keluar dari mulutnya tak bisa dipercaya.Apa sudah lupa jika tadi siang dia marah marah padaku? Sekarang, tanpa sedikit pun kata maaf, dia malah bersikap sok baik.Ah iya aku lupa, ini semua akan gara gara Ais yang keceplosan. Aku tersenyum dan sekilas menoleh pada Eka. Sahabatku itu sedang menunduk sambil menautkan ke sepuluh jarinya . Tanpa perlu melihat ekspresi wajahnya, aku tentu sudah bisa menebak, saat ini dia pasti marah. "Aku ... ke belakang dulu ya."Kali ini tanpa persetujuan
Read more
Bab 39. Karena Kuasa
"Apa kamu tidak punya motor?" Ryan langsung bertanya seperti itu saat aku baru sampai di tempat makan yang sama saat kami bertemu dua hari yang lalu. "Ada, tapi dipakai sama Mas Asep." Memang benar begitu adanya. Seperti yang sudah aku katakan, jika aku bekerja hampir tiga tahun di negeri orang, dengan setiap bulan aku mengirimkan uang sekitar lima sampai tujuh juta, tak ada perubahan sedikit pun di rumah. Perabotan dan apa yang ada tetap seperti saat aku akan berangkat dulu. Memang karena uangnya habis digunakan untuk foya foya ketiga trio sampah itu. Motor pun tetap hanya ada satu. Sejak perbincangan sedikit panas di meja makan semalam, Mas Asep tak lagi kelihatan batang hidungnya. Saat pagi pun, dia sudah tak ada bersama motornya. Ryan seperti biasa hanya menanggapinya dengan wajah datar. Pria bule itu kemudian ganti menoleh pada Ais yang baru saja membenarkan posisi duduknya, tepat di sampingku. "Halo cantik. Apa mau jalan jalan hari ini?" tanyanya pada Ais dengan wajah
Read more
Bab 40. Provokasi
"Bu, Om Ryan baik ya?" ucap Ais sambil memainkan boneka barunya. "Iya, Sayang." Memang kenyataanya begitu, ketika dulu aku bekerja di rumahnya, dia begitu baik. "Ais suka sama Om Ryan." Polos sekali ucapan yang terlontar dari bibir putriku itu. Dia saat ini sedang memeluk erat boneka beruang berwarna coklat yang diberikan oleh Ryan tadi. Perhatian yang diberikan Ryan saat bertemu, sepertinya juga menjadi begitu berkesan bagi Ais. "Ibu, harusnya nikah sama Om Ryan. Bukan sama Ayah." Kembali Ais berucap dengan begitu polos. Mungkin memang hal itu lah yang ada di hatinya. "Om Ryan baik, Ayah jahat." Ketika disakiti fisik dan psikis oleh ayah kandungnya, dia tentu membutuhkan kasih sayang, saat itu Ryan datang. Meski baru dua kali bertemu, tapi sepertinya kedekatan itu telah terjalin. "Waktunya tidur siang dulu ya, Sayang." Sengaja kualihkan perkataannya. Memang benar yang dia katakan, tetapi semua tak semudah pikiran anak kecil bukan? Semua yang sepertinya indah, juga belum past
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status