Home / Pernikahan / Setoran Bulanan Untuk Mertua / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Setoran Bulanan Untuk Mertua : Chapter 51 - Chapter 60

110 Chapters

Narsis

"Sementara Bastian belum pulang ke rumahnya, bagaimana kalau aku terima ajakan Alan untuk makan malam?" tanya Valerie pada pantulan dirinya di cermin.TriiingTriiingTriiingPonsel mahalnya kembali berdering. Itu dari Alan Mandala. Valerie berdehem, membuat suara selembut mungkin untuk menerima panggilan telepon dari Alan."Halo …." ucap Valerie setelah dia menggeser layar di ponselnya."Halo, Sayang.""Apa? Sayang?" Wajah Valerie bersemu merah. Detak jantungnya semakin kencang mendengar panggilan sayang dari Alan. Dia tak mengira kalau dirinya akan mampu merasakan cinta secepat ini setelah hubungannya terancam kandas dengan Bastian."Eh … maaf, Val. Kamu gak nyaman, ya, dipanggil sayang?" tanya Alan di seberang sana.Tentu saja Valerie menggeleng. Dia sama sekali tak keberatan dengan panggilan itu. Bahkan hatinya terasa berbunga-bunga mendengar satu kata itu terucap dari bibir Alan. Dia hanya kaget. Tak menyangka pria itu mampu menyentuh hatinya secepat ini."Val … Val. Kok gak nyah
Read more

Perjodohan

"Nah, sekarang kamu tinggal sama kami saja, ya. Sekarang kita satu keluarga." Embun dan keluarganya merangkul Laras ke pelukan mereka. Laras kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. "Ini kamar kamu, Ras. Berdekatan dengan kamar Arista."Setelah ibunya tiada, Laras mengira dirinya tak akan sanggup lagi untuk hidup—tak akan sanggup bertahan di dunia ini. Tapi dia salah. Embun dan keluarganya kini siap merangkulnya ke dekapan mereka.Malam ini, Laras memutuskan untuk tidur di kamar Arista. Gadis kecil itu merengek minta ditemani. Kecupan hangat selalu Laras daratkan di kening anak itu. Senandung merdu diperdengarkan untuk mengiringi mimpi yang akan segera datang. Arista telah tertidur.CeklekBaru saja ingin memejamkan mata dan menemani Arista di dalam mimpi, Laras harus terjaga kembali karena mendengar pintu yang dibuka."Mas Bastian?" gumam Laras.Kenapa Bastian datang tiba-tiba ke kamar Arista? Bukankah dia tahu kalau malam ini Laras yang menemani anaknya?Saat Laras sibuk me
Read more

Mutia Masuk

Selain Valerie, ada satu wanita lagi yang patah hati mendengar perjodohan Laras dengan Bastian. Dia adalah Mutia, pegawai di toko Pak Salim.Mutia berjalan lunglai. Dia yang semula diperintahkan mengecek barang di gudang oleh Pak Salim, harus mendengar berita perjodohan Bastian lewat telinganya sendiri. Gudang di toko sembako milik Pak Salim memang berdekatan dengan rumah Embun dan keluarganya. "Mutia, kenapa kamu lemes gitu?" tanya Pak Salim setelah melihat salah satu pegawainya berjalan gontai."Mana catatan barang yang saya minta?" tanya Pak Salim. Catatan yang Mutia pegang kini telah beralih ke tangan bos-nya."Pak … sepertinya saya demam. Badan saya terasa lemes."Pak Salim mengerutkan kening mendengar pernyataan Mutia yang tiba-tiba ini. Padahal beberapa menit lalu, sebelum dia menyuruh pegawainya itu pergi ke gudang belakang, semuanya nampak biasa-biasa saja. Mutia sehat walafiat. Tak terlihat tanda-tanda sakit sedikitpun."Saya izin pulang lebih awal ya, Pak. Kemarin saya jug
Read more

Perlakuan Buruk

"Nah, kenalin … ini namanya Mutia. Dia yang biasanya bantu-bantu Bapak di kasir." Pak Salim memperkenalkan Mutia pada Laras. Setelah tiga hari tak diberi kesempatan untuk membantu keluarga Embun, akhirnya hari ini Laras mendapatkan keinginannya. Dia diterima oleh Pak Salim untuk bantu-bantu di toko sembako miliknya. Laras melakukan ini karena merasa tak enak harus numpang hidup dan berdiam diri saja di rumah. Pagi tadi, saat Laras izin ke luar rumah mencari kerja, Embun lantas menahannya. Pada akhirnya gadis itu diperkenankan untuk ikut membantu mereka. "Hai, Mutia. Namaku Laras." Laras mengulurkan tangannya, berharap Mutia akan menyambut baik keramah-tamahannya."Dia ini calon istri Bastian. Tolong dibantu, ya, Mut!" Pak Salim kembali menambahkan informasi yang semakin membuat Mutia kesal. Karena merasa tak enak hati pada sang bos, Mutia pun terpaksa menjabat tangan Laras."Namaku Mutia," ucapnya singkat diikuti dengan senyuman tipis yang sedikit dipaksakan."Kalau gitu, Bapak tin
Read more

Datang yang Baru

"Tak apa, Nak. Yang penting kamu senang. Ini dimakan dulu bekalnya."Pak Salim tak terpengaruh dengan aduan Mutia. Dia tak memarahi Laras seperti perkiraan Mutia. Dan memang kenyataannya Laras tak bersalah. Justru dia yang bekerja dengan keras hari ini. Sedangkan Mutia hanya fokus dengan ponselnya."Eh … Pak. Maaf, saya baru selesai beli makan." Anton datang dan bertegur sapa dengan sang bos. Pak Salim pun tersenyum dan menepuk bahu anak buahnya itu."Ras … ini aku belikan makanan buat kamu. Kamu belum makan, 'kan?"Laras lantas menatap bekal yang baru saja diberikan oleh Pak Salim. Melihat bekal yang ada di tangannya, Anton pun mengerti."Ooh … kamu sudah bawa bekal?" tanya Anton."Iya. Saya yang membawakannya. Tapi makasi ya, Ton. Kamu sudah perhatian dengan calon menantu saya," ucap Pak Salim.Anton terkejut. Calon menantu? Bukankah Laras ini pegawai baru di toko ini?"Ca … calon menantu? Bukankah kata Mutia …."Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Mutia langsung berlari mengha
Read more

Jangan Mau Ditindas!

TokTokTok"Permisi Bu Nadine … Permisi Pak Salim."Terdengar suara ketukan dan orang yang memanggil-manggil nama pemilik rumah.Embun dan yang lainnya menoleh ke arah pintu. Merasa heran dengan tamu yang datang berkunjung malam-malam begini. Sudah jam 9 malam."Biar aku aja yang buka pintunya, Mbak," ucap Laras. Dia berinisiatif untuk bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke depan pintu untuk melihat tamu yang datang.Semua orang di ruangan itu membiarkan Laras menemui tamu di depan.Ceklek"Loh … Laras? Kamu bener-bener tinggal di sini?" tanya Mutia.Laras terkejut dengan kedatangan Mutia bersama seorang wanita paruh baya di sampingnya. Dia adalah Bu Idah, Ibunda Mutia."Siapa dia, Mut?" bisik Bu Idah pada anaknya. Tapi Laras masih bisa mendengarnya."Dia orangnya, Bu. Gadis kampung yang berhasil memikat keluarga Bastian dengan peletnya," ucap Mutia dengan sinis."Ooh … jadi ini orangnya? Lebih cantikan kamu, Mut. Sepertinya bener kalau dia ini pakai pelet. Kalau gak, mana mungkin
Read more

Memulai Rencana

"Heh, kamu … sini!"Mutia mendekati mobil yang terparkir di bahu jalan. Seorang wanita cantik memanggilnya untuk datang."Siapa itu, Mut?" tanya Bu Idah pada anaknya."Masa Ibu gak ngenalin? Dia itu Valerie, mantannya Bastian.""Oalah. Lebih cantik aslinya ya ketimbang di TV. Kalah jauh tuh si gadis desa."Mutia dan Bu Idah lantas mendekati Valerie. Mereka tak sengaja bertemu saat Mutia sedang membeli makan di warung tepi jalan. Tempatnya masih dekat dengan toko dan rumah keluarga Embun."Iya, Kak. Ada apa?"Mereka bertiga berbicara di pinggir jalan. Valerie masih anteng duduk di dalam mobil, sedangkan Mutia dan ibunya berdiri di samping mobil mewah itu. Mereka hanya terhalang kaca mobil yang belum sepenuhnya terbuka."Kamu pegawai toko Pak Salim, 'kan? Siapa namamu? Aku lupa." Valerie bertanya dengan nada yang sedikit ketus. Tapi Mutia tak merasa tersinggung sama sekali."Aku sudah gak kerja di sana lagi, Kak. Aku sudah dipecat," ucap Mutia."Permisi, Mbak. Apa gak sebaiknya kita ngo
Read more

Tolong!

Dua bulan berlaluBesok adalah hari istimewa bagi Laras dan Bastian. Mereka telah setuju untuk bersatu dan hubungannya akan diresmikan esok hari. Acaranya terbilang sederhana. Tak perlu menyewa gedung untuk pesta pernikahan. Semua ini atas keinginan Laras dan Bastian. Mereka ingin menikah di rumah dengan mengundang kerabat dekat serta para pegawai toko. Para supir angkot serta penghuni kos dekat rumah mereka juga dipersilahkan untuk datang dan memeriahkan acara."Biar aku aja yang belanja, Mbak," usul Laras.Sebenarnya keluarga Embun telah memesan catering untuk acara esok, tapi mereka ingin membuat masakan tambahan untuk lauk pelengkap. Hanya satu macam lauk yaitu ayam betutu khas Bali. Kebetulan Embun dan Laras lagi senang-senangnya memasak makanan itu. "Loh, jangan kamu lah yang belanja. Kamu diam saja di rumah! Calon pengantin gak boleh kemana-mana." Embun menolak tawaran Laras."Nanti biar Mbak sendiri yang belanja. Atau Mbak minta tolong Bi Darmi buat belanja," ucap Embun pada
Read more

Tak Pernah Berjalan Mulus

"Gara-gara kamu nih, kita jadi nyasar sampai sini. Bentar lagi gelap, nih. Yuk pulang! Di sini seram!" Anton menaruh kucingnya di keranjang depan. Dia lantas mengayuh sepedanya meninggalkan komplek perumahan kosong itu.Jalanan di komplek ini terasa mencekam. Hanya ada dua pemulung yang sempat berpapasan dengan Anton. Selebihnya, semuanya terlihat sepi. Senyap. Menyeramkan."Tolong!! Tolong!!!"Di sisi lain, Laras terus berusaha mempertahankan kesuciannya dari manusia kotor seperti Sapto. Pakaiannya telah koyak. Rambutnya berantakan karena terus dijambak oleh Sapto. "Tolong!!! Tolong!!!"Teriakannya mulai melemah. Tenaganya habis terkuras. Sekuat apapun dia mencoba melarikan diri, Sapto masih bisa mengejarnya. Dan kini, Laras sudah berada dalam dekapannya."Ha ha ha. Akhirnya kamu menyerah juga, Sayang. Capek kan dari tadi main lari-larian? Sini! Sekarang tidur bersamaku!""Tolong jangan sakiti aku! Jangan renggut kesucianku!" Laras memohon sambil berlinangan air mata. Hari sudah mul
Read more

Embun Kecewa

"Nah … ini Sapto.""Darimana saja kamu, To? Kepalamu kenapa diperban gitu? Trus Laras mana?"Embun terus menembakkan banyak pertanyaan pada sosok Sapto yang kepalanya tengah diperban.Setelah kepergian Laras dan Anton, Sapto ditolong oleh dua orang pemulung yang lewat di komplek sepi itu. Mereka membantu Sapto dan membawa pria itu ke klinik terdekat. Setelah kepalanya mendapat tiga jahitan, tanpa memikirkan rasa sakitnya, Sapto lantas pergi ke rumah Embun. Awalnya dia hanya ingin tahu perkembangan kasusnya. Apakah Laras sudah pulang dan melaporkannya ke polisi? Kenyataannya, Laras justru belum pulang ke rumahnya hingga Embun dan keluarganya panik mencari-cari keberadaan gadis itu."Ma … maaf, Bu. Laras kabur bersama pria lain. Luka di kepalaku ini akibat pukulan pria itu," ucap Sapto, tak sepenuhnya berkata jujur."Apa?" Semua orang terlihat tegang. Mereka tak bisa sepenuhnya percaya akan perkataan Sapto. Tapi mereka mencoba mengulik kesaksian lagi dari mantan pegawainya itu."Memangn
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status