Share

Narsis

Author: celotehcamar
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Sementara Bastian belum pulang ke rumahnya, bagaimana kalau aku terima ajakan Alan untuk makan malam?" tanya Valerie pada pantulan dirinya di cermin.

Triiing

Triiing

Triiing

Ponsel mahalnya kembali berdering. Itu dari Alan Mandala. Valerie berdehem, membuat suara selembut mungkin untuk menerima panggilan telepon dari Alan.

"Halo …." ucap Valerie setelah dia menggeser layar di ponselnya.

"Halo, Sayang."

"Apa? Sayang?" Wajah Valerie bersemu merah. Detak jantungnya semakin kencang mendengar panggilan sayang dari Alan. Dia tak mengira kalau dirinya akan mampu merasakan cinta secepat ini setelah hubungannya terancam kandas dengan Bastian.

"Eh … maaf, Val. Kamu gak nyaman, ya, dipanggil sayang?" tanya Alan di seberang sana.

Tentu saja Valerie menggeleng. Dia sama sekali tak keberatan dengan panggilan itu. Bahkan hatinya terasa berbunga-bunga mendengar satu kata itu terucap dari bibir Alan. Dia hanya kaget. Tak menyangka pria itu mampu menyentuh hatinya secepat ini.

"Val … Val. Kok gak nyah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Perjodohan

    "Nah, sekarang kamu tinggal sama kami saja, ya. Sekarang kita satu keluarga." Embun dan keluarganya merangkul Laras ke pelukan mereka. Laras kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. "Ini kamar kamu, Ras. Berdekatan dengan kamar Arista."Setelah ibunya tiada, Laras mengira dirinya tak akan sanggup lagi untuk hidup—tak akan sanggup bertahan di dunia ini. Tapi dia salah. Embun dan keluarganya kini siap merangkulnya ke dekapan mereka.Malam ini, Laras memutuskan untuk tidur di kamar Arista. Gadis kecil itu merengek minta ditemani. Kecupan hangat selalu Laras daratkan di kening anak itu. Senandung merdu diperdengarkan untuk mengiringi mimpi yang akan segera datang. Arista telah tertidur.CeklekBaru saja ingin memejamkan mata dan menemani Arista di dalam mimpi, Laras harus terjaga kembali karena mendengar pintu yang dibuka."Mas Bastian?" gumam Laras.Kenapa Bastian datang tiba-tiba ke kamar Arista? Bukankah dia tahu kalau malam ini Laras yang menemani anaknya?Saat Laras sibuk me

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Mutia Masuk

    Selain Valerie, ada satu wanita lagi yang patah hati mendengar perjodohan Laras dengan Bastian. Dia adalah Mutia, pegawai di toko Pak Salim.Mutia berjalan lunglai. Dia yang semula diperintahkan mengecek barang di gudang oleh Pak Salim, harus mendengar berita perjodohan Bastian lewat telinganya sendiri. Gudang di toko sembako milik Pak Salim memang berdekatan dengan rumah Embun dan keluarganya. "Mutia, kenapa kamu lemes gitu?" tanya Pak Salim setelah melihat salah satu pegawainya berjalan gontai."Mana catatan barang yang saya minta?" tanya Pak Salim. Catatan yang Mutia pegang kini telah beralih ke tangan bos-nya."Pak … sepertinya saya demam. Badan saya terasa lemes."Pak Salim mengerutkan kening mendengar pernyataan Mutia yang tiba-tiba ini. Padahal beberapa menit lalu, sebelum dia menyuruh pegawainya itu pergi ke gudang belakang, semuanya nampak biasa-biasa saja. Mutia sehat walafiat. Tak terlihat tanda-tanda sakit sedikitpun."Saya izin pulang lebih awal ya, Pak. Kemarin saya jug

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Perlakuan Buruk

    "Nah, kenalin … ini namanya Mutia. Dia yang biasanya bantu-bantu Bapak di kasir." Pak Salim memperkenalkan Mutia pada Laras. Setelah tiga hari tak diberi kesempatan untuk membantu keluarga Embun, akhirnya hari ini Laras mendapatkan keinginannya. Dia diterima oleh Pak Salim untuk bantu-bantu di toko sembako miliknya. Laras melakukan ini karena merasa tak enak harus numpang hidup dan berdiam diri saja di rumah. Pagi tadi, saat Laras izin ke luar rumah mencari kerja, Embun lantas menahannya. Pada akhirnya gadis itu diperkenankan untuk ikut membantu mereka. "Hai, Mutia. Namaku Laras." Laras mengulurkan tangannya, berharap Mutia akan menyambut baik keramah-tamahannya."Dia ini calon istri Bastian. Tolong dibantu, ya, Mut!" Pak Salim kembali menambahkan informasi yang semakin membuat Mutia kesal. Karena merasa tak enak hati pada sang bos, Mutia pun terpaksa menjabat tangan Laras."Namaku Mutia," ucapnya singkat diikuti dengan senyuman tipis yang sedikit dipaksakan."Kalau gitu, Bapak tin

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Datang yang Baru

    "Tak apa, Nak. Yang penting kamu senang. Ini dimakan dulu bekalnya."Pak Salim tak terpengaruh dengan aduan Mutia. Dia tak memarahi Laras seperti perkiraan Mutia. Dan memang kenyataannya Laras tak bersalah. Justru dia yang bekerja dengan keras hari ini. Sedangkan Mutia hanya fokus dengan ponselnya."Eh … Pak. Maaf, saya baru selesai beli makan." Anton datang dan bertegur sapa dengan sang bos. Pak Salim pun tersenyum dan menepuk bahu anak buahnya itu."Ras … ini aku belikan makanan buat kamu. Kamu belum makan, 'kan?"Laras lantas menatap bekal yang baru saja diberikan oleh Pak Salim. Melihat bekal yang ada di tangannya, Anton pun mengerti."Ooh … kamu sudah bawa bekal?" tanya Anton."Iya. Saya yang membawakannya. Tapi makasi ya, Ton. Kamu sudah perhatian dengan calon menantu saya," ucap Pak Salim.Anton terkejut. Calon menantu? Bukankah Laras ini pegawai baru di toko ini?"Ca … calon menantu? Bukankah kata Mutia …."Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Mutia langsung berlari mengha

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Jangan Mau Ditindas!

    TokTokTok"Permisi Bu Nadine … Permisi Pak Salim."Terdengar suara ketukan dan orang yang memanggil-manggil nama pemilik rumah.Embun dan yang lainnya menoleh ke arah pintu. Merasa heran dengan tamu yang datang berkunjung malam-malam begini. Sudah jam 9 malam."Biar aku aja yang buka pintunya, Mbak," ucap Laras. Dia berinisiatif untuk bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke depan pintu untuk melihat tamu yang datang.Semua orang di ruangan itu membiarkan Laras menemui tamu di depan.Ceklek"Loh … Laras? Kamu bener-bener tinggal di sini?" tanya Mutia.Laras terkejut dengan kedatangan Mutia bersama seorang wanita paruh baya di sampingnya. Dia adalah Bu Idah, Ibunda Mutia."Siapa dia, Mut?" bisik Bu Idah pada anaknya. Tapi Laras masih bisa mendengarnya."Dia orangnya, Bu. Gadis kampung yang berhasil memikat keluarga Bastian dengan peletnya," ucap Mutia dengan sinis."Ooh … jadi ini orangnya? Lebih cantikan kamu, Mut. Sepertinya bener kalau dia ini pakai pelet. Kalau gak, mana mungkin

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Memulai Rencana

    "Heh, kamu … sini!"Mutia mendekati mobil yang terparkir di bahu jalan. Seorang wanita cantik memanggilnya untuk datang."Siapa itu, Mut?" tanya Bu Idah pada anaknya."Masa Ibu gak ngenalin? Dia itu Valerie, mantannya Bastian.""Oalah. Lebih cantik aslinya ya ketimbang di TV. Kalah jauh tuh si gadis desa."Mutia dan Bu Idah lantas mendekati Valerie. Mereka tak sengaja bertemu saat Mutia sedang membeli makan di warung tepi jalan. Tempatnya masih dekat dengan toko dan rumah keluarga Embun."Iya, Kak. Ada apa?"Mereka bertiga berbicara di pinggir jalan. Valerie masih anteng duduk di dalam mobil, sedangkan Mutia dan ibunya berdiri di samping mobil mewah itu. Mereka hanya terhalang kaca mobil yang belum sepenuhnya terbuka."Kamu pegawai toko Pak Salim, 'kan? Siapa namamu? Aku lupa." Valerie bertanya dengan nada yang sedikit ketus. Tapi Mutia tak merasa tersinggung sama sekali."Aku sudah gak kerja di sana lagi, Kak. Aku sudah dipecat," ucap Mutia."Permisi, Mbak. Apa gak sebaiknya kita ngo

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Tolong!

    Dua bulan berlaluBesok adalah hari istimewa bagi Laras dan Bastian. Mereka telah setuju untuk bersatu dan hubungannya akan diresmikan esok hari. Acaranya terbilang sederhana. Tak perlu menyewa gedung untuk pesta pernikahan. Semua ini atas keinginan Laras dan Bastian. Mereka ingin menikah di rumah dengan mengundang kerabat dekat serta para pegawai toko. Para supir angkot serta penghuni kos dekat rumah mereka juga dipersilahkan untuk datang dan memeriahkan acara."Biar aku aja yang belanja, Mbak," usul Laras.Sebenarnya keluarga Embun telah memesan catering untuk acara esok, tapi mereka ingin membuat masakan tambahan untuk lauk pelengkap. Hanya satu macam lauk yaitu ayam betutu khas Bali. Kebetulan Embun dan Laras lagi senang-senangnya memasak makanan itu. "Loh, jangan kamu lah yang belanja. Kamu diam saja di rumah! Calon pengantin gak boleh kemana-mana." Embun menolak tawaran Laras."Nanti biar Mbak sendiri yang belanja. Atau Mbak minta tolong Bi Darmi buat belanja," ucap Embun pada

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Tak Pernah Berjalan Mulus

    "Gara-gara kamu nih, kita jadi nyasar sampai sini. Bentar lagi gelap, nih. Yuk pulang! Di sini seram!" Anton menaruh kucingnya di keranjang depan. Dia lantas mengayuh sepedanya meninggalkan komplek perumahan kosong itu.Jalanan di komplek ini terasa mencekam. Hanya ada dua pemulung yang sempat berpapasan dengan Anton. Selebihnya, semuanya terlihat sepi. Senyap. Menyeramkan."Tolong!! Tolong!!!"Di sisi lain, Laras terus berusaha mempertahankan kesuciannya dari manusia kotor seperti Sapto. Pakaiannya telah koyak. Rambutnya berantakan karena terus dijambak oleh Sapto. "Tolong!!! Tolong!!!"Teriakannya mulai melemah. Tenaganya habis terkuras. Sekuat apapun dia mencoba melarikan diri, Sapto masih bisa mengejarnya. Dan kini, Laras sudah berada dalam dekapannya."Ha ha ha. Akhirnya kamu menyerah juga, Sayang. Capek kan dari tadi main lari-larian? Sini! Sekarang tidur bersamaku!""Tolong jangan sakiti aku! Jangan renggut kesucianku!" Laras memohon sambil berlinangan air mata. Hari sudah mul

Latest chapter

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Akhir Cerita

    “Anton ….”Di dalam ambulance, Mirah masih bisa memanggil nama Anton. Beruntung ipar lelakinya itu ikut mendampingi di dalam mobil ambulance.“Iya, Mbak. Kenapa?”“Eee … eee”Susah bagi Mirah untuk berucap di saat kondisi seperti ini. Tubuhnya benar-benar lemah. Nafasnya pun mulai tersengal-sengal.“Kenapa, Mbak? Mbak mau ngomong apa?”Anton mendekatkan diri dan mencondongkan telinganya ke dekat bibir Mirah. Berusaha mendengar kata yang mungkin akan lemah dan tersapu suara sirine ambulance.“Waktu Mbak gak lama lagi.”“Mbak, gak boleh ngomong gitu! Sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Mbak harus kuat! Tahan, sebentar lagi! Katanya Mbak mau ketemu Rinai, anak kami. Ayo semangatkan dirimu! Nanti kalau Mbak sembuh, Laras dan Rinai pasti senang melihatmu.”Mirah yang mendengar semua itu, hanya bisa mengeluarkan air mata. Di dalam hati kecilnya, dia ingin sekali bertemu dengan orang-orang yang disebutkan oleh Anton barusan, tetapi kekuatannya mulai melemah. Tubuhnya tak sekuat dulu. Dia

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Bergerak Cepat

    “Kita omongin di dalam aja, yuk! Malu kalau dilihat tetangga.”“Gak … aku gak mau masuk ke dalam. Aku ke sini cuma mau bertemu Mbak Mirah. Lagipula, tak ada tetangga lain di sini.”Walaupun Anton menolak, Dahlia tetap melancarkan jurusnya. Memaksa Anton untuk masuk ke rumahnya. Pada akhirnya lelaki itu pun setuju demi menemukan titik terang tentang keberadaan kakak iparnya.“Duduk dulu! Biar aku buatin minum!” Dahlia pergi ke dapur. Dia hendak membuatkan minum dengan tangannya sendiri untuk Anton. Sedangkan sang tamu dibiarkan duduk di ruang tamu ditemani tatapan anggota keluarganya yang lain. Iya. Siang itu, para lelaki tak berada di rumah. Hanya ada kumpulan wanita beserta anak-anak di rumah itu. Walaupun begitu, Anton merasa risih akan keberadaan mereka. Ditambah dengan tatapan misterius dari setiap orang yang ada di rumah itu.“Ini minumnya. Silahkan diminum!”Dahlia datang membawa nampan berisi secangkir teh serta biskuit. Membuyarkan perhatian Anton yang sempat tertuju pada tat

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Gubuk Derita

    “Mas … Mas Parna! Cepat ke sini!”Dahlia berusaha melepaskan diri sembari terus berteriak memanggil sang suami. Dari arah belakang, kini muncul sesosok pria yang Mirah kenal. Dia adalah Parna, suami dari Dahlia.“Loh … loh, kenapa ini, Li?”“Tolong aku, Mas! Aduh … tolong aku! Jangan diem aja.”Setelah diberi titah, lelaki bernama Parna baru mau bergerak. Dia berusaha memisahkan sang istri dengan tetangganya itu. Karena genggaman Mirah cukup kuat di rambut Dahlia, Parna terpaksa sedikit melakukan ke-ke-ra-san.“Aduuuh, Mas. Sakit.”Dahlia akhirnya berhasil dipisahkan dengan Mirah. Wanita itu memegang kepalanya yang terasa nyeri. Sedangkan lawannya terlihat jatuh ke tanah akibat dorongan dari Parna.“Tuh, kan, Mas. Rambutku acak-acakan. Ini semua, gara-gara wanita itu!”Dahlia menunjuk ke arah Mirah yang masih terduduk di halaman rumah.“Cepat bawa dia ke dalam rumah!”“Loh, kamu mau ngapain dia, Li?” Parna penasaran. Tapi sang istri tetap memberi perintah sambil berlalu—-masuk ke dala

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Pa-rasit

    Satu tahun kemudian“Oh baik ... baik, Paman. Nanti saya kabarin ke Mbak Mirah.”Anton menekuk wajahnya setelah mendapat telepon dari seseorang. Apa yang kiranya dikabarkan oleh seseorang di seberang sana?“Mas … ini kopinya.”Laras datang sembari membawa secangkir kopi untuk sang suami. Dia heran melihat reaksi sang suami yang hanya mengangguk tanpa melihat ke arahnya. Tak biasanya Anton bersikap seperti ini pada Laras. Pria itu hanya sibuk memainkan ponselnya.“Mas ….”Melihat keanehan yang ada pada sang suami Laras pun ikut duduk di samping Anton.“Iya, Sayang?” jawab Anton tanpa melirik sedikitpun pada Laras.“Mas … kamu lagi nelpon siapa?”“Aku mau nelpon Mbak Laras, Sayang.”“Laras? Aku dong?”Anton menghentikan kegiatannya sejenak setelah mendengar jawaban istrinya. Dia langsung menatap Laras dan tersenyum.“Maaf, Sayang. Maksud aku Mbak Mirah. Tadi ada tetangga desa yang ngabarin aku kalau Dahlia membuat ulah.”“Hah? Kenapa lagi dia, Mas?”“Dia mau menjual rumah Mbak Mirah.”“

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Dahlia, Sang Penguasa

    “Gimana, Ton? Apa kamu juga setuju dengan keputusan Mbak?”Mirah meminta saran dari adik iparnya itu. Ia ingin menyerahkan rumahnya dirawat oleh Bi Ningsih. Mirah sudah memutuskan untuk bekerja di sebuah panti sosial. Dia mendapat tawaran pekerjaan itu dari orang baik hati yang iba akan nasib Mirah. Wanita malang itu memang harus selalu berinteraksi dengan orang banyak agar kejiwaannya tak kembali kambuh. Lagipula, di panti itu, Mirah akan mendapat banyak teman sekaligus pendampingan, ceramah, pelatihan, untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan kuat mental. Ibaratnya, sekali mendayung dua pulau terlampaui. Mirah akan bekerja sekaligus memulihkan kondisinya di tempat itu.“Memangnya Mbak sudah yakin ingin pindah dari desa ini?” tanya Anton.Mirah mengangguk dan tersenyum.“Iya, Ton. Aku gak bisa hidup sendirian di desa ini. Aku kesepian. Lebih baik, Mbak menerima tawaran dari teman Mbak itu.”“Tapi Mbak bisa kok ikut aku ke kota. Lagipula, keluarga Mas Bumi kan keluarga Mbak juga. Me

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Mirah di Desa

    (Oke, Bi. Besok saya pulang ke desa. Untuk malam ini, tolong bujuk Mbak Mirah untuk pulang ke rumahnya, ya.)“Iya, Ton. Salam buat Laras, ya. Semoga Ibu dan bayinya sehat-sehat. Selamat kalian sudah resmi menjadi orang tua.”(Iya, Bi. Terima kasih ucapan dan doanya.)Ningsih memutus sambungan telepon dengan Anton. Kemudian dia beralih kembali pada Mirah. Istri mendiang Bara itu, masih anteng duduk di teras rumah Laras. Dia menunggu kabar dari si empunya rumah.“Gimana, Bi? Apa Laras dan Anton sudah mau pulang?”“Anton baru bisa datang besok siang, Mir. Gak apa-apa, ‘kan? Kita tunggu dia besok, ya.”“Yaaah … jadi aku gak bisa ketemu mereka hari ini? Apa gak bisa dibujuk saja biar pulang hari ini juga, Bi? Ada yang mau aku bicarakan ke meraka. Penting.”“Sepertinya gak bisa, Mir. Laras baru saja melahirkan. Tentunya Anton sedang mendampingi anak dan istrinya kini.”“Apa? Laras sudah melahirkan, Bi?”Mata Mirah berkaca-kaca. Terlihat raut kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Dia terus

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Selamat Datang, Nak

    “Bisa dibawa jalan-jalan di taman klinik, ya, Bu! Biar bukaan-nya cepat bertambah,” ucap Bu Bidan pada Laras.Pasalnya sejak tadi pagi, Laras sudah mengalami kontraksi. Ketika dicek oleh tenaga medis, ternyata Laras sudah mengalami bukaan 2. Tapi hingga sore ini, bukaan-nya tak kunjung bertambah. Oleh karena itu, Bu Bidan menyuruh Laras berjalan-jalan santai di taman klinik.“Baik, Bu.” Anton lantas menggandeng tangan sang istri menuju taman klinik. Mereka melakukan apa yang dianjurkan oleh Bidan.“Gimana, Ras? Apa kata Bidan? Apa kata dokter?"Embun dan Bumi yang baru saja datang ke klinik itu langsung memberi pertanyaan pada sang adik. Tapi Laras hanya menggeleng sedih sembari menahan sakit. Dia menyerahkan semuanya pada sang suami untuk menjelaskan pada kakak-kakaknya.“Ooh begitu. Semoga dilancarkan, ya. Adik bisa lahir dengan selamat dan normal,” ucap Embun yang kemudian diamini oleh yang lainnya.“Kamu gak mau makan dulu, Ras? Mbak udah beliin bubur kacang ijo kesukaan kamu.”L

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Mimpi Itu

    “Maafin aku, Kak … Aku yang salah.”Laras bersimpuh di kaki sang kakak sulung, Bella. Ia sudah keluar dari rumah sakit dan sudah mengetahui kabar tentang kepergian sang Ibu.“Harusnya aku melarang Ibu untuk ikut pergi, Kak. Kalau Ibu gak ikut, pasti aku yang tiada, bukan Ibu.”Laras menangis sejadi-jadinya sambil memohon ampun. Di sisi lain, Bella juga menangis namun tetap duduk diam. Dia belum mampu menenangkan sang adik, karena hatinya sendiri masih patah.“Sudah lah, Laras! Bangun, Dek! Ini bukan salah kamu.”Bumi memeluk sang adik dan menenangkannya. “Semua orang di sini merasa sedih. Tapi tak ada satupun yang menyalahkanmu, Dek. Ini semua sudah takdir. Yang terpenting sekarang, kita hanya bisa mengirimkan doa untuk Ibu. Agar beliau tenang di sana.”Bumi merangkul Laras sembari terus membelai rambut sang adik bungsu. Namun tiba-tiba, Bella bangun dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan semua orang yang ada di ruang tamu.“Kak … Itu Kak Bella pasti masih marah.” L

  • Setoran Bulanan Untuk Mertua    Hanya Bella yang Tahu

    “Mbak kok masih di luar? Ayo kita masuk ke dalam! Ini udah malam!” ajak Bumi pada sang kakak.Tadi siang, je-na-zah Bu Retno baru saja disemayamkan. Semua orang kini masih berkumpul di rumah keluarga besar Pak Salim. Terkecuali Laras dan Anton. Ya, mereka berdua masih berada di rumah sakit karena kondisi Laras yang belum memungkinkan untuk diajak pulang. Wanita itu juga belum diberi tahu tentang kabar duka ini. Semua keluarga sepakat menyembunyikan kabar ini sampai kondisi Laras kembali pulih.“Sini duduk dulu, Mi!” Bella menyuruh sang adik duduk di sampingnya. Bumi pun menurut.“Ada apa, Mbak?”Bumi memandang wajah sang kakak yang kini nampak lesu. Bahkan matanya masih terlihat bengkak dan sembab karena terus menangis.“Mbak udah makan?”“Nanti aja, Mi! Gampang itu. Temani Mbak dulu di sini!”“Aku ambil makanan dulu, ya. Nanti aku suapin Mbak di sini.”“Gak usah! Kamu duduk aja di sini!”Bumi pun tak melanjutkan ucapannya dan memilih duduk diam di samping sang kakak. Sejenak, suasana

DMCA.com Protection Status