Home / Romansa / MALAM PERTAMA SI GADIS DESA / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of MALAM PERTAMA SI GADIS DESA: Chapter 11 - Chapter 20

52 Chapters

Bab 11 Surat dari Ajat

"Apa yang bisa Bapak lakukan selain memberikan kalian restu dan doa. Nak, Bapak bukan orang yang punya, Bapak tidak punya apa-apa untuk diberikan pada kalian selain doa dan restu Bapak. Setelah di pikirkan bermalam-malam, Bapak sadar bahwa anak kesayanganku ini tidak mungkin melakukan hal yang di mana itu akan merusak dirinya dan juga menyakiti Bapak."Hilma menangis mendengar itu, keduanya dibawa ke dalam pelukan Pak Hasan. Di sela-sela tangis, gadis itu menatap Zafar yang juga tengah menatapnya sadari tadi. Keduanya saling melempar senyum dengan air mata yang sudah membasahi pipi. Karena hari semakin larut, Hilma pulang ke rumah, sedangkan Zafar, menginap di rumah Haji Burhan. Hilma sangat bahagia ketika mereka menaiki sepeda tua berdua. Jalan di tengah-tengah sawah, rembulan yang menyinari malam itu. Ia memeluk erat sang Bapak, menikmati embusan angin malam yang terasa dingin. Wangi tanah basah yang Hilma rindukan ia menikmati wangi itu sepanjang jalan. Sampai di rumah, mereka m
last updateLast Updated : 2024-01-20
Read more

Bab 12 Acara pernikahan

"Neng, ayo dipakai dulu kebayanya!""Oh, iya!" Hilma segera menutup kembali surat yang baru saja ia baca. Gadis itu menyimpannya di atas lemari kecil, kemudian berdiri untuk dipakaikan kebaya dan juga singger Sunda. Tiga puluh menit berlalu, kini Hilma sudah siap. Ia nampak sangat anggun dengan kebaya putih menjuntai panjang, juga make-up yang membuat aura penyanyinya keluar. MUA itu sampai tersenyum takjup. Hilma yang selama ini terpoles lipstik saja belum pernah, sekalinya di makupin sangat manglingi sekali. "Masya Allah... Cantik banget, Neng," ujar MUA itu. Ia bergegas ke luar untuk memanggil Pak Hasan. Wanita beranak dua itu membawanya ke kamar, memperlihatkan betapa cantiknya sang anak. Pak Hasan diam sejenak menatap dari atas sampai bawah, matanya memerah menahan tangis. Terharu melihat sang anak yang sangat cantik sekali dengan riasan itu. "Nuhun, Des, sudah bikin anak Mamang cantik sekali begini," ujarnya. "Sama-sama, Mang. Ayo Desi foto dulu buat kenang-kenangan." Wani
last updateLast Updated : 2024-01-21
Read more

Bab 13 Malam setelah akad

"Asik ya, ditangkap mantan kekasih pas mau jatuh. Tatapan yang sangat mesra."Hilma berdiri ingin menjawab kata-kata suaminya itu, tapi urung karena Teh Desi kembali. Wanita itu bergegas memakaikan sabuk pada Zafar, kemudian merapikan Hilma kembali dengan gaun berwarna Navy itu. Keduanya kembali ke pelaminan, tidak ada tawa dan senyuman, mereka bahkan duduk berjauhan. Sedangkan Zafar sibuk bermain dengan ponselnya, pria itu sama sekali tidak berniat untuk membuat kenangan di ponselnya. "Foto lagi ya!" ucap fotografer. Salah satu asistennya mengatur sepasang pengantin itu dengan gaya yang romantis. Membuat Hilma tak nyaman, sedangkan Zafar datar-datar saja."Senyum atuh, jangan cemberut!" seru tukang foto. Mereka terpaksa tersenyum dengan gaya foto yang tukang foto itu berikan. Sampai pada akhirnya sesi foto selesai, mereka baru bisa menghela napas lega. Hilma meminta Teh Desi untuk segera mencopot konde yang dipakai karena berat sekali sampai-sampai kepalanya itu terasa puing seka
last updateLast Updated : 2024-01-21
Read more

Bab 14 Ancaman

"Ke—kenapa memang?" tanya Hilma terbata, ia menggeser kembali tubuhnya agar sedikit lebih jauh dari suaminya itu. "Gak papa, cuma di sini dingin. Apa gak ada selimut atau apa gitu?" Gadis itu langsung duduk, ia kemudian mengambil selimut dari lemari yang sudah usang, kemudian memberikannya pada Zafar. "Maaf, ya. Aku lupa," katanya. "Gak papa. Kirain tadi satu selimut berdua."Mendengar itu Hilma menatap protes, Zafar tertawa kemudian kembali meringkuk karena dingin. "Astaghfirullah, harus banyak-banyak istighfar, Hilma," gumam gadis itu. Kemudian kembali berbaring. Malam semakin larut, bahkan sebentar lagi waktu subuh, Zafar tak kuat dingin, ia menggigil karena memang di sana tempat di bawah kaki gunung, udara jadi sangat dingin jika subuh. Pria itu menggigil semakin parah, kemudian ia memegang tangan Hilma yang hangat, tanpa sadar dia bergeser, menenggelamkan wajah di antara leher dan pundak istrinya itu. Sedangkan Hilma tak sadar saking pulang karena merasa capek seharian men
last updateLast Updated : 2024-01-21
Read more

Bab 15 Rencana Zafar

"Kenapa dibuang?" tanya Hilma, yang melihat aksi suaminya itu. "Pokonya selama seminggu ke depan kamu jangan keluar rumah dulu." Setelahnya Zafar mengambil kunci motor dan pergi. Hilma yang melihat itu bingung, kenapa dengan suaminya itu. Setelah semua beres, gadis itu duduk di dekat jendela, menikmati embusan angin pagi yang terasa segar, dengan matahari yang masih sebunyi-sebunyi di atas sana. Tak lama Pak Hasan pulang membawa jaring di tangannya yang berisi ikan kecil-kecil. Melihat itu Hilma sangat antusias karena ikan itu adalah ikan yang sudah tiga minggu lalu ia inginkan. "Neng, buka pintu belakang, nya. Dan ini tolong dibawa."Gadis itu mengambil sambil tersenyum girang, ia berucap terima kasih dengan nada yang manja. Kemudian bergegas membukakan pintu belakang agar sang Bapak bisa masuk untuk mencuci kaki yang kotor. Hilma juga mengambil nasi dan lauk yang tadi ia bereskan. Kemudian mengambil ulekan batu untuk membuat sambal dadak kesukaan Pak Hasan. Sang Bapak keluar da
last updateLast Updated : 2024-01-21
Read more

Bab 16 Kepergian Hilma

Pagi sekitar pukul sembilan, Hilma merapikan baju karena diingatkan oleh Zafar agar segera beres-beres. Ia juga membereskan baju sang Bapak. Sedangkan Zafar duduk di depan teras rumahnya sambil bermain ponsel. Pria itu saling kabar dengan seseorang yang kemarin ia temui. Sedang pokus pada ponsel, suara motor terdengar memasuki perkarangan rumah, membuat Zafar menatap siapa yang datang. "Dia lagi," gumam Zafar, saat melihat Ajat yang datang, pria itu berdiri menyebutnya. "Assalamu'alaikum, Kang!" ucap Ajat. "Waalaikumsalam," jawab Zafar datar. "Bapaknya ada? Ini ada undangan pengajian di rumah Teh Rina, tolong disampaikan ya, Kang.""Oh, iya." Zafar mengangguk, matanya pokus pada Ajat yang seperti sedang mencari sesuatu di dalam rumah. "Ya udah, kalau gitu saya pamit, ya. Assalamu'alaikum.""Hmmm." Hanya itu yang Zafar berikan. Entah kenapa dia curiga pada lelaki itu, apa memang dia mata-mata Sinta? ***Sore menyapa, keduanya tengah duduk di samping rumah. Menikmati embusan angi
last updateLast Updated : 2024-01-22
Read more

Bab 17

Zafar izin ke kamar dulu pada teman-temannya, ia membuka surat itu dan perlahan membacanya. [Assalamu'alaikum, Neng Hilma. Maaf dengan surat ini Aa ingin mengutarakan, kalau Aa teh sebenarnya sudah jatuh hati pada Neng sudah lama. Maafin Aa yah, karena tidak berani mengutarakan, sampai pada akhirnya kamu diambil orang. Aa kira kamu teh akan tetap menjadi milik Aa. Tapi orang kota itu merebut segalanya, Neng. Padahal akhir tahun ini Aa niat ingin melamar Neng Hilma. Tolong jangan berikan surat ini pada siapa pun ya, Neng. Sekali lagi Aa minta maaf karena selama ini hanya diam, padahal tau, kalau kita saling mencintai. Selamat menikah, ya. Semoga bahagia dengan lelaki kota itu. ]Zafar menghembuskan napas pelan setelah membaca suratnya. Ia menyimpan surat itu di dalam lemari, kemudian kembali ke luar. Ternyata benar dugaan Zafar, bahwa Hilma dan Ajat ada saling menyimpan perasaan satu sama lain. Zafar kembali duduk bersama temannya. Mereka membahas apa yang akan dilakukan saat Sinta d
last updateLast Updated : 2024-01-26
Read more

Bab 18

Pagi menyapa, setelah kejadian semalam, Zafar dan teman-temannya merasa lelah dan memutuskan untuk tidur sebentar. Tapi mereka malah pulas, begitupun dengan Zafar. Saat mendengar suara ayam berkokok, dan cahaya masuk lewat celah gorden, membuat pria itu perlahan membuka mata. Ia mengecek ponsel ingin tahu jam berapa ini. "Oh... Baru jam enam." Zafar menguap lalu ingin kembali tidur, tapi.... "Apa, jam enam!" teriak Zafar, pria itu langsung berdiri dan lari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ia sangat merasa bersalah jika sampai tidak melaksanakan solat. Pria itu kembali ke dalam, mengambil sajadah dan sarung di kamar, kemudian melaksanakan solat. Sedangan di tempat lain, Hilma sedang menyapu rumah karena merasa bingung harus berbuat apa lagi. Dia sampi ke Bekasi baru saja, tapi tidak bisa diam karena merasa tak nyaman dengan rumahnya. Kedua teman Zafar yang mengendarai mobil itu meminta Hilma untuk tetap diam di rumah. Makanan dan apa pun itu akan diberikan olehnya. Jika ingi
last updateLast Updated : 2024-01-26
Read more

Bab 19

Zafar dan pria itu saling tatap, yang pada akhirnya Zafar memilih turun untuk menghampirinya. Ajat yang sengaja mencegat Zafar berusaha tersenyum pada pria itu. "Ada apa?" tanya Zafar dingin. "Maaf kalau nyegat kamu di jalan begini. Saya hanya ingin menanyakan Neng Hilma dan Pak Hasan, ke mana mereka?""Untuk apa kamu nanyain mereka? Ada penting?""Tidak ada, hanya saja sebagai warga yang perduli sesama warga, wajar saja kan jika saya bertanya?"Mendengar itu Zafar memalingkan wajah sambil tersenyum miring. Ia berpikir sok sekali lelaki di hadapannya ini, pandai berakting berusaha mendapatkan cap si paling peduli sesama warga. "Mereka gak ada, dan kamu tidak perlu tau ke mana mereka pergi. Permisi." Zafar berbalik menaiki motornya, ia melaju melewati Ajat yang hanya bisa mengembuskan napas kecewa, karena tidak tau keberadaan gadis itu di mana. Bahkan saat ada kebakaran pun Hilma dan Pak Hasan tak ada membantu. Biasanya mereka selalu turut apa pun yang tengah terjadi. Pria itu memi
last updateLast Updated : 2024-01-26
Read more

Bab 20

Perkenalkan ibu-ibu, bapak-bapak, ini adalah Pak Andre dan ini ponakannya Kakak Sinta. Niat mereka ke sini seperti yang sudah waktu itu saya sampaikan, bahwa mereka ingin membeli tanah yang dekat jalan itu, untuk dibuatkan pabrik."Seterusnya Kepala Desa menjelaskan lagi, jika mereka ingin membuat pabrik pengolahan padi, para warga akan mendoakan pekerjaan baru saat pabrik itu sudah selesai dibangun, warga juga akan mendapatkan hara tinggi untuk penjualan padi. "Betul begitu, Pak Andre?" tanya kepala desa. "Iya, Pak. Betul sekali. Kenapa saya ingin membuat pabrik di sini? Itu semua karena saya mau, kalian bertani di kampung ini, kalian juga mengolahnya di sini. Dengan begitu, para petani semua tak perlu menjual jauh-jauh hasil panen ke kampung seberang, mahal ongkos tapi harga sangat rendah.""Iya, dan kami di sini, tidak akan membeli tanah kalian dengan harga yang sudah ditentukan. Kami akan membayarnya dua kali lipat!" ujar Sinta, setelah sang paman selesai berbicara. Mendengar w
last updateLast Updated : 2024-01-26
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status