Semua Bab JANGAN MENCINTAIKU, PAMAN!: Bab 131 - Bab 140
287 Bab
Gejala yang Membenarkan Firasat
“Aku sudah menemukannya.” Hide baru sempat menghubungi Ryu sesampainya di UGD.Saat di ambulans, Hide sibuk menyebutkan gejala apa saja yang dialami Ayu sebelum ia pingsan. Semua, tidak tertinggal satupun. Mulai muntah dan lebih sering terjatuh.“Syukurlah.” Ryu juga terdengar lega.“Kau akan membawanya ke Tokyo?” tanya Ryu.“Belum. Aku masih di rumah sakit.”“Oh, bagaimana keadaannya?” Ryu lupa apa alasan Hide ingin cepat menemukan Ayu.“Belum tahu, tapi firasatku buruk.” Hide sejak tadi tidak bisa duduk tenang.“Dia mungkin hanya lelah. Jangan terlalu khawatir seperti itu, kau itu selalu tidak masuk akal saat berhubungan dengan Ayumi.” Ryu tentu saja menyalahkan sifat posesif dari hide yang memang ke terkadang amat berlebihan“Lelah? Seharusnya kau tahu beban kerjanya bahkan tidak terlalu banyak akhir-akhir ini.”Hide menyebut hal yang membuat Ryu diam. Apa yang dikatakan Hide sangat benar. Beban kerja Ayu tidak terlalu banyak jika dibandingkan sebulan yang lalu.Sudah lama bagian t
Baca selengkapnya
Firasat Itu Benar
Ayu dipindahkan ke ruang rawat begitu Hayashi menghubungi rumah sakit itu. Dan karena ia menegaskan Ayumi adalah pasiennya, tidak ada yang berani menyentuh hasil tes Ayu sebelum ia datang.Nama Hayashi sebagai dokter senior, cukup untuk membuat segan, dan dokter yang ada di rumah sakit itu, memilih untuk menunggunya. Karenanya Hide juga tidak menuntut saat ia harus menunggu di ruang rawat selama beberapa lama untuk mendengar hasil diagnosa.Tapi memang kegelisahan membuatnya hampir gila. Dan keadaan itu diperburuk karena ponselnya sejak tadi tidak berhenti bergetar.Hide tidak bisa mematikan ponsel itu karena menunggu kabar dari Ryu. Juga tidak bisa memblokir nomor yang menghubunginya, karena itu adalah Kyoko. Hide tidak menyimpan nomornya, tapi Hide mengenali karena nomor itulah yang menghubunginya untuk menggambarkan keadaan di Shingi Fusaya tadi pagi.Hide bukan takut pada amarah Kyoko, tapi Hide tidak ingin Kyoko melapor pada Ayu. Langkah yang pada akhirnya akan membuat Ayu marah
Baca selengkapnya
Tempat yang Benar
Mulut Ayu terasa pahit, mungkin karena ketakutan. Ketakutan karena berada di tempat asing.Tapi ketakutan itu hanya sekejap. Seasing apapun tempatnya berada, Ayu tidak lagi mempermasalahkan. Itu karena ada Hide yang sekarang tampak tertidur menelungkup di dekat tangannya. Tangan itu kemungkinan baru saja terlepas dari genggaman Hide, karena dekatnya jarak antara tangan itu. Tempat dimana ada Hide tidak mungkin tidak aman.Namun, senyum di bibir Ayu ikut berubah pahit. Ayu tidak tahu kenapa mereka ada di rumah sakit, tapi Ayu masih ingat kenapa mereka ada di rumah sakit yang sangat asing. Ayu masih mengingat semua apa yang terjadi di Shingi Fusaya.Ayu memejamkan mata. Tentu saja ingin menangis. Tapi Ayu menghela nafas beberapa kali untuk menahan air matanya. Ayu bosan menangis. Dan tidak seharusnya dia menangis atas pilihannya sendiri.Ayu mengangkat tangan, dan menyentuh helai rambut Hide, hanya sentuhan samar, tapi Hide tersentak dan menyambar tangan Ay
Baca selengkapnya
Tidak Akan Benar Tanpamu
“Rambutku… mereka akan membuatku botak!” Ayu mengeluhkan hal yang dulu paling dibencinya. Menunggu saat rambutnya tumbuh, dan harus memandang kepalanya yang botak setiap kalinya. Menghadiri festival musim panas tanpa rambut adalah mengerikan.“Oh… ha… ha…” Hide mungkin sudah terlalu lama hidup dalam ketegangan, sampai apa yang diucapkan Ayu malah membuatnya tertawa. Hal remeh yang sama sekali tidak terduga.Hide juga sekaligus lega, karena paling tidak kekhawatiran Ayu telah berpindah. Ketakutan akan penampilannya yang akan menjadi jelek tentu saja jauh lebih baik dari pada Ayu yang ketakutan dan putus asa.“Kau menertawakanku?! Kau membayangkan aku botak dan tertawa?!” Ayu mendorong Hide sementara menghapus air matanya dengan jengkel. Kemarahan semacam ini tidak akan membua
Baca selengkapnya
Ancaman yang Menjadi Benar
Menit demi menit yang dihabiskan Hide di depan ruang operasi itu adalah mimpi buruk, mimpi yang amat buruk. Hide belum pernah merasa putus asa seperti ini. Dan ia harus menjalaninya kurang lebih selama tiga jam.Selain oleh beban segala resiko, Hide kini terpancang pada hasil biopsi nanti. Kemungkinan yang disebutkan oleh Hayashi kemarin.Kemungkinan terburuk dari keadaan Ayu.Hide menghempaskan tubuhnya di kursi, memejamkan mata, sekuat tenaga berusaha mengikuti saran Hayashi untuk tidak memikirkannya terlalu berat.Hayashi bahkan tadi pagi memberikan rencana pengobatan yang sangat terperinci, untuk meyakinkan jika apapun hasilnya bukan berarti jalan buntu, tapi Hide tidak ingin memasukkan kemungkinan itu dalam kepalanya. Pengobatan itu mungkin memiliki kemungkinan untuk sembuh, tapi hanya kemungkinan bukan kepastian. Ketidak
Baca selengkapnya
Semua Merasa Benar
“Kau benar-benar ingin melakukan pembantaian di tempat terbuka?” Masaki berseru dan Hide akhirnya menurunkan katana di tangannya.Sedikit kecewa tidak ada darah yang tertumpah. Dia boleh membunuh, tapi tidak di depan banyak saksi. Peraturan yang sementara ini dianggap menyebalkan oleh Hide.Hide menunduk saat Masaki didorong mendekatinya, tapi ia sempat melirik wajah baru di belakang Ayahnya. Asing, dan mungkin umurnya tidak jauh berbeda dari Masaki. Tapi memang lebih tegap, dan masih terlihat sehat.Hide sedikit heran. Jika ayahnya ingin mengganti Matsuda, seharusnya dia mengambil pegawai yang lebih muda, bukan malah yang sudah berumur seperti itu. Hide tidak yakin pria itu mampu mengangkat ayahnya, apabila terjadi sesuatu.Tapi sekarang bukan saatnya untuk mempertanyakan keputusan Masaki itu. Pembuluh darah di se
Baca selengkapnya
Jalan Tengah yang Saat Ini Benar
“Kalau begitu menurutlah. Aku telah membiarkanmu selama ini.”Masaki memandang Hide yang bersujud di hadapannya sambil menggelengkan kepala. Ia mengawasi tumbuh kembang Hide, tentu saja tahu Hide hampir tidak pernah memohon pada siapapun.Hide yang bersujud akan selalu membuatnya terkejut. Dan ini kedua kali Masaki melihat Hide bersujud. Untuk hal yang sama—bocah lemah itu.“Saya akan menurut, dan menjalankan perintah—apapun yang Anda inginkan. Tapi tidak dengan Ayumi.” Hide menempelkan keningnya di tanah.Masakin mendesah sambil menggelengkan kepala. Tidak mengerti kenapa Hide begitu keras kepala.“Bangunlah,” kata Masaki. Hide mengangkat tubuhnya, tapi tetap berlutut.“Kau membuatku terlihat seperti orang jahat, padahal aku melakukan ini semua hanya untuk melindungimu, bukan ingin berbuat kejam padamu,” kata Masaki. Menopang kepalanya sambil memandang Hide yang kini menatap rumput
Baca selengkapnya
Tersangka yang Benar
Tapi beban Hide perlahan berkurang, saat melihat senyum perlahan mengembang di bibir Hayashi.“Berhasil. Semua berhasil diambil. Dan keadaan Ayumi sangat stabil.” Hayashi mengangkat jempolnya.Hide menarik napas lega, tapi ia tahu kelegaannya terlalu dini.“Bagaimana…”“Aku sudah meminta agar biopsi dilakukan secepat mungkin, tapi tentu masih akan butuh waktu paling tidak sehari. Kau bersabar dulu. Temani Ayumi saat sadar nanti. Eh, wajahmu kenapa?” Hayashi heran melihat wajah Hide yang lebam dan terluka.“Ada sesuatu, tapi sudah berlalu.” Hide menjelaskan samar. Mungkin setelah ini ia akan mendapat cerita tentang keributan tadi, tapi Hide tidak terlalu khawatir. Kuryugumi biasanya punya tim untuk membereskan keributan di depan publik.Hayashi memandang wajah Hide sambil mengernyit, lalu menepuk bahunya. “Rawat luka itu. Tapi maaf, aku harus pergi dulu. Tenagaku tidak seperti muda
Baca selengkapnya
Status Baru yang Tidak Benar
Pikiran Hide memang langsung tertuju padanya. Hanya Karin yang bisa punya rencana selicik itu, dan ingin menyakiti Ayu.Lagipula, siapa lagi yang punya pengetahuan tentang hubungan antara Ayu dan dirinya selain Karin? Hide ragu ayahnya akan memakai cara pengecut semacam itu. Ayahnya sudah menunjukkan caranya kemarin. Serangan dari arah depan, mengambil paksa kalau perlu.“Kita sepertinya salah. Karin bukan mengejar harta Nakamura. Dia melakukan ini untuk menyakiti Ayu. Semua hal yang dilakukannya sejak awal adalah untuk menyakiti Ayu,” kata Hide. Meralat kesimpulannya sendiri yang mengira Karin matrealistis saat menjebaknya dengan Ayu.“Kenapa begitu? Untuk apa dia membenci keponakannya sendiri?” Ryu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah heran.Jawaban yang tidak perlu dijawab oleh Hide. Selain karena tidak tahu, Hide tidak peduli. Yang jelas Karin telah menyakiti Ayu.Kemarin Hide masih maafkan apapun yang dilak
Baca selengkapnya
Panggilan yang Belum Terasa Benar
 Mata Ayu mengikuti sorotan senter yang diarahkan oleh Hayashi, ke kiri dan ke kanan dengan mudah. Tidak ada masalah sama sekali.“Apa yang kau rasakan?” tanya Hayashi, sambil tersenyum ramah. Ayu menatapnya. Dokter yang ramah dan terlihat baik hati.“Pusing.” Ayu merasa kepalanya nyeri saat mencoba duduk bersandar tadi, tapi sekarang sudah jauh berkurang. Itu saja keluhannya secara fisik. Untuk pikiran—Ayu tidak bisa menjelaskan.“Tentu saja kau akan pusing. Kau punya luka di kepala.”Ayu menyukai keramahan dokter itu saat ia menerangkan dengan lembut. Ayu lalu meraba perban di kepalanya dengan wajah bingung.“Apa yang terjadi padaku? Apa aku jatuh?” tanya Ayu, berharap penjelasan saat itu juga.Tapi rupanya dokter it
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
29
DMCA.com Protection Status