All Chapters of Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri: Chapter 21 - Chapter 30

60 Chapters

Part 21

Begitu sampai di parkiran basement, sebuah motor sport sudah terparkir tepat didepan pintu lift. Disampingnya juga ada Aldo yang dengan sigap menyerahkan kunci motor dan helm fullface pada Jendra."Dra, lo serius mau pake motor?" Tanyaku heran, bisa-bisanya dia naik motor. Apa ga bahaya Pak Walikota ini naik motor sendiri."Kenapa?lo gak nyaman kalau naik motor?""Ck bukan gitu, lo ga inget status lo?bahaya tahu kalau ngendarain motor sendiri tanpa pengawalan."Jendra menarik tanganku untuk mendekat, memasangkan helm ke kepalaku dan merapatkan kembali resleting jaket yang aku kenakan."Aman Dela, lo santai aja. Nanti ada yang ngikut gue kok, termasuk Aldo.""Tapi kan nanti kita mampir dulu beli martabak, kalau ada orang yang ngelihat lo gimana?" gusar memikirkan saat membayangkan harus mengajak Jendra mampir beli martabak dulu."Udah gak usah tapi-tapian, buruan naik keburu tambah malem."Dengan berpegangan pada satu tangan Jendra, aku berusah
Read more

Part 22

Begitu membuka pintu rumah, di ruang tamu ada mama papa dan Stevan."Dianter siapa kak?" Tanya Mama saat aku menaruh martabak dan terang bulan di meja."Teman mah." Jawabku singkat.Duduk disamping Stevan yang sedang bermain game di ponselnya, aku menyandarkan kepala pada bahunya."Tadi temennya kok gak diajak masuk aja sih kak, kenalin gitu sama papa mama." Kukira tidak akan ada pertanyaan lanjutan, ternyata Mama masih penasaran aja. Sepertinya tadi Mama mengintip dari balik jendela."Sibuk, orangnya buru-buru mau pulang udah malem.""Pamerannya sampai kapan kak?" Ini papa yang bertanya. Papa tidak akan kepo tentang laki-laki yang mendekatiku, karena cukup Mama dan Stevan yang selalu cerewet tiap aku dekat dengan laki-laki. Papa cukup menunggu sampai aku sendiri yang akan mengenalkannya secara langsung pada papa."Sampai Sabtu ini Pa, nanti pas hari terakhir ada penyerahan hadiah untuk lomba-lomba yang diadakan selama seminggu ini sama ada konser
Read more

Part 23

Saat akan berdiri, lenganku dicekal dan ditarik Pak Arya agar duduk lagi."Kamu kenapa selalu menghindariku?" Tanya masih dengan tangannya yang memegang lenganku. Aku berusaha melepaskan tangannya tapi gagal, aku membiarkannya dan tetap duduk dengan memberi jarak."Saya gak hindari pak Arya, saya beneran mau bantuin Martin." Jawabku kesal.Pak Arya mendengus, "gak menghindar gimana?setiap saya ajak makan bersama kamu tolak, setiap saya nyoba ngedeket ke kamu, kamu langsung kabur kayak sekarang."Aku memejamkan mata, sepertinya aku harus menegaskan pada Pak Arya. Namun saat membuka mata, di depan stand terlihat kerumunan orang yang didalamnya ada rombongan Wali kota.Dan disana, terlihat Jendra menatapku tajam. Meskipun disebelahnya ada Angga yang sedang menjelaskan tentang produk umkm kami, tapi matanya jelas tertuju padaku, lebih tepatnya pada tangan Pak Arya yang sedang memegang lenganku. Shela yang tanggap, lalu menghampiriku dan Pak Arya. Dia menga
Read more

Part 24

Saat berjalan menuju ke stand, aku bertemu dengan Pak Arya yang sedang berjalan keluar area pameran. Aku menggangguk dan tersenyum sopan berlalu segera berjalan ke stand. Namun saat akan melewatinya, Pak Arya mencegahku dengan mencekal lenganku. Aku melirik pada tangannya yang mencekal lenganku, melepasnya perlahan."Kita perlu bicara Dela. Aku belum selesai bicara sama kamu.""Maaf pak, waktu istirahat saya sudah selesai, saya mau kembali ke stand." Tolakku halus, toh tidak ada yang perlu dibahas lagi.Mengabaikan penolakanku, Pak Arya meraih pergelangan tanganku dan membawaku keluar lagi dari area pameran. Aku memandang tanganku yang saat ini ditarik oleh Pak Arya, enggak sakit, hanya ada perasaan muak.Dulu setiap Pak Arya menggenggam tanganku akan terasa hangat dan nyaman. Dulu aku menyukai saat dia menggenggam tanganku atau merangkul pinggangku saat kami sedang pergi berduaan. Namun sekarang yang aku rasakan hanya rasa muak. Kalau saja aku bisa, aku ingin pi
Read more

Part 25

Akhirnya pameran dan konser musik selesai juga. Pukul 23.00 penampilan dari bintang utama selesai. Aku mencoba melepaskan diri dari Jendra. Sepanjang acara, Jendra sama sekali tidak melepaskanku dari pelukannya. Begitu lagu terakhir selesai, aku mendongakkan kepala menatap Jendra yang berada di belakangku. “Lepasin, gue mau masuk lagi ke area pameran.” Jendra menundukkan kepalanya, membuat wajahnya berada dekat denganku, sampai deru nafasnya mengenai sisi wajahku. “Ngapain masuk lagi?Ayo langsung pulang.” “Mau ambil tas gue sama bantuin bentar ngangkatin barang ke mobil.” “Kenapa gak besok aja.” “Lepasin Dra, capek gue ngomong sama lo sambil dongakin kepala.” Akhirnya Jendra melepas pelukannya, dan aku berbalik menghadapnya. “besok mau langsung balik, makanya malam ini harus masuk mobil semua barangnya. Udah ya gue masuk dulu, Bye! Ucapku sambil melambaikan tangan pada Jendra, segera berjalan sebelum sempat dia mencegahku lagi. Pukul 23.30 kam
Read more

Part 26

Keesokan harinya."Ontime amat sih jemputnya," ucapku begitu aku memasuki mobil Jendra. Hari ini dia menyetir sendiri mobilnya, tapi santai saja meskipun dia menyetir sendiri, para pengawalnya pasti standby yang kadang aku sendiri tidak menyadari keberadaan mereka. "Biar gak keburu siang, panas jalannya. Gue gak perlu turun nih, buat pamit ke orang tua lo?" Jendra masih belum juga menjalankan mobilnya, malah dia kini bersiap melepas sabuk pengamannya. Refleks aku memukul lengannya, "gila lo, yang ada kita gak jadi berangkat. Bisa-bisa gue interogasi habis-habusan sama nyokap bokap, malah yang lebih parahnya ngamuk gara-gara gue dianterin Walikota, nanti dibilang ga tau diri yang ada." "Kok ngamuk sih, ya bangga dong anaknya dianter spesial sama Pak Walikota." "Udah deh jalan aja, katanya keburu siang." Akhirnya Jendra mengalah dan mulai menjalankan mobil. "Emang kenapa sih orang tua lo ngamuk kalau gue yang anter?" Aku mendengus, "ya
Read more

Part 27

Aku mendengar helaan nafas dari sampingku, membuatku menoleh kearahnya. Terkesiap saat menyadari wajah Jendra berada terlalu dekat denganku, dan kini matanya menatapku lekat. Berdehem sebentar, "kenapa?" Tanyaku karena Jendra tak juga bicara. "Cewek tadi siapa?apa dia cewek lo?" Lanjutku penasaran. Jendra hanya mengedikkan bahu, "gak penting." Ucapnya dengan jarinya yang merapikan poniku yang berantakan dan membawa helaian rambutku ke belakang telinga. "Padahal tadi kalau lo mau pergi sama cewek itu juga gak apa-apa, tadi dia bilang mamanya nyariin lo kan?" Entah kenapa saat mengatakannya ada yang menganjal dihatiku. Tiba-tiba tangannya yang tadi menyusuri rambutku, sekarang berada di tengkukku dan mendorongnya maju ke depan. Hidung kami nyaris menyentuh satu sama lain, "bisa kita gak usah bahas cewek tadi?" Setelah mengatakan itu, bibir Jendra menekan lembut bibirku. Aku yang sudah terlarut dengan ciumannya, langsung membalasnya dan membuka bibirku. Ciuman
Read more

Part 28

Pagi ini aku terbangun dengan Jendra yang masih memelukku. Seperti biasa, aku selalu bangun pukul 4 pagi untuk bersiap berangkat kerta dan membuat sarapan serta bekal makan siang untuk diriku. Aku mendongak, menatap Jendra yang masih memejamkan mata, wajahnya nampak begitu damai dan tenang. Aku tidak pernah membayangkan akan adanya Jendra disini, bersamaku di kasur yang sama denganku. Tidak dapat dipungkiri hatiku sudah jatuh pada Jendr, tapi aku terus menyadarkan diriku tentang status kami. Merasa mataku mulai panas hanya karena membayangkan hubunganku bersama Jendra, aku mulai mengeliatkan badanku, bermaksud untuk membuatnya bangun. Aku ingin segera kabur dari pelukan nyaman ini, aku tidak ingin terlalu larut dalam kenyaman ini. Tapi bukannya bangum, Jendra semakin mengeratkan pelukannya, membuatku diam membeku. “Lepas Dra, lo harus bangun, balik ke Kota Aare.” aku kembali mengeliatkan badan gara pelukannya mengendur. Jendra yang saat ini bertelanjang dada deng
Read more

Part 29

Begitu aku membuka pintu, aku hanya bisa melongo shock melihat sosoknya yang saat ini berdiri di hadapanku. Aku mundur ketika dia dengan seenaknya melangkah masuk ke dalam apartemenku, tersadar dengan tindakannya, aku berkacak pinggang saat melihatnya melepas sepatunya. "Jendra, lo ngapain ke apartemen gue malem-malem?" "Ya main lah," ucapnya. Melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemenku seolah-olah ini apartmennya. Meletakkan tas yang dibawanya di meja lalu melepas jas yang dikenakan dan menaruhnya di punggung sofa. Dan seenaknya dia mulai duduk di sofa dan menengadahkan kepala pada sandaran sofa. "Ini hari Rabu kalau lo lupa?emang lo gak kerja?bisa-bisanya di hari kerja lo malah kelayapan ke Milton." Omelku begitu aku mengikutinya duduk di sofa. "Ini udah bukan jam kerja, jadi terserah gue mau main kemana. Lagian besok jadwal gue ada kunjungan sama cek proyek ke daerah deket sini, jadi sekalian aja main ke tempat lo." Aku menggelengkan kepa
Read more

Part 30

Aku yang sedang memainkan ponselku, menoleh ke arah samping saat merasakan pergerakan disisi sofa. Setelah menyelesaikan panggilan teleponnya Jendra duduk disampingku. "Makasih kopinya,"ucapnya seraya menarik kopi yang aku letakkan di meja depan kami. Kami terdiam cukup lama, aku yang masih memainkan ponselku sambil berbalas pesan dan Jendra yang juga sedang bermain ponsel, sepertinya juga sedang berbalas pesan. "Del, malam ini gue nginep sini ya." Ijinnya tiba-tiba yang membuatku menoleh kepadanya. "Ini bukan hotel Jendra, pulang aja ke apartemen lo." "Please, gue janji bakalan behave, gue juga lagi capek besok pagi-pagi harus cabut. Nanggung kalau harus ke apartemen.” Aku menatap ke dalam matanya, sorotnya terlihat sendu dan ada beban yang sedang dipikirannya, membuatku tak tega saja. Aku berdecak, "ck oke, tapi awas ya jangan macem-macem." Jendra langsung menyunggingkan senyumnya setelah aku mengijinkannya. Lagi-lagi Jendra dengan segala ke
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status