"Kalian pergilah! Biar Ibu sama Bapak tetap di kampung, jaga rumah." Aku menghela dalam nafas, sudah kuduga Bapak tak akan mudah dirayu.Justru aku nggak akan tenang, bila harus pergi tanpa keduanya. Apalagi keadaan kampung sedang tak kondusif, Aima yang tiba-tiba gila. Ibu juga akan sering ditinggal sendiri saat di rumah, karena Bapak pergi berkebun.Semangatku yang ingin pergi ke kota, terpaksa redup. Sedang Emir pasti terserah aku saja, dia tak pernah memaksa."Bapak sudah biasa kamu tinggalkan, Dwi. Tak apa, terlebih kali ini sudah ada istri apalagi yang meski Bapak khawatirkan?" katanya, mengulas senyum. Meski aku tahu beliau tak betul-betul lapang saat mengatakan itu, ada nada sendu yang terdengar.Apapun itu tetap aku tak bisa tenang meninggalkan mereka di kampung. Kutatap Emir sekejap, "Aku nggak akan ke mana-mana tanpa Ibu dan Bapak."Itulah keputusan finalku, meski aku kepengen banget ke kota. Toh aku sudah sering berada di sana, aku hanya ingin tahu usaha Emir seperti apa.
Read more