Beranda / Lain / Ide Gila Bapak! / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Ide Gila Bapak!: Bab 21 - Bab 30

35 Bab

Takut Kehilanganmu

"Alhamdulilah," ucap kami serempak, demi melihat kondisi Ibu yang ternyata sudah siuman. Namun, belum mau bicara apa pun saat ditanya.Hampir jantungku mau copot rasanya, saat Emir menelpon setengah-setengah. Ternyata ponselnya keburu habis baterai, dia sering kali lupa semenjak Ibu masuk RS.Pikiranku sudah jauh ke mana-mana, takutnya Ibu kenapa-napa. Tapi, syukurlah. Kata Dokter, hanya tinggal menunggu Ibu mau bicara itu saja. Jangan menyinggung suatu hal, yang kemarin menimpa beliau."Genap dua minggu, Alhamdulilah Ibumu sadar, Nak Emir." Bibi berucap, sembari mendekat pada ranjang Ibu yang masih menatap sendu.Seakan banyak beban yang ingin dia bicarakan, namun, seakan sengaja dikunci. Aku tahu ini sangatlah berat, kalau itu yang aku alami lebih baik mati saja!"Alhamdulilah, Bi. Emir juga nggak sangka," ujarnya, terus menggenggam jari-jemari Ibu. Sesayang itu dia.Siapa yang sangka? Setelah Ibu mengalami banyak robekan di area tertentu, usai pelecehan yang bukan dilakukan hanya s
Baca selengkapnya

Rencana Bahagia

"Kenapa Ibu memilih diam? Padahal Ibu jelas bisa bicara!" teriak Emir, tampak frustasi.Karena kondisi Ibu sudah lebih membaik, pagi ini beliau sudah bisa pulang. Emir mencoba bertanya perihal kejadiaan naas yang pernah menimpanya, namun, gelengan keras yang terus diberikan.Apa mungkin Bu Ratih sempat menerima ancaman? Hingga memutuskan untuk diam saja, tapi, aku pikir Emir berhak tahu!Emir begitu tersiksa saat Ibunya hilang, jadi wajar jika sekarang dia ingin tahu detail. Termasuk dalang dari semua, biar lebih waspada dan jika memungkinkan dijebloskan saja ke penjara!Bu Ratih kembali histeris, terus menangis sembari menggeleng keras. "Sudahlah Mir, kasihan Ibu. Jangan dipaksa, mungkin Ibu masih butuh waktu."Bu Ratih mengangguk tak kalah keras. Memelukku dengan erat, sembari menangis tak tertahankan.Padahal kalau Ibu mau saja bicara, hari ini juga kami sudah tahu dalang di balik penderitaannya."Tapi, sampai kapan, Wi? Sudah terlalu lama aku bersabar, rasanya tangan ini tak lagi
Baca selengkapnya

Ketemu Mantan

"Apa kabar, Dwi?" Aku menghela dalam nafas, sungguh kebetulan yang tak menyenangkan.Kabarku jelas menjadi tak baik, melihatmu muncul di depan mataku! "Baik.""Lagi belanja keperluan rumah ya? Sini biar aku bantu, aku juga yang akan membayarnya." Aku berbalik, menatap tajam pada lelaki yang sudah menorehkan banyak luka!"Nggak usah!" Aku menatapnya galak, "Pertama aku bisa sendiri, aku juga mampu membayarnya. Kedua, kamu sedang apa di kampungku heh? Ketiga, udahlah nggak usah ganggu aku lagi, bisa?"Aku terpaksa berbelanja sendiri, lumayan jauh memang dari rumah Bapak. Emir seperti nya sedang sibuk menunggui Ibunya, dia juga katanya akan kedatangan keluarga terkait lamaran nanti malam.Ibu dan Bapak, tahu sendirilah pengantin baru. Jelas nggak mau diganggu! Risma katanya lagi nggak enak badan, jadilah aku sendiri. Harus bertemu juga dengan mantan suamiku yang kedua!"Aku lagi ada kerjaan di sini, Dwi." Aku mengangguk tak peduli, "Apa boleh aku mengantarmu pulang?"Hah?Apa?Dia sungg
Baca selengkapnya

Uwak Emir

"Wi! Dwi!" Suara teriakan itu membuatku terhenyak, aku baru selesai menelpon dengan Emir. "Ada apa toh Bu?" Melihat Ibu yang berdiri di dekat jendela, membuatku heran.Nampak sedang mengintip seseorang, memang siapa yang datang?"Itu, Emir kenapa datang sendiri? Tapi, pake mobil segala." Dahiku mengernyit bingung, nggak mungkin dia pake mobil orang cuma dekat aja kok.Emir juga bukan termasuk lelaki yang suka pamer, aku ikut mengintip di jendela. Keadaan yang mulai gelap, membuatku berpikir bahwa orang itu sekilas mirip dengan Emir."Assalammualaikum." Tanpa bisa kucegah, lelaki itu sudah berdiri di depan pintu rumah. Aku menghela dalam nafas, kubukakan saja sesantai mungkin.Dan betapa terkejutnya aku, demi melihat makhluk yang lebih menyeramkan dari hantu itu sedang berdiri di depanku saat ini!"Dwi, aku datang." Aku meneguk ludah, seringai itu masih sama saat pertama kali kami bertemu."Waalaikumsalam. Maaf, ada keperluan apa lagi kamu ke rumahku?" Di samping Ibu, tanpa berniat me
Baca selengkapnya

Sederhana Saja

Lamaran selesai, kupikir besok akan langsung menikah. Namun, ternyata masih harus menunggu satu bulan lagi. Karena akan mengundang lumayan banyak orang, padahal aku malu.Malu dengan statusku yang tak lagi gadis, sedang lelaki yang kudapatkan masih bujang. Ya Allah, belum apa-apa perasaanku sudah ke mana-mana.Apalagi jika memikirkan tentang Uwak Emir semalam, sikap dan sifatnya Maa Syaa Allah. Nampak sekali dia tak setuju padaku, tapi, bila melihat kesungguhan Emir mau tidak mau aku lagi-lagi harus mengalah.Kuredam segala perasaan was-was, toh aku hanya akan menikah dengan Emir bukan dengan Uwaknya! "Bapak jadi kurang sreg gini, Wi." Bapak menghampiriku di dalam kamar, raut wajahnya tampak resah."Kurang sreg gimana, Pak?" Sebetulnya aku tahu apa yang menjadi keresehan beliau."Ya itu sama Uwaknya si Emir, mulutnya itu kepingin sekali Bapak uwel-uwel." Mendengar itu aku terkikik, Bapak sambil memonyongkan bibir ke sisi kiri dan kanan.Memang, bila menurutkan nafsu. Aku juga ingin s
Baca selengkapnya

Yang Berjiwa

Aku tersenyum getir, hari yang sangat kunantikan berubah kelam. Bu Ratih saat Emir mengantarku pulang, diketahui mengalami siksaan kembali. Meski tidak sampai melakukan yang itu, karena Emir keburu pulang.Bu Ratih tidak sadarkan diri. Keluarga yang dihubungi, tak kunjung datang. Kudengar mereka sibuk, tak sempat menengok. Kupikir aneh!Yang sabar, Dwi! Jalanmu masih panjang, ada saja halangan mau menikah. Dulu dengan yang lain tak pernah seperti ini, selalu dimudahkan meski akhirnya tetap berpisah.Apa mungkin ini satu teguran? Bahwa pernikahan antara aku dan Emir tak seharusnya dilanjutkan, tapi, hati sudah condong pada sahabat semasa SDku itu."Kamu bantu Emir, agar Bu Ratih mau buka mulut siapa dalang di balik ini semua." Bapak berbisik, saat kami di luar menunggui pemeriksaan dari Dokter.Kuanggukan kepala, "Iya ya, Pak. Dwi jadi merasa bersalah, kenapa meninggalkan Bu Ratih seorang diri. Dwi sudah gegabah."Bapak tampak menghela nafas," Sudah tak ada yang perlu disesali, kamu ng
Baca selengkapnya

Dianggap Tak pintas

"Kamu bahkan nggak ada seujung kuku pun bila disandingkan dengan Emir! Hanya aku yang pantas," ucap Aima, dengan pede setinggi langit."Begitu? Tapi, sayangnya Emir lebih memilih aku." Rasain, kulihat wajahnya berubah merah. Tampak sekali dia marah bukan main.Bisa-bisanya disaat sedang berduka, dia berkata demikian. Sungguh lancang, dan tak pantas diucapkan!"Batalkan pernikahan kalian, jika ingin hidup tenang!" Aku kaget, begitu mudahnya ia mengancamku. "Apa yang akan kamu lakukan, jika aku tetap menikah dengannya?" Netraku tak henti menatap Aima, kembang desa yang tak punya adab.Dari kemarin aku memang sudah yakin, bahwa dialah dengan keluarganya yang punya andil besar atas penyiksaan Bu Ratih.Andai Bu Ratih mau buka mulut, hingga ajal menjemputpun beliau tetap konsisten tak mau bicara.Sungguh aku sangat menyayangkan, karena selain pelaku masih berkeliaran dia bisa saja mencari mangsa baru.Bisa jadi Emir, atau aku sekalipun. Yang dianggap sebagai penghalang, jangan sampai Ibu
Baca selengkapnya

SAH

"Apa? Kamu sama Emir berencana pindah ke Jakarta Wi? Tapi, kenapa?" tutur Ibu, yang belum apa-apa sudah tak setuju.Sedang Bapak menatapku sedih. Aku merasa kampung ini sudah tak aman untuk ditinggali, lebih baik pergi saja ke kota."Pikirkan lagi, Wi. Kehidupan kota itu lebih keras dibanding di sini," kata Ibu, yang tak ingin aku pergi.Lagi pula aku berencana mengajak Bapak dan Ibu, karena pasti nantinya mereka akan mengejar orang-orang yang kusayang."Jangan mengambil keputusan di saat kalian sedang emosi, baiknya pikirkan lagi." Begitu kata Bapak, yang sedari tadi lebih banyak diam."Betul itu, apalagi kamu sama Emir belum menikah." Aku menghela dalam nafas, ini bahkan masih sekadar rencana.Entah jika nanti kuungkapkan bahwa mereka pun akan kami ajak, demi menghindari kampung yang tak lagi aman.Aima kemarin juga sudah mengancamku, aku yakin dia tak main-main. Mengingat bagaimana akhir kisah Bu Ratih, bulu kudukku terasa meremang."Ibu sama Bapak ikut saja, jual rumah ini.""Apa
Baca selengkapnya

Mimpi

"Astagfirullah!" Aku menghela dalam nafas, semua tubuhku basah diakibatkan mimpi yang begitu menyeramkan.Bu Ratih, Ibu mertuaku.Beliau ternyata mati karena memang ulah mereka. Mereka yang sungguh bia**ab!Aku tertidur usai akad, sendiri. Karena Emir pamit, dia bilang tidak enak karena masih banyak tamu.Bagaimana mungkin, aku mimpi horor di siang bolong. Sungguh tak lazim, tapi, memang itu kenyataanya.Ternyata selama ini dia datang hanya demi menutupi ketidakbaikannya. Dia pura-pura bersimpati, padahal dia dalang di balik semua penderitaan yang dialami suamiku!Cinta buta, cinta membawa derita. Padahal tak ada yang kurang darinya, kenapa pula harus memaksakan?Cklek.Pintu kamarku terbuka, Emir masuk dengan senyum sarat akan kelelahan. Namun, raut wajahnya berubah khawatir tatkala melihatku yang masih syok."Kamu sudah bangun?" tanyanya, duduk di sisi ranjang. "Kenapa? Mimpi atau?"Kuusap keringat di dahi, rasa lelah akibat diserang mimpi terasa masih membekas. Aku seperti dibawa p
Baca selengkapnya

Yang Pertama

Kabar tentang arwah gentayangan yang disebut-sebut Ibu mertuaku, begitu santer menjadi perbincangan hangat di kampung.Aku sudah punya firasat, ternyata memang bukan aku saja yang didatangi. Katanya keluarga Pak Lurah, yang sering dikunjungi arwah tersebut.Aku bergidik ngeri. Itu pasti Jin Qorinnya Ibu, hendak menuntut balas. Biar saja mereka sibuk mencari cara agar menghentikan teror itu, aku ingin tahu bagaimana perkembangan nantinya."Dwi juga udah pernah didatangi, kok, Ibu sama Bapak nggak ya?" Dahiku mengernyit, saat kami tengah menikmati sepotong pisang goreng di teras depan."Memangnya Ibu kepengen banget ya didatangi? Kalau aku sih ogah! Hiiiiiy." Rasa yang pisang yang enak, berubah menjadi hambar.Bapak sudah pergi ke kebun, sedang suamiku sedang berada di rumah Ibu. Katanya ada yang harus ia lakukan, entah apa aku tak banyak bertanya.Dari yang tadinya punya suami tukang selingkuh, sekarang aku justru harus menghadapi misteri tewasnya Ibu mertua.Meskipun buatku udah nggak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status