Home / Fantasi / Misteri Gadis Lintas Waktu / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Misteri Gadis Lintas Waktu: Chapter 41 - Chapter 50

65 Chapters

Couple of Ghost

Ya, Tuhan ... sekarang otakku benar-benar semakin dipenuhi tanda tanya besar. Hanya satu ketakutanku, yaitu mimpi tentang kecelakaan itu akan benar terjadi, nasib yang sama seperti yang dialami Arda."Mas Darren ... masuk, yuk! Kita ke alamat berikutnya," ajak Meisya dari jendela mobil.Aku tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arahnya. Dengan tubuh lunglai aku pun membuka pintu mobil dan menghempaskan kembali tubuh ini ke jok mobil.Berulang kali helaan napas kasar kubuang. Entah kenapa perasaan ini semakin tak tenang sebelum bisa memecahkan semua misteri ini. Seandainya saja setiap mimpi itu tak menjadi kenyataan, mungkin aku tak akan se-paranoid sekarang."Sya, kamu sudah lihat wajahmu dicermin?""Sudah, Mas.""Kamu nggak kaget?""Yang pasti sempat terkejut, tapi mau bagaimana lagi. Wajah kita ini pemberian Tuhan, akan mirip dengan siapa kita juga nggak tahu.""Iya. Tapi ini sangat jarang terjadi, apalagi pertemuan kita juga banyak kejanggalan.""Sudahlah, Mas. Mas Darren saat
Read more

Sepasang Hantu

Perjalanan menuju alamat berikutnya sungguh terasa begitu lama. Semakin mengesalkan saat tak seorang pun mengenal nama yang tertera pada keterangan. Nama kedua adalah Marsha Fadilah dan sudah keliling dukuh tak ada yang mengenalnya.Berhubung terlalu lelah dan perut telah menagih hak, maka kuputuskan untuk mampir di sebuah warung mie ayam dan bakso. "Kita makan dulu aja, udah laper!" ajakku ke Meisya dan Pak Jo.Setelah memesan mie ayam dengan tambahan bakso, aku mengambil tempat duduk di dekat dinding agar bisa sembari menyandarkan kepala yang terasa pening. Sambil menunggu pesanan jadi, kupandangi tulisan yang ada di dinding sebrang aku duduk.'Mie Ayam Mbak Dillah'.Sejenak kubaca perlahan dan berulang. Nama terakhir sama seperti nama yang kami cari, bisa jadi dia orangnya. Aku segera berdiri dan menghampiri penjual mie ayam yang sibuk menyiapkan pesanan itu."Permisi, Mbak ... apakah Mbak ini yang bernama Marsha Fadillah?" tanyaku dengan sedikit hati-hati.Sejenak ia menatapku her
Read more

Petunjuk Baru

Sebuah rumah besar bercat putih dengan gaya bangunan klasik yang terkesan sangat kuno. Rumah yang hampir mirip dengan bangunan milik Eyang Uti. Sepertinya keluarga Marsya dulu adalah orang terpandang juga.Depan rumah terdapat pekarangan yang cukup luas dengan beberapa pohon mangga yang tak terlalu tinggi. Pohon hasil cangkokan itu berbuah lebat dan sangat menggiurkan. Di sisi lain juga terdapat sebuah pohon rambutan yang mulai berbuah.Suasana yang sangat asri dan udara nan sejuk menyegarkan mata serta paru-paru. Sejauh mata memandang hanya rerimbunan dedaunan yang bergoyang tertiup angin.Kulirik penanda waktu, tak terasa ternyata sudah hampir jam tiga sore. Itu artinya sebentar lagi aku dan Marsya harus segera kembali sebelum Ashar. Tapi tak mungkin jika aku harus kembali sekarang.Tanpa membuang waktu kuajak Pak Jo dan Meisya untuk segera turun. Kali ini kami memakai masker karena aku tak ingin mereka terkejut saat melihat wajah tampanku dan juga Meisya yang mirip Marsya.Semua re
Read more

Inspirasi Marsya

Percuma juga memaksa, mereka memang tak mau bicara. Sepertinya luka itu terlalu dalam sampai semua orang ingin menutupinya. Bahkan Mbak Dillah saja tidak berani cerita.Tak terasa langit senja telah menaungi waktu. Kulirik arloji yang setia melingkar di pergelangan tangan. Sebentar lagi akan masuk waktu Maghrib. Sudah sangat terlambat untuk kembali."Sya, kita pulang sekarang, ya?" ajakku."Sebaiknya kalian menginap di sini saja karena sudah hampir Maghrib," saran Pak Purnomo."Memangnya kenapa, Pak?" tanyaku dengan perasaan heran."Kalian di sini tinggal di mana?" Ia malah balik bertanya."Kami tinggal di rumah Eyang Uti, ehm ... maksud saya di rumah Ibunya Arda. Dan Meisya ini anak dari Pak Joyo Diwiryo," tuturku.Wajah keduanya berubah pias. "Jadi, Meisya ini anak dari adiknya Mas Arda?""Iya, Bu."Pak Purnomo dan Bu Astin saling pandang. "Itu artinya Mbak Marsya menitis menjadi Meisya dan tinggal di keluarga Arda, Pak." Bu Astin memegang lengan suaminya dengan tatapan yang tak bis
Read more

Makam di Batu Seribu

Jujur hati ini kesal karena semua rencana digagalkan oleh arwah Marsya. Hingga kini aku pun masih belum paham apa maunya hantu usil yang tak jelas itu."Den, bagaimana kalau besok kita tanya tentang makam di area rumah Biyungnya Pak Joyo?" Pak Jo mencoba memberikan ide.Namun, langsung aku patahkan ide itu. "Percuma, Pak Jo. Bapaknya Meisya nggak akan pernah buka rahasia apa pun tentang Arda dan Marsya," ujarku seraya memutar bola mata ke arah Meisya."Iya, maaf." Gadis itu menyahut dengan wajah merasa bersalah."Ngapain minta maaf, Sya? Mau bagaimana pun Pak Joyo dan Eyang Uti sepertinya sudah sepakat dengan keluarga Marsya untuk menutupi semua peristiwa yang terjadi di masa lampau."Kugenggam jemari lentik gadis belia itu, mencoba menghibur agar tak merasa bersalah lagi. Di sini ia pun menjadi korban keadaan, sama sepertiku. "Nanti kita pikirkan lagi rencana kita setelah kembali ke kota. Jangan pernah membahas apa pun saat ada di sini karena dia ada di antara kita."Kembali Pak Jo
Read more

Telaga Ritual

Setelah puas mencari informasi tentang lokasi yang sebenarnya menjadi tujuan utamaku, aku mencoba mencari tempat wisata yang ada rumah pohon di kawasan sekitar sini. Tapi entah kenapa mata ini tetiba terasa begitu berat dan alam mimpi pun menyambut.Kurasakan tubuh ini begitu ringan melayang ke sebuah padang rumput dan turun tepat di pinggir telaga. Sebuah telaga yang begitu jernih airnya, warna biru pantulan warna langit.Baru kali ini kulihat sebuah tempat yang begitu sejuk dan menenangkan. Sayup-sayup kudengar sebuah kidung yang dilantunkan dengan begitu indah. Perlahan kulangkahkan kaki mencari sumber suara tersebut.Kucoba memasang indra pendengaran lebih tajam untuk menangkap suara lantunan kidung syahdu itu. Ternyata sumber suara itu berasal dari balik sebuah pohon besar yang terletak tak jauh dari tempat aku berdiri.Bak dihipnotis kuayunkan langkah menuju balik pohon dan kudapati seorang gadis berambut panjang sepinggang sedang memainkan kaki di tepi telaga. Gadis yang sangat
Read more

Mandi Kembang

Pagi yang begitu dingin. Embun masih membasahi dedaunan dan rerumputan, bahkan kabut tipis tampak menutupi lereng gunung. Mentari pun belum mengintip, hanya semburat fajar yang mulai mewarnai ufuk timur.Aku sengaja mengajak Pak Jo pulang sepagi mungkin agar bisa kembali ke kota. Tak sanggup rasanya berlama-lama berada di tengah situasi yang membingungkan ini. Apalagi saat memperhatikan tatapan dari keluarga Marsya, entahlah ... tatapan yang begitu sulit kuartikan."Nak Darren, selalu berhati-hatilah. Apa yang kamu hadapi saat ini bukanlah hal yang main-main. Ada yang ingin Marsya tunjukkan ke kamu hingga dia melakukan ini semua," ujar pamannya Marsya sembari menepuk bahuku.Ucapan yang dilontarkan sesaat sebelum aku pergi tadi cukup membuat hati dan pikiranku terus diliputi tanda tanya. Sepanjang perjalanan menuju rumah Pak Joyo, hanya kalimat itu saja yang terngiang di telinga."Mas Darren," panggil Meisya memecah keheningan yang lebih tepatnya suasana kaku dan mencekam.Bibirku tet
Read more

Puter Giling

Pak Jo melajukan mobil dengan cukup tergesa, apalagi ketika aku memintanya dengan nada tinggi. Dia semakin gugup, pasalnya tidak mungkin ngebut di jalan desa yang sudah pasti sempit."Duh, Den. Bahaya kalau kita ngebut," ujarnya dengan wajah tertekan karena perintahku."Kita harus segera keluar dari desa sialan ini, Pak Jo!""Iya, Den ... paham. Tapi bisa bahaya kalau ngebut, apalagi banyak anak kecil."Huff!Percuma debat dengan orang paruh baya itu. Apalagi alasannya memang masuk akal, aku saja yang terlalu paranoid dengan kelakuan arwah usil itu.Hah?! Ingatanku seketika ke Marsya. Kutoleh keluar mobil, mencoba memperhatikan sekitar."Pak Jo! Kenapa sejak tadi kita hanya berputar saja? Kita tadi sudah melewati pertigaan desa ini," tuturku dengan penuh keheranan.Pak Jo menepikan mobil, kemudian mencoba turut mengamati sekitar. Tampak dia mengerutkan dahi, aku rasa dia pun mulai bingung."Bener, Den Darren. Kita sudah melewati pertigaan ini dua kali. Apa kita salah jalan?""Ah, ngga
Read more

Pulang ke Kota

Kejadian hari ini benar-benar membuatku hampir gila. Marsya tidak mengijinkan aku untuk tenang barang sedetik saja. Secara psikis, rasanya depresi itu mulai menyelimuti pikiran. Rasa takut dan kecemasan memenuhi hati dan otak.Malam ini terpaksa menginap sekali lagi di rumah tua. Semua karena rasa iba pada wanita sepuh itu. Wanita renta yang belum siap kehilangan untuk kedua kalinya. Bagaimana pun, ada Arda yang menitis dalam diriku.Entahlah, takdir macam apa yang tengah berlaku pada kehidupan di masa mudaku ini. Siapa yang menyangka, ritual maut yang dilakukan ibuku dulu ... kini berdampak besar bagi kehidupanku sekarang.Mimpi mengerikan sejak usia 10 tahun, kehadiran Meisya--gadis yang selalu hadir dalam mimpi, semua membuatku kehilangan ketenangan hidup. Ditambah adanya Marsya yang dengan sengaja menarikku ke tempat dia dulu tinggal.Malam semakin mencekam, desir angin menembus celah jendela kayu. Rasa dingin membuat bulu kuduk merinding, sayup-sayup suara gamelan itu terdengar l
Read more

Kota Gaib

Hampir dua minggu berlalu setelah para siswa merayakan kelulusan sekolah. Paling tidak, dalam rentang waktu yang lumayan lama dapat kugunakan untuk melepas ketegangan. Walaupun bayangan Marsya masih saja mengikuti, tetapi kebersamaan dengan teman dekat sedikit membuat otak ini tidak terlalu menggubris.Di saat teman lainnya disibukkan dengan kegiatan persiapan memilih perguruan tinggi favorit, aku justru disibukkan dengan persiapan untuk pergi ke Kalimantan. Lebih tepatnya di daerah yang masih terkenal dengan dunia mistik, bahkan ada kota yang terkenal sebagai kota gaib.Membayangkan saja, rasanya aku sudah bergidik ngeri. Tak pernah kubayangkan jika seandainya keluarga Marsya ada di sana, bagaimana aku harus menembus dinding gaib untuk masuk ke sana?"Darren, apa kamu yakin untuk pergi?" tanya Papa saat makan malam bersama.Sejenak aku diam berpikir, menyiapkan jawaban yang tidak membuat kedua orang tua di hadapanku jadi ragu."Pa, Darren tidak ada pilihan. Selama urusan dengan Marsy
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status