Bulan turut berlarian ketika para pejuang mulai menyerang. Gadis bermata abu-abu itu tergeser, terdorong, terjatuh, bangkit lagi, jatuh lagi, terus berdiri, dan ikut berjuang bersama yang lain. Ketika isi pelurunya telah habis, ia bertarung menggunakan tangan kosong dan belati. Bulan berdarah-darah dan terluka. Ia bahkan ngos-ngosan ketika baru selesai melumpuhkan tentara Jepang yang ingin menembaknya. “Apa ini?” gumam Bulan ketika melihat para pejuang tidak ada yang terluka sedikit pun. “Bang, Bang Angkasa, kau di mana?” Bulan hendak menyelamatkan pemuda itu dari pertempuran yang tidak setara dengan jalan pikirannya. Namun, gadis tersebut mendadak terpaku. Dengan mata abu-abunya, Bulan melihat sendiri ketika para pejuang tempatan ditusuk dengan belati mereka tak tumbang, dan ketika ditembak juga tidak jatuh. Dari pihak Jepang sudah banyak yang tewas dan bersimbah darah sedangkan dari pejuang yang dipimpin oleh Gading semua masih sehat wal afiat. “Ini bukanlah peperangan yang ak
Last Updated : 2024-03-26 Read more