All Chapters of Istri Tiga Tahun CEO Arrogant: Chapter 41 - Chapter 50

111 Chapters

"Karena aku mencintaimu. Aku tidak mau wanita itu sampai melukaimu."

"Olivia?" gumam Mommy Rosa. Sepertinya nama itu tidaklah asing di telingaku. "Hai," Wanita itu beralih menatapku. "Kamu istrinya Elgar?" Wanita dengan dress selutut itu mengulurkan tangannya kearahku. "Olivia, mantan tunangannya Elgar." Sambungnya dengan senyum lebar. Belum sempat berjabat tangan, Mommy Rosa dengan cepat menepis tangan wanita itu. "Pergilah!!" sentaknya dengan raut wajah tak senang. "Apa kamu sudah lupa dengan peringatan yang Elgar berikan?" Entah benar atau tidak, tapi aku merasa Mommy Rosa seperti tidak nyaman dengan keberadaan wanita itu. Siapakah wanita itu? "Kenapa sekarang Aunty jadi tidak ramah padaku? Bukankah dulu Mommy sangat menyayangiku?" Seolah merasa kecewa, wanita itu memasang wajah sedih yang menurutku dibuat-buat. "Apa karena wanita ini?" Lagi, wanita bernama Olivia itu bertanya sambil mengarahkan tatapannya padaku sebentar lalu kembali menoleh pada Mommy Rosa. "Sekarang Aunty jadi tidak lagi menyuaiku? Apa Aunty sudah lupa apa yang tela
Read more

"Aku benar-benar jatuh cinta padamu. Aku tidak akan pernah melepasmu dan aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta padaku."

"Karena aku mencintaimu. Aku tidak mau wanita itu sampai melukaimu." Degh....... Tubuhku seketika membeku. "Aku mencintainu Shila, sangat. Sangat mencintaimu sampai rasanya aku bisa mat* jika kehilanganmu." Mata yang mengembun itu akhirnya mengalirkan lelehan bening yang menggetarkan hati dan jantungku. "Aku tak peduli dengan wanita itu. Aku bahkan tak peduli dengan Mommy. Biarlah dia sedih asalkan kamu tetap aman." Ungkapnya. Dan lagi-lagi aku tak bisa merespon semua ucapannya. Lidahku terasa kelu dan tubuhku seolah membeku. Aku bingung, kaget dan...... entahlah? Apa yang sebenarnya kurasakan saat ini? Mataku terasa panas dan tanpa bisa kucegah lelelan bening pun ikut menetes bertubi-tubi dari sana. "Tidak, jangan menangis. Aku tak sanggup melihatnya." Elgar mengusap pipiku yang basah oleh air mata. Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam saat tangan besar itu tiba-tiba menyentuh rahangku. Detik berikutnya, mataku seketika membelalak saat bibir tipis sang pria menyentuh bib
Read more

Aku tak pernah menyangka jika pria yang selama ini kuanggap sombong dan areogan ini begitu rapuh.

"Iya. Wanita itu alasan adikku mengakhiri hidupnya," jawabnya, kupikir dia akan marah ternyata tidak. Tatapan yang tadinya tajam berubah sendu. Pria itu pun beranjak bangun. "Dia selingkuh dengan Edward, pacar adikku. Lebih tepatnya mereka memang bermain di belakang kami." Ada sorot kebencian dimata Elgar. Sepertinya luka yang diberikan wanita itu sangat dalam. "Kalau mengingatnya membuatmu terluka tak perlu menceritakannya." Aku tak ingin membuatnya harus membuka luka lama yang aku yakini belum sembuh. Pria itu menggeleng, "Tak apa, aku tidak ingin suatu hari masalah ini jadi boomerang untuk hubungan kita." Hubungan? Memangnya aku bilang sudah menerima cintanya. Kepedean. "Wanita itu dan Edward berasal dari panti asuhan yang sama. Meski begitu keluargaku dengan tangan terbuka menerima mereka tanpa melihat asal usulnya. Tapi nyatanya anjing saja lebih bisa membalas budi. Sedangkan dua orang itu malah menggigit orang yang memberi mereka makan dan tempat tinggal." Lanjutnya d
Read more

"Selama ini aku tidak pernah percaya dengan 'Karma'. Namun seseorang pernah mengutukku, katanya orang yang aku cintai akan menderita dan itu adalah karmaku."

"Pakai maskernya," perintah Elgar sambil menyelipkan tali masker ke telingaku. Sentuhan tangannya di daun telingaku membuat darahku berdesir. Aku pun membeku seketika. "Sudah. Ayo!" Elgar sudah berdiri dengan tangan terulur di depan wajahku. Wajah tampan itu tersenyum tipis tapi terlihat sangat manis. "Ah... iya." Sedikit gugup, aku berdiri tanpa menyambut tangan besar itu. Aku berjalan mendahului sang pria, sempat kulihat Elgar malah terkekeh. Aneh kan? Harusnya dia menghela nafas sebagai tanda kecewa. Ini malah terkekeh, emangnya apa yang lucu? Baru dua langkah sebuh tangan menggenggam telapak tanganku. Meski kaget aku tetap berusaha tenang lalu menepis tangan itu. Namun seolah diberi lem tangannya tak bisa dilepaskan sampai kami berada di dalam mobil barulah tautan jemari itu terlepas dengan sendirinya. "Turunkan aku di depan saja. Aku akan naik taksi online," ucapku begitu mobil berjalan meninggalkan area bandara. "Tidak. Aku akan mengantarmu sampai di depan rumah," b
Read more

Kembali seseorang.

Pov Author. "Karma adalah buah dari perbuatan kita. Bukan pemberian dari mulut manusia. Berprasangka baiklah pada Tuhan, maka yang terjadi akan baik. Segalanya atas kehendak-Nya." Sebelum pergi Shila sudah menyakinkan Elgar untuk tidak menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Shila. Tidak sesuai janji. Elgar tetap kekeh mengantar Shila sampai di depan rumah. Beruntung ketiga teman Shila sedang berada di rumah keluarganya masing-masing. Setelah memastikan Shila masuk rumah Elgar pun pergi. [Aku sudah sampai di rumah.] Shila mengirim pesan ke group whats**p, disertai gambar kopernya diatas ranjang tidur. [Siapa yang menjemputmu?] Ardi yang memang tak pernah lepas dari ponselnya menjadi orang pertama yang berkomentar. [Kenapa tidak bilang, aku bisa menjemputmu di bandara.] Selang satu detik Nathan juga berkomentar. [Tidak apa-apa. Yang penting kamu sudah sampai rumah dengan selamat. Setelah istirahat segera nyusul kesini. Edel sudah kangen dengan Bundanya.] Giliran Miranda,
Read more

"Aku tidak bermimpi kan? Dia benar-benar kembali." t

"Shila ini aku...." Sesosok ia yang sangat Shilla kenal sedang berjalan kearahnya."Maaf jika terlalu lama aku pergi. Aku akan jelaskan semuanya," ucap sang pria sambil berjalan pelan mendekati Shilla. "Berhenti di sana!" Teriak Ardi sambil berlari. Dibelakangnya menyusul Nathan dan Miranda. "Bajing*n menjauhlah dari Shila! Pria pengecut seperti kamu tak pantas untuknya." Sambil mengumpat Ardi menerjang Devon sampai pria itu tersungkur. Ya, pria itu Devon, kekasih Shila yang sebelumnya dikabarkan meninggal di Belanda karena kecelakaan. "Apa kamu sudah gil*?" Rafka segera berlari dan menghadang Ardi yang masih ingin memukul Devon yang sedang berusaha bangun. "Kamu dan temanmu itu yang gil*. Kalian sudah menipu Shila selama ini. Kamu bahkan Membully-nya dan media sosial. Brengs*k!!!!" Cecar Ardi penuh amarah. "Ar, tenanglah." Nathan memegangi lengan Ardi yang sedang diliputi amarah. Devon bangun lalu membalas Ardi. Pria yang memang tempramental sejak dulu itu tidak terima."Sudah
Read more

"Kami?" Shilla memotong kalimat Devon. "Kamu bahkan menggunkan kata 'kami' dibanding dengan kata 'Aku dan dia'. Sepertinya hubungan kalian tidak sederhana."

"Apa yang kamu katakan, aku mengharapkan kematianmu dan kamu ingin mengujiku?" tanya Shilla dengan mata melebar. Seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar. Bisa-bisanya Devon menjadikan hidup dan mati sebagai ujian. Dan apa dia katakan, Shilla mengharapkan kematiannya? Berita kematian Devon saja dia dapatkan dari Ayunda, kakak perempuan Devon. "Iya, Kak, Ayunda bilang kalau dia menelponmu meminta kamu datang ke Belanda untuk merawatku. Tapi kamu malah berkata...." Devon tak melanjutkan ucapannya saat melihat Ekspresi wajah Shilla. Shilla mengela nafas kasar, terjawab sudah rasa penasarannya selama ini. 'Jadi, itu alasannya.' batin Shilla.Sambil membuang muka, Shilla pun tersenyum kecut. Dirinya tak habis pikir dengan pria di sampingnya itu. Bisa-bisanya Devon langsung percaya dengan ucapan kakaknya yang memang sedari awal tidak merestui hubungannya dengan Shilla. Seharusnya Devon mengkonfirmasi lebih dulu pada Shila atau setidaknya meminta penjelasan atas tuduhan Ayunda pada w
Read more

"Aku tidak pernah memaafkan kamu." Jerit Shilla sambil menutup matanya.

"Aku tanya kita mau kemana?" Berusaha menaha diri Shilla menekan suaranya. "Pulang ke rumah kita." Jawab Devon masih dengan fokus pada jalanan di depannya. Shilla memiringkan tubuhnya, "Berhenti!" pinta Shilla dengan nada tegas. "Aku bilang berhenti!" Ulangnya. "Kamu gak dengar? Atau aku harus menarik paksa stirnya?" Devon menoleh sebentar lalu tersenyum sinis. "Sekarang kamu benar-benar berubah. Kamu jadi suka membantahku. Apa Ardi yang mempengaruhimu? Ah... atau dia, lelaki bernama Jonathan itu?" Shilla menarik nafas panjang, berusaha menekan amarah yang mulai memenuhi dadanya. 'Tenang Shilla... kamu harus tenang,' batin Shilla. Tak ingin dirinya terbawa emosi dan melakukan hal-hal yang akan disesalinya nanti.Masih segar di ingatannya kejadian terakhir dirinya terbawa emosi saat bertengkar dengan Elgar. Beruntung saat itu masih sempat minum obat dan hanya pingsan di pinggir jalan. Bagaimana jika tidak, Shilla tidak bisa membayangkannya. "Apa dia yang menyembuhkan lukamu? Aku l
Read more

"Mat*.... Aku akan menggali kuburmu dan memastikan kamu benar-benar mat*."

Bajing*n!" Devon mengangkat kepalanya. "Kubilang hentikan, brengs*k!!!" Umpat Shilla dengan tatapan tajam. Devon tertegun, selama ini tidak pernah sekalipun mendengar gadis yang dicintainya itu berkata kasar apalagi mengumpat. Shilla memang dingin dan jarang bicara tapi tidak pernah kasar. Dia juga sangat lembut dan sabar. "Memang seharusnya kamu itu mat*. Jadi mat*lah!!!" Shilla mendorong dan menendang Devon sekuat tenaga sampai pria itu terjermbab jatuh. Devon merasakan sakit di punggung dan pantatnya yang mencium lantai. Pria itu masih berusaha bangun ketika Shilla sudah berdiri di depannya. Gadis yang selama ini Devon kenal sebagai pribadi yang lembut itu memiringkan kepalanya dengan tatapan tajam dan senyum sinis. "Kamu sudah mat* jadi kamu harus mat*." Katanya lalu berjalan menuju meja belajar yang ada di pojok ruangan itu. "Shilla kamu mau apa?" tanya Devon ketika Shilla berjalan ke arahnya dengan memegangi gunting yang sudah diangkatnya setinggi kepala. Shilla kembali
Read more

"Aku memaafkanmu. Sekarang tolong berikan aku waktu untuk sendiri,"

"Aku khawatir dengan kondisi mental Shilla setelah kejadian ini." Ungkap Mirnada setelah selesai mengganti pakaian Shilla dengan piyama bersih. "Aku akan membawanya kembali ke Jepang. Rahasiakan alamat kita di Jepang dari semua teman Shilla." "Sepertinya itu yang terbaik. Aku akan bantu membujuk Shilla." Miranda menyetujui keputusan Nathan. "Tapi bagaimana jika pria itu melaporkan masalah ini ke polisi. Pasti akan ada pencekalan terhadap Shilla." Akhirnya Miranda mengutarakan kekhawatiran yang di rasakanya sejak tadi. "Tenang saja, aku sudah mengambil foto Shilla Sebelumya. Itu bisa dijadikan bukti. Jika Shilla hanya membela diri." "apa perlu melakukan visum?" "Tidak perlu. Aku yakin pria itu tidak akan melakukannya." "Mungkin dia tidak bagaimana dengan keluarganya. Akan lebih bijak jika kita mempersatukan ssmuanya." "Iya, kamu benar. Akan aku hubungi pengacara dan berkonsultasi." ****Setelah dua jam Shilla akhirnya sadar. Gadis itu awalnya bingung dan sedikit melupakan keja
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status