Semua Bab Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan : Bab 11 - Bab 20

112 Bab

11. Punggung Herdion

Taufiq bukan sekadar memeluk dengan wajar. Namun, mengerah segenap kekuatan. Aresha benar-benar merasa terjepit oleh bocah bongsor di belakangnya.Tangan bocah yang gagal dilonggarkan dan dilepas, membuat Aresha berpikir untuk mencakar atau mencubit, juga menendang ke belakang. Namun, sekali lagi rasa tidak tega tetap saja meraja."Kamu jangan nakal ya, Taufiq. Kakak jadi sakit perutnya. Lepas dong, nanti kakak bisa pingsan...," rintih Aresha terengah dan panik.Mata beningnya telah berair, sangat bingung harus bagaimana bersikap. Sedang di rumah ini, rasanya tidak satu pun teman ataupun saudara di pihaknya. Bocah abnormal itu benar-benar membuat simalakana."Arrgghh ...! Haha...ha ...!" Taufiq bereaksi menjerit dan tertawa saat Aresha berhasil menggelitik pinggangnya.Kesempatan itu tidak diabaikan, Aresha bergegas menjauhi bocah itu dengan setengah berlari. Namun, sungguh sial sekali, Taufiq juga berlari untuk mengejarnya dengan gesit.Hal itu membuat sangat cemas dan ketakutan lua
Baca selengkapnya

12. Demam Tinggi

Bedug maghrib sayup bertalu dari sebuah masjid nun jauh di seberang. Menyusul alun adzan yang juga sayup setelahnya. Pulai Marina sedang membangun sebuah masjid untuk fasilitasnya. Sedang sebelumnya telah ada sebuah mushola kecil saja sebagai fasilitas. Sebab di awal pembukaan, hanya sedikit orang-orang yang berminat menghuni di sana. Sedang sekarang, sudah melimpah ruah jumlah penghuni yang tinggal.Meski status mereka hampir sama, yakni sebagai warga pendatang sementara alias sebagai investor tanah dan bangunan. Belum ada sistem pemerintahan serta perwakilan daerah sendiri di sana. Semua masih dikelola oleh pihak investor pusat yang menyewa pada pemerintahan pulau Batam.Herdion menutup smart phone canggihnya setelah menyimaknya cukup lama. CCTV pemantau beberapa kali diputar ulang di bagian teras rumah besar. Terlihat jelas bagaimana cara adik lelaki tersayang memeluk erat Aresha dari belakang. Apa yang dikatakan gadis itu sangat benar seluruhnya. Taufik sedang mengalami pubertas
Baca selengkapnya

13. Mufakat Baru

Ruang kerja Herdion memang di dalam kamarnya. Lebih tepat lagi harus menyeberangi isi dalam kamar. Kini Aresha telah bersama pemiliknya di ruang kerja yang menghadap laut lepas di bawah sana. Kamarnya menghadap sisi belakang rumah.Ternyata, kamar Herdion berada di atas kamar Aresha dengan tangga tersembunyi di balik dapur. Entah kenapa, sebagaian kamar di rumah ini di desain mengelilingi ruang dapur. Lalu, di mana kamar Taufiq?"Aresha, kamu tidak ingin duduk?" Herdion menegur setelah agak lama Aresha hanya mengamati dan berdiri. Sedang kursi di depan meja lelaki itu diabaikan."Aku sudah duduk," ucap Aresha. Lelaki di depannya tidak lantas bicara setelah dirinya duduk sekian detik dari tadi."Baiklah, akan kumulai bincang denganmu, Aresha," ucap Herdion tanpa memandang lawan bicaranya."Soal Taufiq yang sempat berkelakuan meresahkan denganmu, aku sebagai abangnya minta maaf dan menyayangkan. Juga mewakili keluargaku, minta maaf yang besar padamu," ucap Herdion yang kali ini sambil m
Baca selengkapnya

14. Datang Mendadak

Sejak revisi kerja bersama waktu lalu, belum sekali saja Herdion terlihat kelebatnya. Siti Yasmin bilang sedang mengurusi banyak masalah serta setumpuk pekerjaan. Memang seperti itulah kebiasaan si putra sulung, waktu dihabiskan di luaran. Wanita itu juga mengeluh sekilas akan hal pribadi anak lelaki, logikanya ... susah dipercaya jika seorang pria mapan, tampan dan hartawan, betah melajang tanpa satu pun wanita. Namun, seperti itulah nyatanya. Sang mama begitu yakin jika Herdion adalah lelaki bersih dan lurus. Kukuh jika putranya adalah lelaki normal yang tidak sembarang bermain wanita."Baiklah, Mama keluar dulu. Mata tua ini sangatlah mengantuk. Diabetes di tubuhku benar-benar sangat mengganggu." Siti Yasmin berdiri dari duduk di ranjang Venus yang sudah lumayan lama. Baru saja berbincang nyaman dengan Aresha saat Venus terlelap di ranjang khusus bayi."Iya, Bu. Terima kasih sudah ditemani mengobrol dan menjaga Venus," sahut Aresha yang juga turun dari ranjang. Ingin mengantar wani
Baca selengkapnya

15. Miana

Aresha masih berdiri di dapur bersama Herdion saat terdengar jelas bunyi suara Venus yang bangun. Hanya ocehan dan gumaman, bukanlah tangisan. "Permisi, Pak," pamit gadis itu melewati sang tuan.Berjalan cepat menuju kamar, pintunya tidak jauh dari dapur dan menghadap kolam renang. Pintu yang telah dibuka dan akan ditutup kembali setelah menyelip diri ke dalam, terasa terpental. Ternyata tangan besar lelaki itu sedang menahannya.Hal yang memang sering dilakukan Herdion saat berada di rumah. Memantau langsung bayi Venus di kamar. Meski kehadirannya hanya berdiri, mengamati dan pergi, cukup membuat Aresha merasa sedikit senam jantung saja terasa. Sejinak apapun sang atasan, pasti juga masih timbul rasa segan dan was-was. Resah andai dijumpai kesalahan sekecil pun saat bekerja!Bayi cantik itu telah lelap kembali meskipun sempat tersenyum-senyum dan memainkan kedua kaki serta kedua tangan mungilnya. Sebotol susu penuh nutrisi dengan kandungan padat gizi, telah cukup mengganjal perut si
Baca selengkapnya

16. Pergi

Rengek tangis Venus seketika redam dan senyap. Bayi itu menelungkup di pundak Aresha dengan sisa isak dari hidung merahnya. Sedang Miana, telah berlalu pergi saat datangnya Herdion dan Taufiq di antara mereka di taman. Berlalu diam, tanpa izin pada Hisam, abangnya. "Ehemm! Maaf, Bang Fiq. Aku ingin meminta Aresha untuk bersiap. Akan kubawa Venus ke Nagoya. Oma dan Opanya sudah sangat rindu," ucap Hisam tampak buru-buru."Kalian menginap di rumah Venus?" Herdion memicingkan matanya."Iya, Bang. Venus belum memiliki dokumen untuk perjalanan ke luar negeri. Sementara ini aku akan mengurusinya. Minggu depan biar bisa kubawa menyeberang. Aresha, apa kamu sudah memiliki passport?" Hisam menatap lekat Aresha."Sudah, tetapi hilang. Belum kucari," sahut Aresha. Meski sangat ingat jika passport-nya tidak hilang, tetapi ada di rumah orang tua."Sekalian kita uruskan saja punyamu nanti," sahut Hisam."Ah, tidak perlu, Pak Hisam. Lagi pula saya tidak berminat bepergian ke luar negara," sahut Ares
Baca selengkapnya

17. Sambutan Baik

Tiga lelaki berbeda usia sudah duduk manis di meja makan. Aresha baru menyusul setelah dipanggil ulang oleh Siti Yasmin di teras. Hisam menyambut dengan senyum hangat. Sedang Herdion tidak memandang dan sibuk menciduk nasi ke dalam piring. Hanya Taufiq yang menunjuk ekspresi menggemaskan."Mamah Penus, khamu makhan?!" Wajah Taufiq berbinar. Bocah itu gesit berdiri dan menarikkan kursi di sebelahnya untuk Aresha. "Eh, terima kasih, Taufiq!" Aresha sambil tersenyum bingung pada bocah itu. Tidak menyangka, cukup manis juga perlakuan Taufiq menyambut. Rasanya sungguh canggung. Andai Siti Yasmin tidak memaksa, tentu lebih memilih membawa Venus dan makan sendiri saja setelah mereka. "Makanlah seperti biasa, tidak perlu segan," ucap Herdion tiba-tiba. Seperti paham apa yang sedang dirasa Aresha. Perempuan cantik itu duduk tepat di seberang depan. Sedang Hisam di sebelahnya."Terima kasih," sahut Aresha menatap Herdion sekilas."Makanlah yang banyak, Aresha. Kurasa kita tidak sempat berhenti
Baca selengkapnya

18. Terkejut

Sore sangat cerah dengan sinar surya yang redup. Adzan ashar telah mengumandang hampir dua jam lalu. Aresha membawa Venus dalam gendongan sambil disuapinya. Semangkuk bubur ayam sangat lembut hampir dihabiskan sore itu.TinSebuah mobil tampak melewati pagar, meluncur membelah halaman dan mendekat ke teras. Aresha terkejut, merasa tidak asing dengan milik siapa mobil itu. Namun, dugaan dalam hati ditepis. Untuk apa pemilik mobil itu datang, sedang urusan kerja dengan pemilik rumah ini pun sudah digagalkan. Beruntung sekali, gazebo tempatnya berdiri cukup terlindungi, sangat cocok untuk menepikan diri. Serumpun tanaman hias palem kuning telah mampu menjadi penghalang pandangan mata orang dari mendapatinya. Sedang Aresha dengan leluasa bisa mengamati diam-diam dari tempatnya.Meski sudah menduga kendaraan milik siapa, jantung di dada masih saja laju berdetak. Seorang pria tampan yang sangat dikenalnya, sedang keluar dari kursi kemudi mobil. Berjalan memutar, membuka pintu sebelah. Mian
Baca selengkapnya

19. Malam di Nagoya

Memang senormal itu Aresha. Di balik sikap tegas, tersimpan kelemahan sebagaimana manusia umumnya. Keberanian sekaligus ketakutan pada hal astral, datang pergi dan timbul tenggelam tak diundang. Bahkan hal itu disadari dengan rasa kesal yang sangat. Perasaan merugikan yang sungguh menyiksa jawa raga.Aresha sangat kaget, di akhir doa shalat yang tegang, terdengar pesan masuk beruntun dari ponsel di tas. Buru-buru dilipat mukena dan dibalut bersama sajadah. Diletak cepat ke atas sofa begitu saja. Segera menyambar tas kecil miliknya di ranjang.Ponsel yang ternyata hampir habis daya telah dibuka. Ada bberapa pesan masuk dalam waktu hampir bersamaan. Di antaranya dari ibu kost, Bona-gadis pemilik kafe dan juga Herdion!Pesan dari ibu kost mengabarkan jika dirinya sedang dicari seorang lelaki yang mendatangi rumah sewa. Isi pesan dari Bona pun hampir sama, seorang lelaki mencarinya dan singgah agak lama di kafe kopi keluarga Bona."Siapa lelaki yang mencariku, namanya siapa, Na?" Aresha me
Baca selengkapnya

20. Julian

Hisam Ardan dan Aresha Selim terkejut oleh dering bell pintu yang nyaring mengudara di penjuru ruang rumah. Mereka saling lempar pandang dengan raut terheran. Malam sudah merangkak dan jam dinding pun sampai di pukul setengah sepuluh tepat. Keduanya sangat asyik mengobrol, tidak sadar telah mengikis banyak waktu di meja makan.Aresha mengikuti Hisam menuju ruang depan. Berdiri di belakangnya saat pintu dibuka dengan cepat. Wanita gemuk yang tidak asing bagi mereka berdua sedang berdiri bersama security."Mak Sal.""Mak Sal." Mereka berdua hampir berbarengan menyebut nama wanita di depan pintu. "Assalamu'alaikum, Bang Hisam dan Aresha," sapa wanita itu pada mereka."Wa'alaikumsalam, bukankah Mak Sal baru pagi tadi pulang bareng papanya bang Syahfiq? Kenapa sudah kembali lagi?" Hisam terkejut sekaligus heran. "Iya, padahal Mak Sal sudah izin cuti satu minggu. Tapi Tuan Herdion nelponin, suruh kerja lagi seminggu ini. Katanya suruh nemenin Venus kalo malam. Siangnya suruh bantu-bantu Ny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status