Home / Pernikahan / My Cassanova Husband / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of My Cassanova Husband: Chapter 61 - Chapter 70

174 Chapters

59. Kabur Lagi

Rasa sakit itu semakin menghantam sudut-sudut hati Auriga yang terasa begitu kuat, saat ia menyaksikan bagaimana gadis yang biasanya ceria itu kini menangis dengan badan basah kuyup.Tanpa berpikir panjang, ia segera melepas jaketnya, lalu mendekati Lavina dengan tangan kiri memegangi payung dan tangan kanan menenteng jaket.Namun, langkah kaki Auriga tiba-tiba terhenti saat ia melihat seorang pria datang lebih dulu daripada dirinya. Pria itu berdiri di hadapan Lavina yang tengah berjongkok, dengan payung besar yang melindungi mereka berdua.Auriga menyaksikan wajah Lavina terangkat, menatap lelaki itu, lalu berdiri.Juna.Ya, siluet lelaki bertubuh tinggi agak kurus itu adalah Juna. Tidak salah lagi. Auriga tidak salah lihat. Sial. Rahang Auriga seketika berubah mengeras, tangannya terkepal saat Juna menyelimuti Lavina dengan jaketnya. Keduanya lantas pergi meninggalkan tempat tersebut menggunakan arah lain, bukan jalan yang Auriga pijak saat ini. Kepergian mereka membuat Auriga mema
Read more

60. Pulang!

Rahang Auriga tampak berkedut. Matanya menatap Lavina lurus-lurus. “Pulang!” gumamnya dengan nada memerintah.“Nggak mau!” Lavina membuang muka dan bersedekap dada.“Saya bilang pulang!” gumam Auriga lagi dengan penekanan yang lebih tegas.“Aku bilang nggak mau ya nggak mau!” tolak Lavina mentah-mentah. “Mending Om balik lagi aja, deh. Baru aja beberapa jam hidup nyaman tanpa melihat Om, malah Om tiba-tiba datang nggak diundang dan—EH! OM MAU NGAPAIN?” pekik Lavina tiba-tiba saat Auriga masuk ke apartemen itu.Lavina segera menyusul. Ia menatap Auriga yang mematikan televisi, dengan tatapan bingung sekaligus kesal.Dan….Ruangan itu mendadak gelap setelah Auriga menekan saklar. Kemudian Auriga mengangkat tubuh Lavina seperti memanggul beras, membuat Lavina sempat memekik kaget. Auriga mengambil kunci apartemen itu dari kotak di dekat pintu, lantas keluar dan menutup pintunya kembali. Pria itu sama sekali tidak menghiraukan Lavina yang meronta-ronta meminta diturunkan sambil berteriak.
Read more

61. Kiriman Dari Auriga

Ting tong!“Sebentar ya, Mommy Lavina buka pintu dulu.”“Iya, Mom.”Lavina menaruh piring makanan Aurora ke atas meja makan, lalu ia bergegas menyeret langkahnya menuju pintu.Aurora sudah pulang ke rumah tadi siang. Dan saat ini hanya ada mereka berdua di rumah. Auriga sedang pergi entah ke mana, pria itu hampir tak pernah menjelaskan urusannya kepada Lavina semenjak mereka menikah.Lavina membuka pintu. Saat pintu terbuka, ia melihat seorang kurir sedang berdiri di hadapannya sambil menenteng lima paper bag besar.“Selamat siang. Betul dengan Mbak Lavina?”Lavina mengangguk. “Iya, saya sendiri. ada apa ya, Om?”“Oh, ini.” Pria itu menyerahkan semua paper bag di tangannya pada Lavina, “Ada kiriman untuk Mbak Lavina.”“Dari siapa?”“Dari….” Sang kurir membaca sesuatu di layar ponselnya sesaat. “Dari Pak Auriga, Mbak.”“Hah?” Lavina mengerjap. “Buat saya? Om nggak salah kirim, kan?”“Nggak, Mbak. Betul kok buat Mbak Lavina.”“Oh… terima kasih kalau begitu.”Lavina membawa semua barang
Read more

62. Salah Paham

“Kamu tahu, Yoana? Gara-gara jamur yang kamu masukan ke dalam makanannya, Aurora harus dirawat dan kondisinya sempat kritis.”Deg!Raut muka Yoana mendadak berubah pucat, jantungnya seketika berdebar-debar. Kenapa Auriga tahu tentang hal itu? Seharusnya Lavina yang dia curigai. Tapi, kenapa malah….“A-apa?” Yoana tergagap. Lalu menggeleng cepat. “Nggak. Bukan aku yang masukin bumbu kaldu jamur itu ke dalam sayur. Yang masak hari itu bukan aku saja, tapi Lavina juga,” jelasnya untuk membela diri.Auriga terdiam. Ia tak berhenti menatap Yoana, yang membuat Yoana semakin gelisah dan tangannya berkeringat.“Kenapa kamu melakukannya, Yoana?” Suara Auriga memang rendah, tapi itu justru terdengar menakutkan di telinga Yoana.“Nggak! Aku bilang bukan aku!” seru Yoana, masih berusaha mengelak.Auriga tersenyum kecil. “Kamu tahu? Barusan aku cuma nebak aja padahal.”“A-apa?”“Tapi nggak aku sangka ternyata tebakan aku benar.”Yoana terhenyak. Sial. Ia sudah termakan jebakan Auriga. Wajahnya sem
Read more

63. Dansa

“Terima kasih ya, Mas,” ucap Lavina dengan ramah setelah menerima sebuah paket dari seorang kurir.Ia menutup pintu, berjalan ke dalam rumah dengan senyuman lebar dan mata berbinar-binar. “Akhirnya datang juga,” gumamnya sembari menatap kotak persegi panjang di tangannya.“Paket punya siapa itu?”“Eh?” Lavina terkesiap hingga langkahnya seketika terhenti. Ia mengerjap melihat Auriga yang sedang menuruni tangga. “Buat aku, Om. Siapa lagi memangnya.”Lavina menyembunyikan paket tersebut di belakang punggung, yang membuat Auriga memicing curiga.“Bukan! Ini bukan apa-apa. Cuma baju biasa,” ujar Lavina tiba-tiba bahkan tanpa ditanya. Ia merasa agak cemas Auriga akan tahu kalau isi paket tersebut adalah pakaian untuk acara resmi, yang akan ia gunakan ke pesta orang tuanya Juna.“Oh. Saya kira kamu beli lagi celana dala—”“Om!” potong Lavina dengan cepat, matanya membelalak. “Jangan bahas itu! Nggak sopan bahas yang kayak gitu di depan cewek,” gerutunya dengan bibir merengut.Auriga mengemb
Read more

64. Bungkam

Mata Lavina mengerjap dan melihat tangan Juna dengan ragu. Setelah berpikir, akhirnya Lavina menerima uluran tangan Juna. Juna mengganggam tangannya itu, lalu membawanya ke dance floor, bergabung dengan pasangan lainnya.Mereka mulai bergerak di tengah lantai dansa yang indah itu. Juna dengan sabar mengajari Lavina langkah-langkah dasar tarian. Dia membimbingnya dengan pelan, menggenggam tangan Lavina, berusaha membuat gadis itu merasa aman dan percaya diri.Semakin lama mereka berdansa, semakin Lavina merasa nyaman dan mulai menikmati momen tersebut. Dia merasa seperti melayang di atas lantai dansa, tersenyum lebar, dan lupa akan semua keraguan yang pernah dia rasakan.“Gimana? Sudah nyaman sekarang?” tanya Juna, yang dibalas dengan anggukkan kepala oleh Lavina.“Aku udah bisa,” bisik Lavina dengan ceria.“Nah, kan. Apa aku bilang, dansa itu nggak sulit, kok,” ucap Juna seraya memandangi wajah Lavina dengan lekat. “Sekarang, coba berputar.”“Hm!” Lavina mengangguk.Juna mengangkat sa
Read more

65. Tidur Dengan Saya Malam Ini

Auriga tak kunjung bersuara. Pria itu mematung, hanya sorot matanya saja yang berbicara. Itupun sulit sekali dipahami.Lavina menggigit bibir bawahnya. Nyalinya seketika menciut dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca karena kesal dan merasa bersalah, bercampur aduk di dalam hatinya.“Kalau Om marah, marah aja nggak apa-apa. Jangan bikin aku serba salah gini.” Lavina merajuk dengan wajah merengut. “Om yang diam aja kayak gini jadi terlihat semakin menakutkan. Seenggaknya bilang apaan, kek, biar aku tahu apa yang Om pikirin sekarang.”Tiba-tiba, Auriga merundukan kepalanya mendekati telinga Lavina dan berbisik dengan nada suara yang masih sedingin es. “Kamu sadar kalau kamu salah?”“I-iya.” Lavina tergagap. “Aku salah, Om. Maaf.”“Tapi kata maaf nggak bikin kemarahan saya hilang,” bisik Auriga lagi, yang membuat Lavina terdiam mendengarnya.Lavina menghela napas berat. “Terus? Aku harus gimana? Aku berbohong juga ‘kan karena aku takut sama ancaman Om yang—”“Tidur dengan saya malam ini.”“E
Read more

66. Apakah Ini Rindu?

Apa-apaan ini? Setelah mengajakku bercinta, dia tiba-tiba pergi dan nggak ngehubungi aku selama seminggu?Takkk!!!Lavina menaruh ponselnya dengan posisi menelungkup, ke atas meja, dengan kasar seolah-olah ingin melampiaskan kekesalannya pada benda tak bersalah itu.“Lavina, ada masalah?”“Eh?”Lavina terkejut. Matanya mengerjap, menatap dosen killer di depan kelas yang tengah menatapnya dengan kedua alis terangkat. Saat itu Lavina baru sadar kalau barusan ia sudah menimbulkan kekacauan kecil di tengah-tengah suasana kelas yang hening . Lavina meringis begitu tahu hampir semua mata di kelas itu tertuju ke arahnya.“Ng-nggak, Pak. Maaf. Barusan ada nyamuk di… situ.” Lavina menunjuk ponselnya. “Tapi nyamuknya nggak tahu ke mana sekarang,” gumam Lavina sembari menunduk.Suara-suara orang menahan tawa mulai terdengar. Saat dosen yang kedua ujung kumisnya melengkung ke atas itu menatap galak, mereka berhenti tertawa. Ruang kelas kembali sunyi.“Ada-ada saja,” gerutu sang dosen, lalu kembal
Read more

67. Foto Lavina

“Capt, boleh aku ikut bergabung di sini?”Pertanyaan Margareth yang bernada mendayu-dayu itu mengeluarkan Auriga dari lamunannya. Pria itu mengalihkan tatapannya dari pantai yang membentang di bawah sana, ke arah wanita cantik yang berpakaian modis dan seksi, yang sedang tersenyum manis ke arahnya.Auriga mengangguk. “Boleh. Silahkan duduk,” katanya sembari menunjuk salah satu kursi.“Terima kasih.” Margareth mendaratkan bokongnya di salah satu dari ketiga kursi kosong yang mengelilingi meja tersebut. “Ah, ada yang duduk di sini?”“Iya. Max sedang ada urusan dulu. Dia akan kembali sebentar lagi.”Margareth mengangguk, kemudian ia memanggil pramusaji untuk memesan makan siangnya.Sementara itu, Auriga mengambil ponsel dari meja dan secara spontan ibu jarinya mencari nama Lavina. Namun, gerakannya tiba-tiba terhenti saat ia akan menyentuh tombol ikon telepon. Ia berdecak lidah. Lalu menaruh kembali benda tipis itu ke atas meja dengan kasar.Tidak. Auriga tidak boleh menghubungi gadis it
Read more

68. Gara-Gara Lavina

“Ya… ya, betul… aku sudah ada di Jakarta lagi sejak satu minggu yang lalu. Apa? Pulang? Ah… sepertinya aku nggak akan kembali ke sana dalam waktu dekat, karena… tempatku pulang adalah Jakarta.”Kening Lavina mengernyit kala mendengar suara seorang wanita yang barusan berbicara di sebelahnya. Wanita itu berbicara dengan seseorang melalui telepon. Dan rasanya Lavina tidak asing dengan suara yang terdengar lembut itu.Lavina menggeser ujung matanya ke arah sebelah, tapi wanita itu tengah membelakanginya. Alhasil Lavina memilih untuk tidak menghiraukan rasa penasarannya, lalu ia menaruh sabun mandi ke dalam troli yang baru terisi beberapa macam perlengkapannya yang akan ia beli.Lantas ia mendorong troli itu dan berjalan ke arah rak yang diisi dengan deretan berbagai macam susu anak-anak.“Tunggu!”Kening Lavina berkerut bingung ketika mendengar wanita itu berseru. Karena tak yakin wanita itu bicara kepadanya, Lavina tidak menghiraukannya dan tetap berjalan.“Hai… kamu Lavina, ‘kan?” tany
Read more
PREV
1
...
56789
...
18
DMCA.com Protection Status