Sepanjang perjalanan aku menangis. Entah apa yang menjadi alasanku menangis, aku tidak tahu itu. Aku sangat mengkhawatirkan Ayah, juga bersedih karena dipermalukan di depan umum. Tidak ada yang berani menyentuhku, tetapi dia beberapa kali melakukannya. Untung aku masih bisa menghindar. “Kamu nangis, Fai?” tanya Mas Junet. Tidak mendengar jawaban dariku, dia berucap lagi. “Kita ke taman dulu, ya! Nanti Ayah kamu sedih lihat putrinya menangis.”Hanya butuh waktu lima menit, kami sudah sampai di taman tempat Mas Junet jualan. Aku duduk di bangku panjang di bawah pohon ketapang. Aku merasa lebih nyaman di sini, perasaanku sedikit tenang dan bisa bernapas lega. Mas Junet membersihkan tempat dia berdagang. Sudah hampir dua tahun dia bekerja dengan Ayah. Dia sudah cukup mengenalku tanpa harus diberi tahu. Dia lelaki yang baik, bisa memperlakukanku dengan benar sebagai seorang perempuan. Dia tidak pernah mendekatiku seperti lelaki yang lain. D
Terakhir Diperbarui : 2024-01-10 Baca selengkapnya