"Neneng kenapa, Mas?" tanyaku dengan perasaan yang mulai gelisah, tak biasanya Mas Haikal menangis seperti perempuan.Ia masih sesenggukan, mungkin lidahnya kelu untuk mengungkapkan sesuatu, aku menunggu sampai tangisan itu mereda dan ia mau mengungkapkan segala yang aku risaukan."Mas, kamu baik-baik aja 'kan?" tanyaku lagi, kali ini suara isakan itu tak terdengar lagi."Neneng, Mut, dia ... dia sudah meninggal," ujar Mas Haikal dengan suara lemah.Seketika badanku luruh lalu terduduk di kasur mendengar kabar ini, bagaimana mungkin Neneng pergi secepat itu, padahal aku belum meminta maaf karena sering menyakitinya."Mas kamu jangan bercanda ya, aku ga suka," cetusku sambil geleng-geleng kepala."Engga, Mut, Mas serius Neneng udah ga ada, tadi di ambulans dia juga sempat nitip kata maaf buat kamu." Suara Mas Haikal tercekat."Ya Allah, harusnya aku yang minta maaf karena selama ini ...." Suaraku tertahan, bayangan masa lalu hadir di depan mataku, di mana kami tak pernah akur malah ser
Read more