Beranda / Pernikahan / Suami Pengganti / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Suami Pengganti: Bab 31 - Bab 40

42 Bab

Khawatir

Ryana, Hasfi, dan Bu Hasna asyik bercengkrama hingga mereka melupakan Lia yang tadi mengantar Bu Hasna. Bu Hasna pun baru menyadari kalau ia ke rumah kontrakan putranya bersama dengan keponakannya itu. Bu Hasna beranjak dari duduknya. Ia setengah berlari menuju ruang tamu. Sepi. Ternyata benar, Lia sudah tidak ada duduk di sana. "Astaga, Lia kok enggak ada. Kemana sih tuh anak?" gumam Bu Hasna mencari keberadaan keponakannya itu. Ia memanggil Lia. Namun tidak ada jawaban. Sepeda motor matic Lia masih ada di sana. Kunci kontak motor Lia tergeletak di teras. Ryana dan Hasfi heran mendengar Bu Hasna memanggil Lia. Mereka pun beranjak ke depan dan menanyakan apa yang terjadi. "Emang kenapa dengan Lia, Bu?" tanya Hasfi dengan perasaan tidak enak. "Lia enggak ada, Fi. Tadi kan dia duduk di depan sendirian. Salah Ibu juga sih tadi Ibu enggak ngajak dia duduk di ruang tengah sama kita," jawab Bu Hasna menyesal. "Ya ampun, Bu. Kok bisa Lia enggak ada. Apa dia pergi tanpa pamit? Ibu suda
Baca selengkapnya

Mangsa

Memiliki pasangan yang mencintai dan setia dengan kita adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Meski Ryana masih dalam tahap belajar mencintai suaminya. Namun ia yakin kalau Hasfi bisa menjadi suami yang baik dan bisa membimbing dirinya menjadi istri yang sholehah. * * "Apa itu, Bang?" tanya Ryana penasaran. Ia juga tidak paham dengan apa yang ada di pikiran suaminya. Hasfi menghela nafas. Ia mencoba mengatur kata-kata yang akan ia ucapkan kepada istrinya. Takut kalau sang istri akan salah paham. Maka akan berdampak kepada hubungan dan keharmonisan rumah tangga mereka. Pastinya Hasfi harus menyusun kata-kata yang tepat agar sang istri tidak tersinggung. "Ka-kamu enggak keberatan kan kalau kita menunda anak dulu?" tanya Hasfi hati-hati. Ryana tersenyum. Sebenarnya ia pun ingin mengatakan hal yang sama kepada Hasfi , namun serasa tertahan. Ia takut kalau Hasfi tidak setuju dengan isi hatinya. "Aku justru senang, Sayang. Aku sudah beberapa hari yang lalu terpikir akan hal ini. Namu
Baca selengkapnya

Heran

"Wah, nama yang bagus," celetuk Lia yang kagum dengan Ezra. "Iya, dong. Oh ya, kamu pasti udah laper kan? Ayo, kita makan bareng gimana?" tanya Ezra tersebyum. "Iya, Mas. Aku sudah laper nih. Tau aja sih. Hehehe." Wajah Lia memerah karena Ezra begitu perhatian padanya. Baru kali ini seumur hidupnya, ada cowok yang begitu perhatian pada dirinya seperti ini. Kebanyakan cowok akan menjauhinya karena penampilannya yang kuper dan jadul. Namun semenjak ia bekerja dengan Tantenya alias Ibunya Hasfi. Penampilan Lia kini berubah menjadi modis. Wajahnya juga sudah mengenal skincare dan makeup minimalis. Semua itu bisa Lia lakukan karena Bu Hasna tidak pernah perhitungan soal gaji. Apalagi ia juga kasihan dengan keponakannya yang sudah kehilangan orangtuanya sejak duduk di bangku SD itu. "Mau makan dimana?" tanya Ezra dengan sabar. "Makan dimana aja, Mas. Terserah. Aku sih oke aja," jawab Lia yang tidak sungkan menerima ajakan Ezra. Ia lupa kalau tadi meninggalkan sepeda motornya di rumah
Baca selengkapnya

Cibiran Bu Erin

Begitu lah kehidupan. Kadang kita dihadapkan dengan orang-orang yang menghalangi jalan kita. Namun sebisa mungkin tetaplah kita teguh pada pendirian kira. Jangan sampai larut terhadap arus orang-orang yang tidak menyukai kita. * * Ezra terkejut bukan main karena bertemu dengan Ryana di sini. Sungguh ini adalah pertemuan yang tidak ia sangka sama sekali. "Lho jadi kalian saling kenal?" tanya Lia kebingungan. "Enggak kok. Ya, maksudnya cuma kenal gitu doang," jawab Ezra dengan cepat berkelit. Ryana tersenyum tipis. Ia mengajak Hasfi masuk. Ia paham maksudnya Lia tidak ingin diganggu oleh kehadiran mereka. "Ya Allah. Syukurlah kamu pulang, Lia. Tadi Hasfi menghubungi kamu, katanya nomor kamu enggak aktif. Kamu kemana aja sih?" celetuk Bu Hasna yang langsung memecah ketegangan di antara mereka. "Ma-maaf, Tante. Habisnya Lia tadi sibuk jalan sama temen. Maaf ya, kita tadi ada urusan penting," jawab Lia mencoba berkelit. "Oh iya, enggak papa. Suruh temannya masuk. Udah magrib, engga
Baca selengkapnya

Hasfi harus kuat

Hasfi mengira keadaan akan baik-baik saja setelah dia pindah dari rumah mertuanya. Ia bahkan sempat berpesan kepada Pak Iman agar jangan memberi tau siapa pun dimana alamat rumah kontrakannya. Namun ia sendiri juga tak menyangka kalau ibu mertuanya akan nekat kemari. Tetapi ia yakin kalau yang memberikan alamat rumah kontrakannya pasti Bapak mertuanya itu. Hasfi mencoba untuk bersikap tenang. Baginya sudah biasa dan bahkan makanan sehari-hari dicibir hanya mahasiswa namun berani menikahi seorang gadis adalah hal yang biasa ia terima. Sekarang ia sudah terbiasa menikmati cibiran tersebut. Justru dengan cibiran tersebut bisa menjadi cambukan agar kehidupannya lebih baik. Hasfi tersenyum. Begitulah jawaban yang akan ia berikan kepada lontaran hinaan yang ditujukan pada dirinya. Terang saja hal tersebut malah membuat Bu Erin makin berang. "Ditanyain orangtua kok malah senyum-senyum? Emangnya kamu senang ya aku bilang pengangguran. Emang dasarnya kayaknya kamu pengangguran deh. Bohong
Baca selengkapnya

Rumah Ayah

Hasfi dan pria tua itu saling bertatapan mata. Pria tua itu merasa sangat mengenal Hasfi. Begitu juga dengan Hasfi. Mereka berdua terkejut dan terperangah melihat satu sama lain. "A-ayah," gumam Hasfi lirih ketika menoleh ke pria itu. Kata-kata yang baru saja diucapkan Hasfi itu meluncur begitu saja, seolah tanpa ia sadari.Begitupun dengan pria tua itu. Sejak pertama kali pria tua itu sudah curiga kalau yang ia lihat itu adalah anaknya. Belasan tahun ia tidak melihat putranya. Ketika dulu ditinggalkan, Hasfi masih duduk di bangku SD. Kini Hasfi sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang berwajah tampan dan gagah. Tetapi garis wajah Hasfi tetap diingat oleh si pria itu. Hubungan darah sampai bagaimana pun tetaplah kental dan tidak akan pernah terputus sampai kapanpun. Begitu juga dengan Hasfi dan Pak Alfian. Keduanya saling mengenal. Hasfi juga tidak bisa menghindar. "Iya, Nak. Kamu Hasfi kan? Alhamdulillah, kamu masih ingat Ayah." Pak Alfian terharu. Matanya berkaca-kaca.Hasfi se
Baca selengkapnya

Maksud Pak Alfian

Pak Alfian malah semakin tertawa dengan pertanyaan Hasfi. Ya, ia baru tau Hasfi pernah menyambangi rumahnya ketika SMP dari Satpam Komplek. Itupun ketika sebulan sesudah kejadian. Waktu itu memang istri keduanya sedang hamil. Pak Alfian memarahi istrinya yang tidak memberitahukan kalau anaknya kemari. Tania pun berbohong dan berkata kalau Hasfi kemari karena ingin minta uang. Tania juga bilang ia langsung saja memberikan uang yang diminta Hasfi. Padahal Hasfi tidak ada menerima uang sepeser pun dari Ibu tirinya itu. Sebagai seorang suami yang baik. Pak Alfian percaya saja dengan kata-kata istrinya. Tentu saja Tania berusaha merayu dan menangis tersedu-sedu dengan air mata buayanya. Pria itu lama-lama luluh juga dengan tangisan istrinya. "Sudah Ayah usir dari rumah ini. Ketiga anak itu memang anak Tania. Sekalian juga Ayah usir, biarkan saja mereka ikut Mamanya," jawab Pak Alfian dengan santai."Bu-bukankah waktu Hasfi kemari, Bu Tania sedang mengandung?" tanya Hasfi dengan suara be
Baca selengkapnya

Setegar karang di lautan

Hasfi kecewa dengan sikap sang Ayah yang tidak mempercayainya. Di sisi lain ia bahagia dan bersyukur karena Tuhan sudah mempertemukan kembali dirinya dengan ayah kandungnya sendiri. Dari kata-kata Pak Alfian memang sudah terdengar jelas bagi siapa saja yang mendengarnya seperti sedang meremehkan anaknya sendiri. Padahal kualitas Hasfi jauh sekali di atas anak-anak Tania yang ia rawat bertahun-tahun. Tetapi mental mereka mental kerupuk. Tidak tahan banting. Jauh berbeda dengan Hasfi yang mentalnya sudah kuat, tidak lapuk karena badai kehidupan yang menghantam. "Apa tujuan kalau Hasfi berbohong dengan Ayah? Adakah Hasfi terlihat sebagai anak yang pembohong? Untuk apa juga Hasfi sombong berkata kepada Ayah kalau penghasilan Hasfi memang adanya begitu. Hasfi hanya ingin membuktikan kepada Ayah. Kalau anak yang dulu Ayah telantarkan demi wanita lain, malah lebih sukses dengan kaki dan tangan sendiri. Oh, tentunya juga dengan bimbingan dan kasih sayang Ibu yang tidak kenal lelah mendidik
Baca selengkapnya

Terungkap jelas

"Kalau begitu Hasfi pulang dulu, Yah," kata Hasfi ingin berpamitan kepada Ayahnya. Ia merasa tidak ada lagi hal yang perlu dibicarakan kepada Ayahnya. "Lho kok pulang sekarang? Apa kaki dan tanganmu udah enggak sakit lagi? Biar Agus dan Budi aja nanti yang nganterin kamu pulang," jawab Pak Alfian terkejut karena Hasfi ingin pulang. Agus dan Budi adalah supir dan ART di rumah Pak Alfian. "Tapi Hasfi belum membuat video konten untuk pekerjaan, Yah." "Oh gitu ya sudah tidak apa-apa. Tunggu sebentar." Pak Alfian membuka tas kerjanya. Ia mengeluarkan uang sejumlah sepuluh juta dari dompet besarnya, lalu memberikan uang itu kepada putra sulungnya itu."Ini uang yang Ayah janjikan tadi. Terimalah. Anggap saja sebagai ganti bayar uang sewa dan hadiah pernikahanmu. Oh iya, nanti kalau sudah tiga bulan di kontrakan. Kamu sebaiknya pindah ke rumah Ayah. Cukup dekat dari sini. Hanya berbeda blok saja. Kalau rencanamu ingin membangun rumah, sebaiknya diurungkan saja rencanamu. Lebih baik uang
Baca selengkapnya

Terlalu cepat

Ryana sebenarnya senang saja karena akan pindah dari kontrakan ini. Apalagi kata Hasfi rumah yang akan mereka tinggali itu adalah rumah milik Ayahnya. Hanya saja mereka baru beberapa hari pindah ke rumah ini, masa baru pindah lagi? Ibarat kata, rasa lelah karena pindahan belum sepenuhnya hilang. Ryana terdiam beberapa menit. Begitu pun Hasfi. Makanan yang tadi dibawakan Hasfi dari rumah Ayahnya juga tidak ada mereka sentuh. Hasfi masih agak kenyang. Begitu pula dengan Ryana yang tadi siang makan di sekolah. Sampai-sampai Hasfi melupakan rasa sakitnya akibat jatuh dari sepeda motornya."Besok kamu pijat refleksi aja, Bang. Mana habis jatuh gitu," celetuk Ryana memecah keheningan di antara mereka. "Ah, iya. Boleh juga, Yang. Kamu juga ikut pijat ya, nemenin aku," balas Hasfi langsung menyetujui. "Oke. Ya sudah. Kita pindah aja lagi, Bang. Tapi jangan besok juga. Kan aku mesti ngajar, kamu juga harus kuliah. Belum lagi malam hari kita kudu pijat. Hari Minggu nanti aja kalo mau pindaha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status