Semua Bab Perselingkuhan berkedok Iba: Bab 61 - Bab 70

74 Bab

61. Secercah Harapan

"Kamu ingin memastikan jika aku pergi menemui Thika. Begitu kan?" tanya Satria.Shafira ingin sekali mengatakan iya dengan lantang namun lidahnya seolah kelu sehingga diputuskan untuk diam saja."Kamu masih saja mencurigaiku Shafira, jadi untuk apa aku berjanji padamu jika aku melanggarnya? Percuma saja," keluh Satria keluar kamar berpindah ke ruang tamu.Sebenarnya tadi Satria berniat untuk ke tempat Thika namun saat sampai di perjalanan, dia teringat Maya. Wajah menangis dan tatapan bayi itu terus menghantui setiap langkahnya. Sebagai seorang Ayah, Satria tentu memikirkan anak anaknya, kesehatannya sehingga disaat seperti ini, Satri kembali ragu untuk melajukan motornya kepada Thika.Pikiran Satria sungguh bimbang antara Thika dan Maya. Lama berfikir, Satria akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah namun betapa kecewa Satria saat mendapati sikap acuh dan rasa curiga dari Shafira, istrinya.Lelaki dimana saja, jika dicurigai dia akan menjadi jadi, tak terkecuali Satria. Dia lelah, d
Baca selengkapnya

62. Bahagianya

Manusia diuji Allah SWT dari segi manapun, jika tidak rizki ya kesehatan, bisa anak, orang tua ataupun suami seperti yang terjadi pada Shafira. Untuk saat ini dia diuji dari keuangan dan suami.Shafira ikhlas menjalani semua takdir dari Allah SWT. Mungkin ini semua sudah digariskan untuknya, mengalah dari sikap Satria.Setiap hari, setiap malam, Shafira terus berdoa, "lunakkan hati suamiku yang keras seperti batu ya Allah, semoga dia berubah dan kembali seperti Satria-ku yang dulu."Dan kali ini sepertinya Allah SWT menjawab Doa yang selama ini Shafira panjatkan.Malam ini, Satria dan Shafira sedang duduk berdua di pelataran rumah mereka. Angin malam menambah hawa dingin yang menyeruak masuk ke tubuh masing masing. Hal itu membuat Shafira memutuskan untuk masuk ke dalam rumah."Aku mau masuk dulu mas," ucap Shafira sambil berdiri hendak pergi."Shaf, bagaimana jika kita pergi ke suatu tempat untuk merayakan anniversary kita?"Degh."Kamu ingat hari anniversary kita, Mas?" tanya Shafir
Baca selengkapnya

63. Sahabat di masa lalu

Satria bersama keluarga menginap selama tiga hari di kebun teh Bogor. Sengaja menyewa satu cottage yang disediakan pihak perkebunan sebagai daya tarik wisatawan untuk beristirahat.Selain murah dan menarik, cottage yang dipilih Satria letaknya cukup strategis, sehingga sangat cocok untuk duduk bersantai menikmati indahnya perkebunan teh di sore hari.Fasilitas Cottage yaitu tiga kamar tidur lengkap dengan kamar mandi di dalamnya. Ada dapur, ruang makan dan satu ruang santai. Semua sudah ada di dalam cottage, termasuk perlengkapan makan, mandi dan sholat serta printilan lainnya, kita tinggal menempati saja.Anak anak sangat bahagia, begitu juga Aini, Satria dan Shafira. Mereka menikmati hawa sejuk cenderung dingin di sore hari sambil menikmati pemandangan kebun teh.Slurp."Em, teh disini sangat enak, ya? baunya juga harum khas teh melati," ucap Shafira yang dijawab anggukan kepala oleh Aini dan Satria.Hari itu cuaca mendung, Zico duduk di kursi rotan di sebuah gazebo sebelah cottage m
Baca selengkapnya

64. Pelakor Jahannam

"Dasar gila?!" umpat Shafira membaca pesan dari Thika.Satria berinisiatif melihat pesan tersebut."Apa apaan ini. Jangan percaya Thika, Shaf."Aini juga tak kalah heboh, ikutan melihat ponsel Shafira."Ayo kita pulang, Satria, akan aku beri pelajaran itu si Thika. Kok aku jadi kesal sekali."Aini berhasil terprovokasi dan meminta Satria untuk pulang padahal Shafira sendiri berusaha memendam amarahnya. Tiba tiba ,...Tok, tok, tok.Pintu diketuk dari luar. Satria segera mengecek siapa yang datang.Ceklek."Kamu?!"15 menit sebelumnya.Zico berjalan mendekati cottage perkebunan teh tempat Shafira tinggal. Dia mengetuk pintu dengan hati berdebar, tidak sabar untuk memberitahukan kabar yang baru saja ia dapatkan kepada sahabatnya itu. Satria membuka pintu dan terkejut melihat Zico datang tanpa pemberitahuan."Kamu?" tanya Satria."Zico? Ada apa kamu datang ke sini? Apakah ada masalah?" tanya Shafira yang kepalanya muncul di belakang Satria."Shafira, kamu perlu tahu sesuatu. Aku menemuka
Baca selengkapnya

65. Apakah ini karma?

"Camkan perkataanku?!" ucap Aini melangkahkan kaki pergi meninggalkan Thika dalam keterpurukan.Thika sungguh merasakan sakit yang hebat. Tak hanya badannya tapi juga hatinya.Dengan tangan bergetar, Thika mengirim pesan pada Satria."Mas, apa apaan ini? Kenapa kamu menyuruh ibumu untuk datang kesini? Aku memintamu untuk datang tapi kenapa malah wanita cerewet itu yang datang. Jika kamu benar benar berniat menolong, kamu seharusnya bertanggung jawab penuh mas hingga masalahku selesai. Aku kecewa padamu, Mas."Satria membuka pesan dari nomor asing. Pesan dibaca Satria berkali kali, mencoba mencerna semua kalimat di dalam pesan dari nomor asing yang tak lain WA dari Thika. Bagi Satria, janji kepada istrinya adalah hal yang paling penting untuk ditepati.Satria segera membalas pesan dari Thika."Maaf Thika, aku sudah berusaha menolongmu jadi sekarang aku sudah gugur dalam semua janji. Terima kenyataan dan hiduplah bahagia dengan lelaki yang mencintaimu di masa depan. Terima kasih untuk s
Baca selengkapnya

66. Pengangguran banyak acara

Satria baru saja kembali ke rumahnya setelah mengalami hari yang sangat berat di kantor. Dia baru saja dipecat dari pekerjaannya karena perusahaan mengetahui berita tentangnya.Dengan berat hati, Satria harus memberitahu istrinya."Shafira, aku mau bicara sebentar.""Bicaralah, Mas."Shafira menghentikan aktivitas memotong sayur, sore ini Shafira berniat membuat tumis kangkung."Em, maaf ya. Mas dipecat dari perusahaan.""Apa Mas?!"Mendengar kabar tersebut, Shafira merasa sangat kaget, kecewa dan kesal. Selama ini, dia selalu mendukung Satria untuk bekerja keras demi mencapai karir yang lebih baik. Namun, sekarang, semua usaha tersebut seakan sia-sia. Shafira merasa cemas tentang masa depan mereka, terutama anak anak karena mereka baru saja mempunyai bayi dan belum memiliki tabungan yang cukup untuk menghadapi situasi seperti ini."Maaf Shafira, Maafkan aku," ucap Satria merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi."Aku janji, aku akan mencari pekerjaan baru dengan segera," imbuh S
Baca selengkapnya

67. Jual yang kamu miliki!

Satria baru saja pulang dari perusahaan barunya dengan raut wajah murung dan tatapan hampa. Dia merasa kecewa karena kembali dipecat dan harus menghadapi kenyataan bahwa dia kembali menjadi pengangguran. Langkah kakinya terasa berat seiring pikirannya yang melayang tentang bagaimana kehidupan rumah tangganya ke depan.Shafira, istrinya, yang sedari tadi menunggu di ruang tamu, langsung menyambut Satria dengan wajah cemas. Begitu melihat ekspresi Satria, ia langsung bisa merasakan bahwa sesuatu yang buruk baru saja terjadi."Mas Satria, ada apa? Kamu kenapa?" tanya Shafira dengan nada khawatir.Lelaki tampan itu hanya bisa menghela nafas panjang, lalu ia menggenggam tangan Shafira erat. "Aku dipecat lagi, Shaf. Aku benar- benar tidak tahu harus bagaimana lagi," ungkap Satria dengan suara parau. Mendengar hal tersebut, Shafira merasa seakan jantungnya teriris. Namun, rasa cemas dan kecewa itu mulai bercampur menjadi amarah. Kekhawatiran akan keuangan yang menipis dan masa depan mereka
Baca selengkapnya

68. Minta uang pengadaian

Shafira menatap Aini, mertuanya, dengan kecewa mendalam ketika mendengar ucapan wanita itu. "Kamu harus menjual apa saja yang kamu miliki!"Shafira merasa bingung dan tidak mengerti apa maksud di balik kata- kata itu.Sampai malam larut, Shafira terjaga di kamarnya, berpikir keras tentang apa yang bisa dijual untuk memenuhi permintaan Aini. Pilihan jatuh pada gelang emas seberat lima gram yang pernah diberikan Satria, sebagai hadiah saat mereka merayakan ulang tahun pernikahan pertama. Meskipun berat hati, Shafira memutuskan untuk membawa gelang tersebut ke pegadaian demi menjaga keharmonisan keluarga.Keesokan harinya.Di pegadaian, Shafira menghadapi perdebatan sengit dengan pemilik pegadaian yang awalnya menawarkan harga jauh dibawah nilai gelang tersebut. "Maaf Bu, saya hanya bisa memberi dua juta.""Ya Allah pak, saya belinya pas dollar naik pak, kenapa cuma dapat segitu," keluh Shafira."Tapi memang dapatnya segitu, Bu."Shafira menahan air matanya sambil berusaha menjelaskan
Baca selengkapnya

69. KDRT

Shafira terduduk di kursi dengan malas sambil memegang secangkir teh hangat, pandangannya kosong menatap jendela rumah yang terbuka lebar. Dalam lamunan, ia teringat akan memori indah bersama almarhumah ibunya, membuat wingko babat dengan resep ibunya. Hasil eksekusi pertama waktu digigit seperti batu, alotnya minta ampun.Setelah diteliti lagi, ternyata adonan tidak diberi air sehingga tekstur menjadi keras seperti batu. Mungkin saat itu sang ibu sudah pikun padahal usianya enam puluh sembilan tahun. Mereka tertawa bersama mengingat Adonan yang kekurangan air seperti mereka yang kekurangan cairan, butuh Aqua.Shafira tersenyum kecil, mengenang saat-saat bahagia ketika sang ibu masih ada di sisinya.Namun, lamunan Shafira harus terhenti saat Mira, putri sulungnya, memanggil namanya, "Ma, mama" dan menggoyangkan tubuhnya pelan. "Ada apa, sayang?" tanya Shafira dengan suara lembut, berusaha menyembunyikan kesedihan yang tengah menghampirinya."Mama melamun, ya?" tanya Mira dengan polos
Baca selengkapnya

70. Ternyata sama saja

Iva terdiam mendengar ucapan Shafira, menimang nimang kembali keputusannya. "Aku yakin Mbak, Ahmad gak akan berani memukulku. Mbak Shafira tenang saja. Jika dia memukulku, aku akan melawannya."Shafira tersenyum dan berkata, "bagus itu, kamu harus berani menentang hal yang salah. Jangan biarkan Ahmad terus menindasmu." Dipeluk erat adik yang menjadi teman suka dan duka Shafira selama ini.Iva pergi dengan was was menuju rumah kontrakan. Disana Ahmad sudah menunggu. "Dari mana kamu?"Shafira terdiam sesaat, langkahnya dipercepat masuk kamar. Jika biasanya Iva akan bersalaman dan mencium punggung tangan Ahmad, kali ini tidak dilakukan. Ada rasa nyeri menyelubungi hatinya "Va, jawab pertanyaanku? Apa susahnya menjawabnya? Jangan membuat aku marah," ucap Ahmad sambil berlari mengejar Iva. Hampir saja pintu ditutup namun Ahmad sempat menggapai pinggiran pintu."Aku mau istirahat Mas.""Jawab dulu pertanyaanku." Melihat Iva terdiam, Ahmad tahu darimana istrinya itu pergi. "Kamu dari rumah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status