"Enak sekali kamu mau minta warisan buat bayar hutang, sementara Ibu masih sehat wal a'fiat. Itu sama saja kamu mendoakan Ibu supaya cepet mati!" bentakku pada Dinar, adik yang menjadi benalu di keluarga. Ya benalu, karena kerjaannya mengemis meminta bantuan."Iya, aku tahu salah. Namun tidak tahu lagi harus mencari kemana untuk membayar hutangku. Mas Dito juga sedang berusaha, tetapi belum ada hasil," jawabnya.Aku kembali teringat dengan kedatangan Dinar yang berpura-pura menanyakan kabar ibu, tetapi ujungnya dia meminta bantuan kepadaku. Susah kalau berurusan dengan mental orang miskin, maunya minta bantuan terus. Tentu saja aku menolaknya, seperti yang sudah-sudah. Salahnya sendiri menikah dengan laki-laki kere 'madesu' alias masa depan suram. Tidak sepertiku, mempunyai suami berpendidikan dan berkarir cemerlang. Hidupku bergelimang harta dan kemewahan. Aku bisa mendapatkan semua yang diinginkan. Namun satu yang tidak bisa aku dapatkan, yaitu kebahagiaan. Ya, aku tidak bahagia de
Read more