Home / Pernikahan / Ratu Pinjol / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Ratu Pinjol: Chapter 31 - Chapter 40

71 Chapters

Bab.31: Saran Mbak Sherli

Di sepanjang perjalanan, aku menitikkan air mata. Aku tidak mempedulikan tatapan aneh para penumpang lainnya. Dita mengusap pipiku yang dialiri alir mata, seolah dia mengerti kesedihan yang sedang menimpa ibunya.Harus bagaimana lagi aku berusaha? "Kenapa Allah masih belum membukakan jalan untuk menyelesaikan masalahku? tanyaku dalam hati."Aku memberikan kode berhenti kepada sopir angkot yang diumpangi. Dengan sedikit membungkukan tubuh, aku turun dari angkot dan memberikan ongkos kepada sopir. Mobil Angkot kembali melaju ketika Aku sudah turun dari mobil.Sebelum melanjutkan langkah, aku berhenti sejenak untuk menghapus sisa air mata. Tidak ingin para tetangga melihat keadaanku yang sedang bersedih. Aku menyeka air mata menggunakan ujung gendongan batik panjang yang dikenakan untuk menggendong Dita. Setelah meyakini sudah tidak ada yang tersisa, ujung gendongan kembali digunakan untuk menutupi kepala Dita agar terhindar dari matahari yang bersinar terik. Setelah sampai di rumah, ak
Read more

Bab.32: Solusi

"Mas tidak setuju jika kita melibatkan LSM dalam masalah kita. Mereka hanya pihak ketiga yang tidak ada sangkut pautnya dengan dalam masalah kita. Dalam masalah ini, hanya melibatkan kedua belah pihak saja. Pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Hutang itu wajib dibayar walaupun bukan kita yang menggunakannya, karena pada saat pengajuan menggunakan data kamu dan semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran. Seharusnya dari awal lamu tahu, kalau itu perbuatan yang salah. Sekarang, kamu harus menerima konsekuensinya!" ucap Mas Dito memberikan penjelasan panjang lebar. Intinya dia tidak menyetujui saranku.Aku kembali menundukkan wajah. Perasaan bersalah kepada Mas Dito kembali muncul. Aku yang telah menyeretnya masuk kedalam masalah saat ini. Seandainya dulu aku mendengarkan nasihat Mas Dito, mungkin masalah ini tidak akan pernah terjadi."Ya, lalu kita harus bagaimana, Mas? Sudah tidak ada harapan lagi kita keluar dari masalah ini. Aku tidak mau masuk penjara!" ucapku dengan terisa
Read more

Bab.33: Kabar Buruk

"Mas, apa sudah dipikirkan dengan matang keputusan Mas? Kalau rumah ini dijual, kita mau tinggal dimana?" tanyaku masih tidak percaya dengan keputusan Mas Dito."Mas sudah memikirkannya dengan matang. Ini adalah satu-satunya cara agar kita keluar dari masalah, tanpa harus melibatkan orang lain!" jawab Mas Dito dengan penuh keyakinan.Aku tahu maksud dari Mas Dito. Dia bilang keputusannya adalah satu-satunya cara untuk keluar dari masalah tanpa melibatkan orang lain, yaitu orang tua Mas Dito, ibuku atau LSM. Ya, Mas Dito benar Kita tidak boleh melibatkan orang lain dalam masalah kita."Lalu kita mau tinggal dimana, Mas?" tanyaku lagi, sebenarnya masih kurang menyetujui keputusan Mas Dito."Kita tinggal di kontrakan, tetapi bukan disini. Kita akan cari kontrakan yang dekat dengan tempat Mas mengojek. Supaya Mas bisa pulang dan pergi dengan cepat!" ucap Mas Dito tanpa beban, dia melemparkan senyum padaku.Aku tahu, tugas sebagai imam sekaligus kepala rumah tangga itu berat. Pastinya Mas
Read more

Bab.34: Mas Dito Pergi

Setelah mengucapkan terimakasih kepada Bang Beni, aku segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Aku segera berganti pakaian dan membawa uang sisa penjualan rumah. Aku meminta bantuan Mbak Neni tetangga sebelah kontrakan untuk memesan ojek online karena ingin sampai di rumah sakit dengan cepat. Dani dan Dita tidak ikut serta, aku menitipkannya kepada Mbak Neni.Hatiku terasa tidak karuan, karena didera rasa cemas dan takut yang bercampur aduk menjadi satu. Mungkin karena terlalu panik, aku sampai tidak sempat bertanya krpada Bang Beni tentang penyebab Mas Dito masuk rumah sakit. Apakah Mas Dito mengalami kecelakaan, sakit atau ada sebab lain, aku tidak tahu? Seingatku Mas Dito baik-baik saja ketika berpamitan tadi pagi.Motor ojek online yang aku tumpangi berhenti tepat di depan rumah sakit. Setelah membayar tarif ojek online sesuai aplikasi, aku melangkah tergesa masuk ke dalam rumah sakit. Tujuanku adalah bagian informasi untuk mengetahui keberadaan Mas Dito."Mbak maaf saya mau tan
Read more

Bab.35: Kehilangan Orang Terkasih

Aku tersadar dan mendapati diri sudah berada di dalam kamar. Samar-samar tampak Mbak Neni ada bersmaku. Dia sedang memijit kakiku yang tidak terasa pegal. Aku mencoba mengumpulkan ingatan kembali dan menerka apa yang telah terjadi. Aku kembali berteriak histeris ketika sudah mengingat kejadian sebelumnya. Aku harus menerima kenyataan jika Mas Dito telah pergi meninggal kami semua untuk selama-lamanya."Mas Dito, jangan pergi tinggalkan aku, Mas!" Aku berteriak sambil berlari keluar dari kamar, sementara Mbak Neni terlihat panik dan berusaha mengejar. Namun usahanya tidak berhasil karena kalah cepat.Aku berlari menuju ruang tengah, yang kini telah ramai dikerubungi oleh orang-orang. Di tengah ruangan, aku melihat Mas Dito sudah terbujur kaku dengan kain kafan yang membalut tubuhnya. Aku kembali tidak bisa menguasai diri, tubuhku lemas dan pandangan terlihat gelap. Akhirnya aku luruh ke lantai."Mbak Dinar, eling Mbak. Kasihan sama anak-anak!" samar-samar terdengar ada yang memanggilku
Read more

Bab.36: Ujian Hidup

Aku panik melihat Dita yang memuntahkan semua makanan dan minuman yang masuk ke mulutnya. Jika dibiarkan, Dita bisa dehidrasi karena kekurangan cairan. Aku berinisiatif untuk membawa Dita ke puskesmas terdekat. Ya, aku hanya mampu membawanya ke puskesmas karena uang di kantong hanya tersisa satu lembar lima puluh ribuan saja. Uangku tidak akan cukup untuk berobat ke rumah sakit yang biasanya membutuhkan biaya mahal. Aku segera mengambil dompet dan memakaikan Dita jaket. Aku mencari keberadaan Dani, untuk mengajaknya ikut serta."Dani, kamu dimana, Nak?" panggilku.Tidak lama kemudian, Dani terlihat keluar dari kamarnya dengan mata memerah. Aku tidak sempat menanyakannya, karena harus segera membawa Dita ke puskesmas."Iya Bu, ada apa?" tanya Dani heran."Ikut Ibu ke puskesmas Nak. Adik kamu sakit!" ajakku pada Dani yang heran melihat ibunya panik."Iya, Bu!" jawab Dani singkat.Kami melangkah bersama keluar dari rumah, tidak lupa untuk menguncinya. Mbak Neni yang sedang menjemur paka
Read more

Bab.37: Angkat Kaki

Aku tidak melanjutkan ucapan. Rasanya sungkan ingin mengatakan yang sebenarnya."Sebenarnya saya apa Mbak Dinar? Kalau ngomong jangan setengah-setengah, bikin orang penasaran saja!" ketus Bu Ida."Sebenarnya saya belum punya uang, Bu. Ibu kan tahu kalau saya baru saja ditinggal meninggal suami . Tolong beri saya waktu lagi ya, Bu. Semoga secepatnya saya bisa mendapatkan uang untuk membayar kontrakan Ibu," ucapku hati-hati. Semoga Bu Ida mau berbijaksana dan mengerti dengan keadaanku."Terserah ya, itu urusan Mbak Dinar saya gak mau tahu. Yang menjadi urusan saya, Mbak Dinar tetap harus bayar kontrakan. Saya kasih waktu satu minggu, kalau masih belum bisa bayar juga terpaksa Mbak Dinar harus angkat kaki dari kontrakan saya!" Bu Ida mengancamku dengan tatapan bengisnya.Dugaanku salah. Aku pikir Bu Ida akan berbelas kasih karena kini telah menjadi seorang janda dan memiliki dua anak yatim. Dia tetap meminta haknya dan hanya memberiku waktu satu minggu untuk membayarnya."Baik Bu, saya u
Read more

Bab.38: Mendatangi Mertua

Aku menengok ke arah suara yang memanggil, ternyata Mbak Neni. Dia berjalan menghampiri dan menatapku dengan tatapan iba."Mbak Dinar yang sabar, ya. Bu Ida memang begitu orangnya. Makanya banyak yang tidak betah ngontrak disini, karena dia orangnya kejam, tidak punya rasa empati dan toleransi sama sekali. Maafin saya juga gak bisa bantu Mbak Dinar, karena kehidupan sendiri juga pas-pasan, Mbak!" ucap Mbak Neni mencoba membesarkan hatiku.Aku mengerti dengan keadaan Mbak Neni. Suaminya Bang Beni seprofesi dengan almarhum Mas Dito, jadi sedikit banyak tahu berapa pendapatan setiap harinya. Akan tetapi walaupun hidup pas-pasan, Mbak Neni salah satu tetangga yang perhatian dengan hampir setiap harinya mengirimkan keluargaku makanan."Iya gak apa-apa Mbak Nen. Selama ini Mbak sudah sangat baik pada keluarga saya. Terimakasih atas semuanya. Semoga Allah membalas semua kebaikan Mbak Neni dan keluarga!" sahutku dengan tatapan yang mengungkapkan rasa terima kasih kepadanya."Sama-sama Mbak, s
Read more

Bab.39: Meminta Pertolongan

"Iya Bu, Pak Sujiwo sudah meninggal beberapa bulan yang lalu karena terkena serangan jantung," jawab security itu dengan wajah serius.Aku terdiam mendengar jawabannya. Jika ayah dan ibu mertua tidak ada, kami harus pergi kemana? ke rumah Kak Disti? Aku tidak yakin Kak Disti mau membantu. Namun disana ada ibu, aku akan coba meminta bantuannya."Bapak tahu tidak, kemana Bu Tantri pindah?" tanyaku penuh harap mendapatkan informasinya."Waah, kalau itu saya tidak tahu Bu" jawabnya datar."Ya sudah, terimakasih atas informasinya Pak, Saya permisi dulu!" Aku berpamitan pada security itu. Dia menjawab dengan anggukkan lalu kembali asyik menonton televisi.Aku kembali melangkahkan kaki, menuju rumah ayah dan ibu mertua yang sudah kosong, karena ada Dani yang sedang menunggu disana. Langkahku kembali terasa berat. Kemana kami harus pergi? Aku sudah tidak mempunyai rumah untuk berteduh. Tidak mungkin jika kami tidur di jalanan malam ini. Kalau aku sendiri, tidak masalah. Namun yang menjadi mas
Read more

Bab.40: PoV Kak Disti

"Enak sekali kamu mau minta warisan buat bayar hutang, sementara Ibu masih sehat wal a'fiat. Itu sama saja kamu mendoakan Ibu supaya cepet mati!" bentakku pada Dinar, adik yang menjadi benalu di keluarga. Ya benalu, karena kerjaannya mengemis meminta bantuan."Iya, aku tahu salah. Namun tidak tahu lagi harus mencari kemana untuk membayar hutangku. Mas Dito juga sedang berusaha, tetapi belum ada hasil," jawabnya.Aku kembali teringat dengan kedatangan Dinar yang berpura-pura menanyakan kabar ibu, tetapi ujungnya dia meminta bantuan kepadaku. Susah kalau berurusan dengan mental orang miskin, maunya minta bantuan terus. Tentu saja aku menolaknya, seperti yang sudah-sudah. Salahnya sendiri menikah dengan laki-laki kere 'madesu' alias masa depan suram. Tidak sepertiku, mempunyai suami berpendidikan dan berkarir cemerlang. Hidupku bergelimang harta dan kemewahan. Aku bisa mendapatkan semua yang diinginkan. Namun satu yang tidak bisa aku dapatkan, yaitu kebahagiaan. Ya, aku tidak bahagia de
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status