Beranda / Pernikahan / Ratu Pinjol / Bab.32: Solusi

Share

Bab.32: Solusi

Penulis: Irma Juita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-24 04:58:40

"Mas tidak setuju jika kita melibatkan LSM dalam masalah kita. Mereka hanya pihak ketiga yang tidak ada sangkut pautnya dengan dalam masalah kita. Dalam masalah ini, hanya melibatkan kedua belah pihak saja. Pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Hutang itu wajib dibayar walaupun bukan kita yang menggunakannya, karena pada saat pengajuan menggunakan data kamu dan semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran. Seharusnya dari awal lamu tahu, kalau itu perbuatan yang salah. Sekarang, kamu harus menerima konsekuensinya!" ucap Mas Dito memberikan penjelasan panjang lebar. Intinya dia tidak menyetujui saranku.

Aku kembali menundukkan wajah. Perasaan bersalah kepada Mas Dito kembali muncul. Aku yang telah menyeretnya masuk kedalam masalah saat ini. Seandainya dulu aku mendengarkan nasihat Mas Dito, mungkin masalah ini tidak akan pernah terjadi.

"Ya, lalu kita harus bagaimana, Mas? Sudah tidak ada harapan lagi kita keluar dari masalah ini. Aku tidak mau masuk penjara!" ucapku dengan terisa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ratu Pinjol   Bab.33: Kabar Buruk

    "Mas, apa sudah dipikirkan dengan matang keputusan Mas? Kalau rumah ini dijual, kita mau tinggal dimana?" tanyaku masih tidak percaya dengan keputusan Mas Dito."Mas sudah memikirkannya dengan matang. Ini adalah satu-satunya cara agar kita keluar dari masalah, tanpa harus melibatkan orang lain!" jawab Mas Dito dengan penuh keyakinan.Aku tahu maksud dari Mas Dito. Dia bilang keputusannya adalah satu-satunya cara untuk keluar dari masalah tanpa melibatkan orang lain, yaitu orang tua Mas Dito, ibuku atau LSM. Ya, Mas Dito benar Kita tidak boleh melibatkan orang lain dalam masalah kita."Lalu kita mau tinggal dimana, Mas?" tanyaku lagi, sebenarnya masih kurang menyetujui keputusan Mas Dito."Kita tinggal di kontrakan, tetapi bukan disini. Kita akan cari kontrakan yang dekat dengan tempat Mas mengojek. Supaya Mas bisa pulang dan pergi dengan cepat!" ucap Mas Dito tanpa beban, dia melemparkan senyum padaku.Aku tahu, tugas sebagai imam sekaligus kepala rumah tangga itu berat. Pastinya Mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • Ratu Pinjol   Bab.34: Mas Dito Pergi

    Setelah mengucapkan terimakasih kepada Bang Beni, aku segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Aku segera berganti pakaian dan membawa uang sisa penjualan rumah. Aku meminta bantuan Mbak Neni tetangga sebelah kontrakan untuk memesan ojek online karena ingin sampai di rumah sakit dengan cepat. Dani dan Dita tidak ikut serta, aku menitipkannya kepada Mbak Neni.Hatiku terasa tidak karuan, karena didera rasa cemas dan takut yang bercampur aduk menjadi satu. Mungkin karena terlalu panik, aku sampai tidak sempat bertanya krpada Bang Beni tentang penyebab Mas Dito masuk rumah sakit. Apakah Mas Dito mengalami kecelakaan, sakit atau ada sebab lain, aku tidak tahu? Seingatku Mas Dito baik-baik saja ketika berpamitan tadi pagi.Motor ojek online yang aku tumpangi berhenti tepat di depan rumah sakit. Setelah membayar tarif ojek online sesuai aplikasi, aku melangkah tergesa masuk ke dalam rumah sakit. Tujuanku adalah bagian informasi untuk mengetahui keberadaan Mas Dito."Mbak maaf saya mau tan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-28
  • Ratu Pinjol   Bab.35: Kehilangan Orang Terkasih

    Aku tersadar dan mendapati diri sudah berada di dalam kamar. Samar-samar tampak Mbak Neni ada bersmaku. Dia sedang memijit kakiku yang tidak terasa pegal. Aku mencoba mengumpulkan ingatan kembali dan menerka apa yang telah terjadi. Aku kembali berteriak histeris ketika sudah mengingat kejadian sebelumnya. Aku harus menerima kenyataan jika Mas Dito telah pergi meninggal kami semua untuk selama-lamanya."Mas Dito, jangan pergi tinggalkan aku, Mas!" Aku berteriak sambil berlari keluar dari kamar, sementara Mbak Neni terlihat panik dan berusaha mengejar. Namun usahanya tidak berhasil karena kalah cepat.Aku berlari menuju ruang tengah, yang kini telah ramai dikerubungi oleh orang-orang. Di tengah ruangan, aku melihat Mas Dito sudah terbujur kaku dengan kain kafan yang membalut tubuhnya. Aku kembali tidak bisa menguasai diri, tubuhku lemas dan pandangan terlihat gelap. Akhirnya aku luruh ke lantai."Mbak Dinar, eling Mbak. Kasihan sama anak-anak!" samar-samar terdengar ada yang memanggilku

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-28
  • Ratu Pinjol   Bab.36: Ujian Hidup

    Aku panik melihat Dita yang memuntahkan semua makanan dan minuman yang masuk ke mulutnya. Jika dibiarkan, Dita bisa dehidrasi karena kekurangan cairan. Aku berinisiatif untuk membawa Dita ke puskesmas terdekat. Ya, aku hanya mampu membawanya ke puskesmas karena uang di kantong hanya tersisa satu lembar lima puluh ribuan saja. Uangku tidak akan cukup untuk berobat ke rumah sakit yang biasanya membutuhkan biaya mahal. Aku segera mengambil dompet dan memakaikan Dita jaket. Aku mencari keberadaan Dani, untuk mengajaknya ikut serta."Dani, kamu dimana, Nak?" panggilku.Tidak lama kemudian, Dani terlihat keluar dari kamarnya dengan mata memerah. Aku tidak sempat menanyakannya, karena harus segera membawa Dita ke puskesmas."Iya Bu, ada apa?" tanya Dani heran."Ikut Ibu ke puskesmas Nak. Adik kamu sakit!" ajakku pada Dani yang heran melihat ibunya panik."Iya, Bu!" jawab Dani singkat.Kami melangkah bersama keluar dari rumah, tidak lupa untuk menguncinya. Mbak Neni yang sedang menjemur paka

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • Ratu Pinjol   Bab.37: Angkat Kaki

    Aku tidak melanjutkan ucapan. Rasanya sungkan ingin mengatakan yang sebenarnya."Sebenarnya saya apa Mbak Dinar? Kalau ngomong jangan setengah-setengah, bikin orang penasaran saja!" ketus Bu Ida."Sebenarnya saya belum punya uang, Bu. Ibu kan tahu kalau saya baru saja ditinggal meninggal suami . Tolong beri saya waktu lagi ya, Bu. Semoga secepatnya saya bisa mendapatkan uang untuk membayar kontrakan Ibu," ucapku hati-hati. Semoga Bu Ida mau berbijaksana dan mengerti dengan keadaanku."Terserah ya, itu urusan Mbak Dinar saya gak mau tahu. Yang menjadi urusan saya, Mbak Dinar tetap harus bayar kontrakan. Saya kasih waktu satu minggu, kalau masih belum bisa bayar juga terpaksa Mbak Dinar harus angkat kaki dari kontrakan saya!" Bu Ida mengancamku dengan tatapan bengisnya.Dugaanku salah. Aku pikir Bu Ida akan berbelas kasih karena kini telah menjadi seorang janda dan memiliki dua anak yatim. Dia tetap meminta haknya dan hanya memberiku waktu satu minggu untuk membayarnya."Baik Bu, saya u

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • Ratu Pinjol   Bab.38: Mendatangi Mertua

    Aku menengok ke arah suara yang memanggil, ternyata Mbak Neni. Dia berjalan menghampiri dan menatapku dengan tatapan iba."Mbak Dinar yang sabar, ya. Bu Ida memang begitu orangnya. Makanya banyak yang tidak betah ngontrak disini, karena dia orangnya kejam, tidak punya rasa empati dan toleransi sama sekali. Maafin saya juga gak bisa bantu Mbak Dinar, karena kehidupan sendiri juga pas-pasan, Mbak!" ucap Mbak Neni mencoba membesarkan hatiku.Aku mengerti dengan keadaan Mbak Neni. Suaminya Bang Beni seprofesi dengan almarhum Mas Dito, jadi sedikit banyak tahu berapa pendapatan setiap harinya. Akan tetapi walaupun hidup pas-pasan, Mbak Neni salah satu tetangga yang perhatian dengan hampir setiap harinya mengirimkan keluargaku makanan."Iya gak apa-apa Mbak Nen. Selama ini Mbak sudah sangat baik pada keluarga saya. Terimakasih atas semuanya. Semoga Allah membalas semua kebaikan Mbak Neni dan keluarga!" sahutku dengan tatapan yang mengungkapkan rasa terima kasih kepadanya."Sama-sama Mbak, s

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-30
  • Ratu Pinjol   Bab.39: Meminta Pertolongan

    "Iya Bu, Pak Sujiwo sudah meninggal beberapa bulan yang lalu karena terkena serangan jantung," jawab security itu dengan wajah serius.Aku terdiam mendengar jawabannya. Jika ayah dan ibu mertua tidak ada, kami harus pergi kemana? ke rumah Kak Disti? Aku tidak yakin Kak Disti mau membantu. Namun disana ada ibu, aku akan coba meminta bantuannya."Bapak tahu tidak, kemana Bu Tantri pindah?" tanyaku penuh harap mendapatkan informasinya."Waah, kalau itu saya tidak tahu Bu" jawabnya datar."Ya sudah, terimakasih atas informasinya Pak, Saya permisi dulu!" Aku berpamitan pada security itu. Dia menjawab dengan anggukkan lalu kembali asyik menonton televisi.Aku kembali melangkahkan kaki, menuju rumah ayah dan ibu mertua yang sudah kosong, karena ada Dani yang sedang menunggu disana. Langkahku kembali terasa berat. Kemana kami harus pergi? Aku sudah tidak mempunyai rumah untuk berteduh. Tidak mungkin jika kami tidur di jalanan malam ini. Kalau aku sendiri, tidak masalah. Namun yang menjadi mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-30
  • Ratu Pinjol   Bab.40: PoV Kak Disti

    "Enak sekali kamu mau minta warisan buat bayar hutang, sementara Ibu masih sehat wal a'fiat. Itu sama saja kamu mendoakan Ibu supaya cepet mati!" bentakku pada Dinar, adik yang menjadi benalu di keluarga. Ya benalu, karena kerjaannya mengemis meminta bantuan."Iya, aku tahu salah. Namun tidak tahu lagi harus mencari kemana untuk membayar hutangku. Mas Dito juga sedang berusaha, tetapi belum ada hasil," jawabnya.Aku kembali teringat dengan kedatangan Dinar yang berpura-pura menanyakan kabar ibu, tetapi ujungnya dia meminta bantuan kepadaku. Susah kalau berurusan dengan mental orang miskin, maunya minta bantuan terus. Tentu saja aku menolaknya, seperti yang sudah-sudah. Salahnya sendiri menikah dengan laki-laki kere 'madesu' alias masa depan suram. Tidak sepertiku, mempunyai suami berpendidikan dan berkarir cemerlang. Hidupku bergelimang harta dan kemewahan. Aku bisa mendapatkan semua yang diinginkan. Namun satu yang tidak bisa aku dapatkan, yaitu kebahagiaan. Ya, aku tidak bahagia de

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-31

Bab terbaru

  • Ratu Pinjol   Bab.71: Akhir Cerita (Tamat)

    "M-bak-Di-nar" lirihnya, nyaris tak terdengar.Aku mendekatkan wajah pada Bu Ustadzah yang menatap dengan sayu."Ibu Ustazah yang sabar dan kuat ya," ucapku seraya tersenyum kepadanya, berusaha memberikan motivasi agar beliau kuat melewati musibah yang di alaminya."Ma-af-kan-sa-ya." Bu Ustazah kembali berucap seraya menggerakkan jemarinya, seolah ingin menjabat tanganku.Aku meraih jemarinya dan mengusapnya dengan lembut."Tidak ada yang perlu dimaafkan Bu Ustazah, karena tidak ada yang salah. Sekarang yang terpenting Bu Ustazah sehat seperti sedia kala!" timpalku.Bu Ustazah menatapku lekat dan tiba-tiba keluar cairan bening dari kedua sudut matanya. Sementara itu, bibirnya seolah menyunggingkan senyum kearahku lalu kemudian kedua mata beliau terpejam. Aku mendekatkan wajah dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Aku kembali memanggil di telinga kirinya, tetapi sama saja tidak ada sahutan dari bibirnya."Suster, Ibu Ustazah kenapa? Beliau diam saja, tidak menjaw

  • Ratu Pinjol   Bab.70: Permintaan Maaf

    "Maaf, mengabari apa, Pak?" tanyaku penasaran.Jantungku berdetak tidak karuan. Aku khawatir ada kabar buruk yang menimpa ibu mertua yang hingga kini belum pulang ke rumah."Kami dari Rumah Sakit Husada ingin mengabari bahwa Ibu Khodijah binti Al Fajri telah mengalami kecelakaan bersama rombongan lainnya!" lanjutnya lagi.'Khodijah Al Fajri, bukankah itu nama lengkap ibu Ustazah? Tetapi kenapa pihak rumah sakit malah mengabariku? Bukankah ada Mas Syaiful yang jelas-jelas keluarganya?' bermacam pertanyaan muncul dalam benakku."Maaf Bu, kenapa tidak menghubungi pihak keluarganya langsung? Saya bukan keluarganya!" sanggahku.Aku bukannya tidak mau mengakui Bu Ustazah dan menganggapnya sebagai saudara atas kebaikannya selama ini. Akan tetapi aku merasa ada pihak keluarganya yang lebih berhak mendapatkan kabar kurang baik ini."Sudah, tetapi nomornya tidak aktif. Maaf Bu, sebaiknya Anda segera datang ke rumah sakit karena kondisi pasien saat ini sedang kritis. Dokter sedang melakukan pena

  • Ratu Pinjol   Bab.69: Kabar dari Rumah Sakit

    Kami menegok ke arah Dani secara bersamaan."Dani, sini Nak. Ini ada Nenekmu dari keluarga Ayah Dito!" ucapku melambaikan tangan padanya.Dani menghampiriku, menatap ragu ke arah ibu mertua dan meraih punggung tangannya lalu menciumnya dengan takzim."I-ni cucuku?" tanya ibu mertua dengan sedikit gugup serta tatapan penuh haru."Iya, Bu. Ini Dani, cucu pertama Ibu!" jawabku."Ya Allah, kamu sudah sebesar ini sekarang. Maafkan Nenek yang tidak pernah mengunjungimu cucuku," ucap ibu mertua seraya mengelus wajah Dani, kemudian perlahan beliau mulai terisak."Nenek kenapa menangis?" tanya Dani heran."Wajahmu mirip sekali dengan Ayahmu. Andaikan saja Dito masih ada, dia pasti bahagia melihat kita bisa berkumpul seperti ini!" ucapnya lagi.Aku menghampiri ibu mertua dan mengusap lembut punggung tangannya."Mas Dito pasti bahagia melihat kebersamaan kita, Bu. Sebaiknya hari ini Ibu menginap saja di rumah kami. Dani juga sepertinya masih kangen sama Neneknya" ujarku seraya tersenyum pada i

  • Ratu Pinjol   Bab.68: Kedatangan Tamu tak Terduga

    "Mbak Dinar, aku boleh minta tanda tangan di novelmu nggak?" tanya Mbak Sherli di suatu siang kala sepulang sekolah menjemput Kevin. Semenjak kepindahan ke rumah lamaku, hubungan kami semakin dekat. Kini bahasa yang kami gunakan juga menjadi aku dan kamu. "Mbak Sherli ada-ada aja nih, pakai minta tanda tangan segala. Aku bukan artis lho," sanggahku seraya tersenyum."Lho, Mbak Dinar ini suka merendah. Jadi penulis terkenal itu sama saja kayak artis karena udah diundang ke stasiun televisi, bahkan karyanya sudah diangkat menjadi sebuah karya film." Mbak Sherli mengerlingkan matanya menggoda. Aku tersenyum melihatnya."Sini aku kasih tanda tangan, apa mau sekalian minta photo bareng?" ledekku."Lho, Mbak Dinar ini seperti dukun saja. Memang itu yang mau saya minta selain tanda tangan," Mbak Sherli terbahak. Kami akhirnya tertawa bersama-sama.Begitulah, setelah aku diundang menjadi nara sumber di salah satu stasiun televisi dan karyaku diangkat menjadi sebuah film ada saja yang ingi

  • Ratu Pinjol   Bab.67: Perubahan Nasib

    "Bu Ustadzah, apa kabar?" tanyaku sedikit kikuk, seraya mengulurkan tangan hendak mencium punggung tangannya.Akan tetapi sekilas tampak Bu Ustadzah menyembunyikan tangannya, seolah itu pertanda jika beliau tidak berkenan ada yang mencium tangannya. Akhirnya terpaksa mengurungkan niatku "Kabar saya baik," jawabnya singkat."Maaf Bu Ustazah, ini ada sedikit oleh-oleh semoga berkenan," ucapku tak kenal lelah berusaha mengambil hati Bu Ustazah seraya menyodorkan rantang yang dibawa."Maaf, saya sedang shaum. Kebetulan juga hari ini mau pergi untuk mengisi acara tausiyah di desa yang jaraknya cukup jauh dan kemungkinan pulangnya agak malam. Sebaiknya dibawa saja masakannya, khawatir tidak sempat dimakan malah jadi mubadzir," tolak Bu Ustadzah dengan suara pelan, tetapi terasa menusuk hatiku.Betapa tidak? Aku sudah berusaha memperbaiki hubungan dengan beliau yang kurang baik karena penolakan kepada Mas Syaiful. Akan tetapi sikap beliau masih saja dingin bahkan terang-terangan menolak pem

  • Ratu Pinjol   Bab.66: Masih Bersikap Dingin

    Aku terkejut membaca pesan di aplikasi hijau tersebut, terlebih saat tahu siapa pengirimnya. Mas Syaiful. Aku tidak tahu, apa maksudnya mengirim pesan menyakitkan itu. Niat hati ingin mengabaikan pesan itu, tetapi pasti dia akan terus mengirimkan pesan dengan penilaian buruknya sendiri kepadaku. Jari tangan mulai mengetikkan balasan pesan untuk laki-laki yang pernah meminangku."Maaf, apa maksud Mas Syaiful berkata demikian? Siapa yang tidak tahu berterima kasih, siapa yang sombong? Jangan pernah menilai seseorang dari satu sudut pandang saja. Jika Mas kecewa dengan penolakan tempo hari, tetapi bukan berarti seenaknya Mas bisa menghina saya!" satu pesan balasan kukirimkan melalui aplikasi hijau di ponsel. Tidak membutuhkan waktu lama, tanda pada pesan yang dikirimkan sudah berubah warna. Terlihat Mas Syaiful sedang mengetikkan balasannya. "Siapa bilang saya kecewa dengan penolakan seorang janda sepertimu? Aku hanya tidak terima kamu meninggalkan Bibik sendirian setelah apa yang sud

  • Ratu Pinjol   Bab.65: Memulai Hidup Mandiri

    "Maafkan saya Bu Ustadzah," ucapku lirih. Beliau terlihat memijit kening menggunakan jari jemarinya."Tidak perlu minta maaf. Syaiful hanya perlu waktu untuk menerima penolakan yang membuatnya kecewa," sahut Bu Ustadzah seraya beranjak dari tempat duduknya dan berlalu masuk ke kamarnya tanpa berpamitan terlebih dahulu.Aku masih terdiam di sofa ruang tengah. Sedikit merasa bersalah dengan keputusan yang diambil. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Aku tidak ingin menjadi orang munafik yang berpura-pura menerima Mas Syaiful, tetapi dalam hati menolak. Terlebih karena permintaan Dani yang tidak ingin memiliki ayah baru. Lebih baik jujur dan merasa kecewa di awal, daripada menyesal kemudian.Tidak terasa, satu minggu sudah telah berlalu dari malam penolakanku kepada Mas Syaiful. Sejak malam itu, sikap Bu Ustadzah berubah kepadaku dan Dani. Beliau terlihat acuh tak acuh, bahkan kami jarang bertegur sapa walaupun saling berhadapan. Sepertinya perubahan sikap Bu Ustadzah ada hubungannya denga

  • Ratu Pinjol   Bab.64: Jawaban Pinangan Syaiful

    "Innalillahi wainna ilaihi rojiun," Bu Ustadzah mengucap kalimat tarji.Beliau menghela nafas dan menghembuskannya perlahan lalu menatapku dengan penuh rasa iba."Mbak Dinar yang sabar, ya. Semua makhluk akan kembali kepada-Nya jika memang sudah datang waktunya. Insya Allah Kakak Mbak Dinar akan di tempatkan di tempat terbaiknya." Ucap Bu Ustadzah mencoba menghiburku."Amiin. Terimakasih Bu Ustadzah," jawabku."Pemakaman dilaksanakan di mana? di rumah sakit kah?" tanya Bu Ustadzah kemudian."Iya Bu, pemakaman di laksanakan di rumah sakit tempat Kakak Saya di rawat, karena almarhum sudah tidak mempunyai tempat tinggal lagi," jawabku lirih."Pemakaman sebaiknya dilaksanakan secepatnya jangan ditunda-tunda. Tidak masalah di makamkan dimana saja, asal sudah ada persetujuan dari pihak keluarga, Mbak," sambung Bu Ustadzah lagi.Aku kemudian berpamitan kepada Bu Ustadzah untuk beristirahat. Sementara Dani sejak tadi sudah masuk ke kamarnya. Setelah membersihkan diri, aku membaringkan tubuh d

  • Ratu Pinjol   Bab.63: Kak Disti Berpukang

    Petugas tersebut mengakhiri pembicaraan di telepon. Aku mengatur napas dan ritme jantung yang tidak beraturan setelah mendapatkan kabar yang kurang baik dari rumah sakit jiwa yang merawat kak Disti."Dani, ayo kita berangkat sekarang ke rumah sakit. Tadi Ibu mendapatkan kabar jika kondisi Tante Disti memburuk" ajakku kepada Dani dengan sedikit panik."I-iya Bu. Ayo kita berangkat sekarang!" jawab Dani.Setelah berpamitan kepada Bu Ustadzah, aku segera melajukan motor menuju rumah sakit jiwa tempat ak Disti di rawat. Di sepanjang perjalanan, aku berdoa semoga kak Disti baik-baik saja. Meskipun dia pernah berbuat tidak baik kepadaku, tetapi melihat kondisinya saat ini jadi merasa tidak tega.Kak Disti telah kehilangan semua yang di milikinya, jangan sampai dia juga kehilangan saudara satu-satunya. Aku berharap kak Disti kembali sehat seperti sedia kala dan bisa hidup rukun berdampingan denganku. Arus lalu lintas hari ini cukup padat, karena sekarang adalah wekend. Banyak kendaraan luar

DMCA.com Protection Status